Welcome to Religion Facts


Egyptian Ankh Confucian water symbol Yin-Yang: Taoism Gate: Shinto Aum of Hinduism Jainism Wheel of Buddhism Star of David Christian Cross Star and Crescent of Islam Sikhism Sacred Fire of Zoroastrianism Bahai Star Angel Moroni: Mormonism Asatru Scientology Hindu yantra symbol Hindu Trishula Symbol Bahai Ringstone Symbol

Welcome to
ReligionFacts!

Religion, or at least religious inquiry, is something that virtually all humans have in common. In all corners of the world and in all eras of history, people have wondered about the meaning of life, how to make the best of it, what happens afterwards, and if there is anyone or anything "out there."

The goal of ReligionFacts is to provide free, reliable information — "just the facts" — on the various answers that have been given to these questions, as well as the rituals and customs that go along with them. This very broad definition means that we have articles on a wide variety of world religions, both ancient and modern, as well as "ways of life," philosophies, mind-body teachings, and even some anti-religion systems like ancient Epicureanism and modern atheism.

ReligionFacts is an objective guide and does not promote any one religion or belief system nor even a particular view of religion. Our only "value statements" are these: (1) religion is interesting; (2) knowledge is good. These two opinions led to the creation of ReligionFacts in 2004. Other than that, we aim to keep our opinions to ourselves and give you the facts in the most unbiased and objective manner possible. We hope you find ReligionFacts useful and interesting. Find what you're looking for by browsing the top menu or entering your topic in the search box at the top of any page. There is a lot to explore here, so don't forget to bookmark us for later browsing!

Kejujuran : Mission Possible Ujian Nasional

Semakin dekatnya pelaksanaan Ujian Nasional (UN) membuat saya tertarik untuk menulis tentang kejujuran ini. Ya kejujuran, yang pada saat ini rasanya sulit untuk mendapati orang-orang yang mempunyai integritas dan menjunjung tinggi kejujuran, dalam berbagai sektor kehidupan dan tidak terkecuali dunia pendidikan.

Ada sebagian orang berpendapat bahwa mencari orang jujur di negeri ini adalah ibarat mencari sebuah jarum dalam tumpukan jerami, sebuah mission impossible. Dalam pandangannya, kejujuran telah hilang dari negeri tercinta Indonesia. Dari ujung paling atas negeri ini hingga pangkal paling bawah terbelenggu oleh kemunafikan, ketidak jujuran, dan

Jika kejujuran adalah bagian tak terpisahkan dari diri kita, maka pakta integritas kejujuran menjadi tidak diperlukan. Apalah artinya tanda tangan pakta integritas kejujuran bila kejujuran itu tidak ada sama sekali dalam kehidupan kita. Meskipun kita disumpah, maka bisa dipastikan sumpah kita adalah sampah. Bukankah para pejabat yang korup juga bersumpah, bahkan atas nama Tuhan? Berarti sumpah mereka adalah sampah!

semangat korup yang maha dahsyat. Betapa setiap hari kita disuguhi berita-berita ketidakjujuran, tindakan korup, dan tidak amanah.

Sebelumnya kita beranggapan bahwa yang tidak jujur adalah orang-orang atas, orang-orang yang mempunyai kekuasaan. Tetapi fakta telah membuktikan bahwa ketidakjujuran itu sekarang tidak hanya didominasi oleh kalangan elit, tetapi juga oleh orang-orang bawah yang sama sekali tidak mempunyai kekuasaan. Dulu kita juga beranggapan bahwa ketidakjujuran adanya hanya di tempat-tempat “basah”. Faktanya adalah dimanapun tempatnya, ketidakjujuran itu terjadi. Bahkan dunia pendidikan, tempat dimana nilai-nilai kebaikan dan kejujuran ditanamkan, juga tidak luput dari ketidakjujuran.

Ironis memang, bangsa Indonesia adalah bangsa religius, bangsa yang dalam falsafan negaranya tercantum betapa nilai-nilai ketuhanan sangat dijunjung tinggi. Tentu saja dalam nilai-nilai ketuhanan itu, kejujuran adalah sesuatu yang sangat penting. Apalagi untuk mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab, tentu saja kejujuran menjadi syarat mutlak.

Mission Possible itu bernama kejujuran


Dalam pelaksanaan UN tahun pelajaran 2010/2011 yang lalu, kita dikejutkan dengan berita ironi. Sebuah peristiwa memilukan dialami oleh Ibu Siami sekeluarga yang terusir dari rumahnya. Peristiwa pengusiran itu dilatarbelakangi sikap jujur anaknya dalam pelaksanaan Ujian Nasional di SD tempatnya menimba ilmu.

Adalah Alifah Ahmad Maulana, anak pasangan Widodo dan Siami yang tergolong anak pandai di sekolahnya, SD Gadel II. Dia diminta gurunya–sebagai balas budi–memberikan contekan kepada teman-temannya saat Ujian Nasional (UN) Mei 2011 lalu. Ahmad memenuhi permintaan gurunya, tetapi dia juga mengadukan apa yang dilakukan kepada ibunya. Mendengar pengaduan itu Ibu Siami melaporkan peristiwa contek massal itu ke berbagai pihak, termasuk media massa.

Akibat laporan Ibu Siami, orang tua siswa peserta UN di SD Gadel II menggelar unjuk rasa dan memaksa Ibu Siami dan keluarga meninggalkan rumahnya. Polisi terpaksa turun tangan mengevakuasi keluarga Widodo. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharani pun telah memberikan sanksi larangan mengajar kepada guru yang meminta Ahmad berbuat curang dan mencopot jabatan kepala SD Gadel II.

Derita pilu buah dari kejujuran yang dialami Ibu Siami sekeluarga berbanding terbalik dengan yang dialami Gubernur Bengkulu non aktif (saat itu) Agusrin M. Najamudin. Dia didakwa korupsi 20 miliar rupiah dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Dan setelah divonis bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, ketika pulang kampung Agusrin disambut meriah–diarak menuju rumahnya–bak sorang pahlawan yang baru pulang dari medan perang.

Fenomena apa ini, ketika seseorang dengan integritasnya menjunjung tinggi kejujuran justru terusir dari rumah sementara seseorang yang didakwa korupsi malah diarak bak pahlawan pulang dari gelanggang perang.

Pertanyaannya adalah, apa sebabnya masyarakat menolak kejujuran yang ditunjukkan Siami sekeluarga dalam pelaksanaan Ujian nasional? Masih mungkinkah melaksanakan Ujian Nasional (UN) dengan jujur?

Peristiwa pengusiran yang dilakukan oleh warga kepada satu keluarga terkait pelaksanaan Ujian nasional, menurut saya diakibatkan karena besarnya tekanan yang dirasakan oleh mereka. Mereka merasa Ujian Nasional adalah segala-galanya. Anak-anak mereka harus mendapatkan nilai yang bagus agar tidak memalukan. Dan adanya salah anggapan bahwa Ujian Nasional adalah tujuan dari pendidikan. Karena anggapan sebagai tujuan pendidikan maka prilaku mereka adalah menjadikan UN sebagai tujuan akhir. Sehingga kegagalan memperoleh nilai maksimal dianggap sebagai kegagalan pendidikan. Akibatanya, sekolah, guru, dan masyarakat melakukan tindakan-tindakan yang dirasa perlu untuk mendongkrak nilai agar dikatakan berhasil dalam proses pendidikan walaupun harus dengan cara curang.

Lalu, masih mungkinkah menjaga integritas dan kejujuran dalam pelaksanaan Ujian Nasional tahun 2012 ini? Menurut saya, kejujuran masih sangat mungkin diterapkan dalam segala aspek kehidupan kita termasuk dalam dunia pendidikan. Dan khusus dalam pelaksanaan Ujian Nasional, kejujuran adalah mission Possible bila semua pihak yang terkait satu kata dan satu hati. Kesadaran semua pihak bahwa indikator keberhasilan pendidikan tidak hanya dilihat dari hasil UN, tetapi dari banyak indikator lain yang mutlak diperlukan. Kesadaran bahwa nilai UN adalah bagian kecil dari keberhasilan proses pendidikan menjadikan semuanya berpandangan bahwa ada tujuan pendidikan yang lebih penting dan mulia dari sekedar nilai mapel UN.

Kejujuran dalam pelaksanaan UN agar menjadi mission possible maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
  1. luruskan niat
  2. bangun kesadaran bahwa pendidikan bukan sekedar mencari angka, tetapi lebih pada menanamkan value dan attitude dalam kehidupan jangka panjang
  3. sadari juga bahwa hari ini kita memberikan kebohongan, berarti kita telah membangun generasi pembohong. Padahal mereka adalah generasi penerus yang bertanggung jawab pada masa depan Indonesia
  4. jaga integritas
  5. sebagai orang beragama, ingatlah bahwa ketidakjujuran berakibat pada dosa dan kehancuran.

Jika kejujuran adalah bagian tak terpisahkan dari diri kita, maka pakta integritas kejujuran menjadi tidak diperlukan. Apalah artinya tanda tangan pakta integritas kejujuran bila kejujuran itu tidak ada sama sekali dalam kehidupan kita. Meskipun kita disumpah, maka bisa dipastikan sumpah kita adalah sampah. Bukankah para pejabat yang korup juga bersumpah, bahkan atas nama Tuhan? Berarti sumpah mereka adalah sampah!

Ingatlah bahwa kejujuran adalah pangkal kebaikan berkelanjutan, dan sebaliknya kebohongan adalah pangkal kejahatan berkelanjutan. Nabi bersabda :

قَالَ رَسُولُ اللهِ ص م عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا

“Wajib atasmu bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa ke surga. Seseorang yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan dituls oleh Allah sebagai orang yang jujur. Dan wajib atasmu menjauhi bohong, karena kebohongan membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa ke neraka. Orang yang selalu berbohong dan mencari-cari kebohongan akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong” (HR. Muslim dari Abdullah)
Semoga bermanfaat.

Cara mudah memahami Quran

Ketika wahyu pertama "Iqra bismirabbikalladzi kholaq" disampaikan Jibril kepada Muhammad, Rasulullah tidaklah membaca tulisan, melainkan hanya menirukan apa yang diucapkan oleh Jibril. Jadi ada semacam salah kaprah kalau mengajarkan quran dengan alif ba ta tsa


Selanjutnya ketika  menyampaikan ayat tersebut kepada sahabatnya,  Rasulullah juga hanya menyampaikan secara lisan. Para sahabat mendengarkan, menirukan kemudian mengingat dan menghafalnya. 
Hal demikian ini mirip ketika seorang ayah atau guru mengajarkan surah Fatihah kepada anak-anak untuk pertama kalinya. Bedanya para sahabat mengerti bahasa Qur'an, sehingga tidak memerlukan terjemahan. Penjelasan ayatnya pun langsung dilakukan oleh Rasulullah. Sementara kita yang tidak berbahasa arab, tentu memerlukan penterjemahan serta beberapa penjelasan tambahan (syarah) mengenai maksud dari ayat yang disampaikan.

     Tentu saja bukan berarti bahwa pengajaran baca tulis Quran itu tidak penting. Tetapi jangan karena keasyikan belajar membaca kita jadi lupa, bahwa tujuan utama bukanlah membaca melainkan memahami ayat-ayat Allah. 
      Dalam banyak kasus terjadi, orang memahami ayat Allah dengan membaca terjemah, sementara dia belum bisa membaca Quran. Lambat laun kepahaman terhadap ayat Allah mendorongnya untuk menguasai cara membaca sekaligus menterjemahkan Quran. Orang seperti ini cenderung memiliki tingkat kemajuan yang luar biasa dalam 'penguasaan Quran" hingga mendahului orang lain yang hanya belajar membaca tanpa memahami artinya.

Memanfaatkan terjemah Quran
    Beberapa orang mencibir kepada yang hanya membaca terjemah Quran. Mereka katakan "sangat berbahaya belajar Quran dari terjemahan karena kalau salah memahami terjemahan bisa sesat dan menyesatkan." Pendapat demikian tidak sepenuhnya salah, setidaknya setelah membaca terjemah kita juga harus memperkaya wawasan dengan membaca beberapa tafsir Quran.  Akan tetapi secara umum terjemahan telah banyak membantu orang dalam memahami Quran. Quran telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa di dunia, sehingga setiap orang non arab bisa mempelajari Quran dalam bahasanya masing-masing
    Memang ada cara yang lebih ideal yaitu mempelajari secara khusus bahasa arab hingga mampu menterjemahkan Quran dengan sempurna. Akan tetapi untuk sekadar mengetahui artinya, rasanya terjemah Quran yang ada sudah sangat memadai. Setidaknya kita tak perlu menunggu mahir bahasa arab dulu untuk menjadikan Quran sebagai petunjuk.

Duvide, Duvide, Duvide!!!

Você sente que está no seu limite? Que está com um aperto no peito, com um nó na garganta, com a cabeça cheia? E que ainda esperam tanta coisa de você?
Por um momento você sente que não “dará conta do recado”?
Há momentos em que você sente que vai cair por terra?
Há momentos em que você não acredita que será capaz de lidar com alguma coisa?
Agora... como você se sente? Confiante, confortável, com forte disposição e alguma serenidade? Ótimo! Prossiga...
E você que se sente desconfortável, com a ansiedade em alerta vermelho, com medo ou sem motivação?
DUVIDE!!!
Isso mesmo!!! Duvide do que sente, do que se passa na sua cabeça!!! Não acredite no stress; não acredite no medo!!! Não acredite que não dá conta do recado!!!
Você é atleta da vida!!! Duvide de seus limites para poder ir além... Duvide de seus limites, agora!!!!
Siga confiante, pois chegou o tempo de você brilhar. Sua luz é linda quando você levanta a cabeça e para de acreditar que não tem força suficiente, competência, talento, valor.
Duvide!!! Agora!!! Pois você é capaz de muito mais do que imagina!!! Você é ATLETA da VIDA!!!
Você nasceu para vencer! Então levante a cabeça, encha seus pulmões de ar, sinta a força inundando cada célula do seu corpo e soprando todas as nuvens do seu céu interior, para a luz passar.
Atletas da Vida, esta segunda feira será, deste momento em diante, mais do que espetacular! O motivo? VOCÊ!!!
Abraços luminosos, do amigo Lucius Augustus, IN.

Tuntunan Hidup bertetangga

Hidup bertetangga adalah fitrah kemanusiaan manusia, karena dia diciptakan sebagai makhluk sosial. Adalah sebuah keniscayaan manusia saling membutuhkan satu dengan yang lain. Hal ini adalah wajar, dan yang tidak wajar adalah ketika manusia hidup menyendiri, tidak bersosial, egois, nafsi-nafsi. Tetangga memiliki peran penting dalam kehidupan sosial setiap manusia. Mereka adalah orang-orang terdekat. Karena penting dan dekatnya mereka dalam kehidupan sosial setiap manusia, maka Islam memberikan tuntunan dalam hal bertetangga ini.

Baik Al-Qur’an maupun Hadits sama-sama memberikan pentunjuk kepada setiap manusia untuk berbuat baik kepada tetangga. Bahkan juga memberikan larangan untuk mengganggu atau merugikannya. Bentuk gangguan kepada tetangga dapat gangguan verbal, tindakan maupun sikap. Intinya adalah kepada tetangga harus baik, saling menguntungkan, saling melindungi, mengamankan dan bentu membantu atau tolong menolong. Tuntunan Islam jelas bahwa tidak boleh sedikitpun merugikan tetangga dalam bentuk apapun.

Keharusan berbuat baik kepada tetangga levelnya sama dengan keharusan berbuat baik kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, sahabat dan sebagainya. Bahkan pembaca perlu tahu jika berbuat baik atau memulyakan tetangga adalah termasuk indikator iman seseorang kepada Allah dan Hari Akhir.

Allah berfirman :

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا (36) الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, (yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan” (QS An-Nisaa : 36-37).

Dalam sebuah Hadits, Rasulullah SAW menceritakan kalau Malaikan Jibril selalu mengingatkannya untuk berbuat baik kepada tetangganya. Sebagaimana tercantum dalam Hadits berikut ini :

قَالَ مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

Nabi bersabda :"Jibril terus-menerus berwasiat kepadaku agar berbuat baik kepada tetangga hingga aku mengira dia akan mewariskannya." (HR Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah).

Inti dari ajaran ini adalah terciptanya hormoni hidup dalam kehidupan sehari-hari. Dengan saling berbuat baik kepada tetangga maka akan tercipta suasana yang kondusif, rukun, saling bantu, terpupuk rasa empati dan simpati, saling menjaga dan mengamankan, saling menghormati, egaliter dan tidak ada yang elitis, dan sebagainya. Siapapun pasti menginginkan situasi seperti ini.

Sebaliknya, bila antar tetangga tidak saling berbuat baik tetapi malah saling curiga, tidak menghormati, bermusuhan, egois apa yang terjadi? Tentu saja ketidak nyamanan sosial. Mereka tidak saling tegur sapa dan mengenal, bahkan dengan tetangga gandeng tembok. Hal ini terjadi sebagaimana di kawasan-kawasan perumahan (elit). Dengan keadaan demikian, maka salah satu indikator keimanan telah hilang.

Tips islami bertetangga


Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam hidup bertetangga. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut :

1. Memilih tetangga yang saleh

bagi orang-orang yang hendak membeli rumah baru maka satu hal yang perlu dilakukan adalah survey lapangan tetang kehidupan sosial di mana dia berkeinginan untuk tinggal. Ini penting, jangan sampai salah memilih lingkungan sosial. Tetatangga yang baik (saleh) adalah bagian dari sebab terciptanya kebahagiaan rumah tangga.

Rasulullah SAW bersabda,

أربعٌ من السعادةِ المرأةُ الصالحةُ والمسكنُ الواسعُ والجارُ الصالحُ والمركبُ الهنىءُ وأربعٌ من الشقاوةِ المرأةُ السوءُ والجارُ السوءُ والمركبُ السوءُ والمسكنُ

"Empat perkara yang dapat mendatangkan kebahagiaan: istri yang saleh, tempat tinggal yang luas, tetangga yang saleh, dan kendaraan yang bagus. Sedangkan empat perkara penyebab ketidakbahagiaan istri yang jelek perangai, tetangga yang buruk perangai, kendaraan yang buruk, rumah yang sempit” (HR Ibnu Hibban)

2. Menyukai kebaikan bagi tetangganya

Salah satu hal yang dilarang dalam ajaran Islam adalah iri hati, dengki atau hasad. Oleh karena itu, setiap tetangga memperoleh nikmat dari Allah maka umat Islam yang lain diharuskan ikut senang seperti halnya nikmat itu jatuh ke[padanya.

Rasulullah SAW bersabda,


قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ مِنْ الْخَيْرِ

"Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak sempurna keimanan seseorang hingga ia menyukai tetangganya apa yang ia suka bagi dirinya." (HR Ahmad dari Anas).

3. Tak mengganggu/menyakiti baik dengan ucapan maupun perbuatan

Tetangga yang baik adalah orang yang tidak pernah merugikan tetangganya. Tidak pula menyakitinya dalam bentuk apapun. Atau juga menyebabkan tetangga merasa tidak aman. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِي جَارَهُ

"Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia menyakiti tetangganya." (HR Bukhari).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

“Tidak masuk surge orang yang tetangganya merasa tidak aman dari gangguannya” (HR. Muslim)

4. Selalu berbuat baik atau memuliakan kepada tetangga

Rasulullah SAW mengajarkan umatnya agar selalu berbuat baik kepada tetangganya. Beliau bersabda,

قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

"Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memulyakan tamunya" (HR Muslim dari Abu Hurairah).

5. Bersabar terhadap gangguan tetangga

Tetangga yang baik tidak hanya ketika ia tidak mengganggu atau merugikan tetangganya. Akan tetapi, ia juga bersabar terhadap gangguannya. Sangat dianjurkan tetap berbuat baik kepada tetangga meskipun mereka telah merugikannya. Maka sangat perlu untuk lapang dada dan memberikan maaf kepada tetangga yang merugikannya. Maaf yang diberikan akan menyebabkan lebih dekat kepada takwa. Maaf yang diberikan tidak akan merugikannya, tetapi malah akan memperoleh kemulaan dan kemenangan di mata Allah.

قَالَ : مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلّٰهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ

“Shadaqah tidak akan mengurangi harta, Allah tidak menambah sebab pemaafannya kecuali kemulyaan, tidaklah seseorang yang rendah hati karena Allah kecuali Allah akan meninggikan derajatnya”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

6. Memberi makan kepada tetangga yang fakir

Memberikan makan adalah satu bentuk empati atau simpati antar tetangga. Hal ini perlu dipupuk dan dijadikan kebiasaan. Memberi perhatian dan membantu tetangga yang tidak mampu adalah bagian dari ajaran Islam. Rasulullah SAW selalu menekankan pentingnya umat Islam berbuat baik kepada tetangga. Orang yang kenyang sementara tetangga dekat rumahnya kelaparan, dianggap sebagai orang yang tidak beriman kepada Rasul. Beliau bersabda,
يا أنس ما آمن بى من بات جاره جائعا إلى جنبه وهو يعلم

"Ya Anas, tidaklah beriman kepadaku orang yang tidur kenyang, sementara tetangga di sampingnya kelaparan padahal dia tahu". (HR ad-Daelami dari Anas)

Semoga bermanfaat.

Mistery terbelahnya bulan



Makanya jangan kagum pada Amerika bisa ke bulan dan melihat fakta … bahwa bulan pernah terbelah… Subhanallah…. dan Daud Musa Pitkhok pun seorang peneliti Inggris akhirnya memilih Islam sebagai pegangan hidupnya.
Allah berfirman: “Sungguh telah dekat hari qiamat, dan bulan pun telah terbelah (Q.S. Al-Qamar: 1)”
Apakah kalian akan membenarkan kisah yang dari ayat Al-Qur’an ini menyebabkan masuk Islamnya pimpinan Hizb Islami Inggris ??Di bawah ini adalah kisahnya:
Dalam temu wicara di televisi bersama pakar Geologi Muslim, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar, salah seorang warga Inggris mengajukan pertanyaan kepadanya, apakah ayat dari surat Al-Qamar di atas memiliki kandungan mukjizat secara ilmiah ?
Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawabnya sebagai berikut:
Tentang ayat ini, saya akan menceritakan sebuah kisah. Sejak beberapa waktu lalu, saya mempresentasikan di Univ.Cardif, Inggris bagian barat, dan para peserta yang hadir bermacam-macam, ada yang muslim dan ada juga yang bukan muslim. Salah satu tema diskusi waktu itu adalah seputar mukjizat ilmiah dari Al-Qur’an. ; Salah seorang pemuda yang beragama muslim pun berdiri dan bertanya, “Wahai Tuan, apakah menurut anda ayat yang berbunyi [Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah] mengandung ; mukjizat secara ilmiah ? maka saya menjawabnya : Tidak, sebab kehebatan ilmiah diterangkan oleh ilmu pengetahuan, sedangkan mukjizat tidak bisa diterangkan ilmu pengetahuan, sebab ia tidak bisa menjangkaunya. Dan tentang terbelahnya bulan,
maka itu adalah mukjizat yang terjadi pada Rasul terakhir Muhammad shallallahu
‘alaihi wassalam sebagai pembenaran atas kenabian dan kerasulannya,sebagaimana nabi-nabi sebelumnya.
Dan mukjizat yang kelihatan,

maka itu disaksikan dan dibenarkan oleh setiap orang yang melihatnya. Andai hal itu tidak termaktub di dalam kitab > Allah hadits-hadits Rasulullah, maka tentulah kami para muslimin di zaman ini tidak akan mengimani hal itu. Akan tetapi hal itu memang benar termaktub di dalam Al-Qur’an dan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam.
Dan memang Allah ta’alaa benar-benar Maha berkuasa atas segala sesuatu.
Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar pun mengutip sebuah kisah Rasulullah membelah bulan. Kisah itu adalah sebelum hijrah dari Mekah Mukarramah ke Madinah. Orang-orang musyrik berkata, “Wahai Muhammad, kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa ; membuktikan kenabian dan kerasulanmu (mengejek dan mengolok-olok)?” Rasulullah bertanya, “Apa yang
kalian inginkan ? Mereka menjawab: Coba belahlah bulan, ..”
Maka Rasulullah pun berdiri dan terdiam, lalu berdoa kepada Allah agar menolongnya. Maka Allah memberitahu Muhammad agar mengarahkan telunjuknya ke bulan. Maka Rasulullah pun mengarahkan telunjuknya ke bulan, dan terbelahlah bulat itu dengan
sebenar-benarnya. Maka serta-merta orang-orang musyrik pun berujar, “Muhammad,
engkau benar-benar telah menyihir kami!” Akan tetapi para ahli mengatakan bahwa sihir, memang benar bisa saja “menyihir”orang yang ada disampingnya akan tetapi tidak bisa menyihir orang yang tidak ada ditempat itu. Maka mereka pun pada menunggu orang-orang yang akan pulang dari perjalanan. Maka orang-orang Quraisy pun bergegas menuju keluar batas kota Mekkah menanti orang yang baru pulang dari perjalanan. Dan ketika datang rombongan yang pertama kali dari perjalanan menuju Mekkah, maka orang-orang musyrik pun bertanya, “Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh dengan bulan?”
Mereka menjawab, “Ya, benar. Pada suatu malam yang lalu kami melihat bulan terbelah menjadi dua dan saling menjauh masing-masingnya kemudian bersatu kembali…!! !”
Maka sebagian mereka pun beriman, dan sebagian lainnya lagi tetap kafir (ingkar). Oleh karena itu, Allah menurunkan ayat-Nya: Sungguh, telah dekat hari qiamat, dan telah terbelah bulan, dan ketika melihat tanda-tanda kebesaran Kami, merekapun ingkar lagi berpaling seraya berkata, “Ini adalah sihir yang terus-menerus”, dan mereka mendustakannya, bahkan mengikuti hawa nafsu mereka. Dan setiap urusan benar-benar telah tetap ….sampai akhir surat Al-Qamar.
Ini adalah kisah nyata, demikian kata Prof. Dr.Zaghlul Al-Najar. Dan setelah selesainya Prof. Dr. Zaghlul menyampaikan hadits nabi tersebut, berdiri seorang muslim warga Inggris dan memperkenalkan diri seraya berkata, “Aku Daud Musa Pitkhok, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris. Wahai tuan, bolehkah aku menambahkan?”
Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawab: Dipersilahkan dengan senang hati.”
Daud Musa Pitkhok berkata, “Aku pernah meneliti agama-agama (sebelum menjadi muslim), maka salah seorang mahasiswa muslim menunjukiku sebuah terjemah makna-makna Al-Qur’an yang mulia. Maka, aku pun berterima kasih kepadanya dan aku membawa terjemah itu pulang ke rumah. Dan ketika aku membuka-buka terjemahan
Al-Qur’an itu di rumah, maka surat yang pertama aku buka ternyata Al-Qamar. Dan aku pun membacanya: “Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah…….”
Maka aku pun bergumam: Apakah kalimat ini masuk akal? Apakah mungkin bulan bisa terbelah kemudian bersatu kembali?? Andai benar, kekuatan macam apa yang bisa melakukan hal itu??? Maka, aku pun menghentikan dari membaca ayat-ayat selanjutnya dan aku menyibukkan diri dengan urusan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi Allah Yang Maha Tahu tentang tingkat keikhlasan hamba-Nya dalam pencarian kebenaran. Maka aku pun suatu hari duduk di depan televisi Inggris.
Saat itu ada sebuah diskusi diantara presenter seorang Inggris dan 3 orang pakar ruang angkasa AS. Ketiga pakar antariksa tersebut pun menceritakan tentang dana yang begitu besardalam rangka melakukan perjalanan ke antariksa, padahal saat yang sama dunia sedang mengalami masalah kelaparan, kemiskinan, sakit dan perselisihan. Presenter pun berkata, ” Andai dana itu digunakan untuk memakmurkan bumi, tentulah lebih banyak berguna”. Ketiga pakar itu pun membela diri dengan proyek antariksanya dan berkata,
“Proyek antariksa ini akan membawa dampak yang sangat positif pada banyak segmen
kehidupan manusia, baik segi kedokteran, industri, dan pertani an. Jadi pendanaan
tersebut bukanlah hal yang sia-sia, akan tetapi hal itu dalam rangka pengembangan kehidupan manusia.
Dan diantara diskusi tersebut adalah tentang turunnya astronot menjejakkan kakiknya di bulan, dimana perjalanan antariksa ke bulan tersebut telah menghabiskan dana tidak kurang dari 100 juta dollar.
Mendengar hal itu, presenter terperangah kaget dan berkata, “Kebodohan macam apalagi ini, dana begitu besar dibuang oleh AS hanya untuk bisa mendarat di bulan?” Mereka pun menjawab, “Tidak, ..!!! Tujuannya tidak semata menancapkan ilmu pengetahuan AS di
bulan, akan tetapi kami mempelajari kandungan yang ada di dalam bulan itu sendiri, maka kami pun telah mendapat hakikat tentang bulan itu, yang jika kita berikan dana lebih dari 100 juta dollar untuk kesenangan manusia, maka kami tidak akan memberikan
dana itu kepada siapapun.
Maka presenter itu pun bertanya, “Hakikat apa yang kalian telah capai sehingga demikian mahal taruhannya. Mereka menjawab, “Ternyata bulan > pernah mengalami pembelahan di suatu hari dahulu kala, kemudian menyatu kembali.!!!
Presenter pun bertanya, “Bagaimana kalian bisa yakin akan hal itu?”
Mereka menjawab, “Kami mendapati secara pasti dari batuan-batuan yang terpisah terpotong di permukaan bulan sampai di dalam (perut) bulan.
Maka kami pun meminta para pakar geologi untuk menelitinya, dan mereka mengatakan, “Hal ini tidak mungkin telah terjadi kecuali jika memang bulan pernah terbelah lalu bersatu kembali”.
Mendengar paparan itu, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris mengatakan, “Maka aku pun turun dari kursi dan berkata, “Mukjizat (kehebatan) benar-benar telah terjadi pada diri Muhammad sallallahu alaihi wassallam 1400-an tahun yang lalu. Allah benar-benar telah mengolok-olok AS untuk mengeluarkan dana yang begitu besar, 100 juta dollar lebih, hanya untuk menetapkan akan kebenaran muslimin !!!!
Maka, agama Islam ini tidak mungkin salah … (aku pun bergumam), “Maka, aku pun membuka kembali Mushhaf Al-Qur’an dan aku baca surat Al-Qamar, dan … saat itu adalah awal aku menerima dan masuk Islam.

Foto Rumah Nabi

 Apakah anda sudah pernah melihat foto rumah Nabi, kamar Nabi dan Siti Khadijah, Mihrab Nabi, Kuburan ahli bait Nabi dan foto masjid Al Imam Ali Al-Oraidhi? Saya yakin anda belum pernah melihatnya. Foto foto ini sangat langka dan tidak mudah didapatkan. Alangkah untungnya anda bisa melihat di situs ini foto foto trb.

rumah-nabi1
rumah-nabi-21
bak-air-nabi
mihrab-nabi
pemakaman-kel-nabi




masjid-ali-al-uraidhi

Sumber: http://hasanalsaggaf.wordpress.com/foto-foto-bersejarah-2/foto-rumah-nabi/

Zerando o Karma: a Dinâmica

A lei do karma convida ohomem a assumir a responsabilidade pela própria vida, pelo que sente, pelo que experiência,pelo que vive.

Trata-se de causas e efeitos que se alinham para proporcionar oportunidade deequilíbrio (o terceiro aspecto que a lei objetiva é a neutralidade, ouseja, através do ajustamento entre efeitos e suas causas, o indivíduochega ao terceiro aspecto, que é
um passo
pelo Caminho do Meio – o equilíbrio).

Aquele que vive oequilíbrio, sente algo fantástico – a Harmonia. E aquele que experiência aharmonia, facilmente chega ao amor incondicional. Viver o Agora, de modoamoroso - tomar por referência o Amor como base de toda Ação-  produz Saber, e  este leva à Iluminação, que efetiva a Liberdadeincondicionada do Ser – a Autorealização.

Mas, voltemos à Lei dokarma: quando o sujeito reconhece que é e vive os efeitos de suaspróprias causas, compreende que no exato momento de sua percepção (o quechamamos de ‘Momento Presente’) é responsável pelo que pensa, fala, faz esente, e isso significa a causa que põe em movimento.

A responsabilidade deadministrar os sentimentos e pensamentos, para que o agir e o falar sejamordenados, proporciona crescente serenidade, e esta, o equilíbrio (serenidade +compreensão).

Ser responsável por sua própriavida pode ser entendido como  inconveniente – dá trabalho. 

Viver algo que não pareceinteressante, um problema, por exemplo, não parece ser algo convidativo paraassumir como efeito da própria causa, e causa dos efeitos futuros.Parece ser muito mais fácil mal dizer, rejeitar, procurar culpados e tentarescapar ou administrar desconfortável indisposição, por uma questão desobrevivência.

A Simplicidade nos convida à Responsabilidade.

Você está sofrendo agora?Acredite: tudo passa. Isso passará. Reconheça que neste momento, você é causade seus efeitos futuros, um escritor do roteiro de suas vidas. Escreva linhasconscientes, responsáveis.

Sabe o que é esperado de você?Que você seja autêntico e faça seu melhor possível – aquilo que é capaz dediscernir.

Não é esperado de você que realize algo que estáalém de sua percepção. O que for idealizado pode não corresponder com aquiloque está disponível para utilizar na ação.

Portanto, seja você, efaça aquilo que depende de você, com consciência do momento e consciência doplantio de sua própria colheita futura. A vida é uma benção, e você igualmente.

A lei é uma aliada, nãouma inimiga. Valha-se da Lei do Karma para evoluir e para experienciar a bemaventurança.

Torço pela sua realização.

Um Amoroso e carinhoso abraço do amigo, Lucius Augustus, IN.

Zerar Karma? O Plantio

Carma ou karma é uma lei que abarca todos os seres humanos, e além. Não há acaso. Não há uma situação sequer que não seja efeito de uma causa anterior. 

Compreender a Lei do Karma pode ser um alívio, pois reconhecemos uma Ordem Universal, e podemos confiar, que, graças a ela, mesmo que o momento não seja o mais agradável, serve de meio para que cheguemos (todos nós sem exceção) à paz, o contentamento e a integração consciente com o Todo.

Maaaaas... Causa, efeito, efeito da própria causa...

“Xiii! Então sou responsável pelo que sinto, pelo que vivo, Lucius?”... Sim...  Todos nós somos responsáveis pelas nossas próprias vidas. O que vivemos é efeito de nossas causas, mas, acima de tudo, AGORA, somos causas de nossos efeitos futuros... e isso quer dizer que além de alívio, a Lei é um convite à responsabilidade.

Reconhecer que somos responsáveis, neste momento, pelo que viveremos e sentiremos pode parecer bem chato e trabalhoso.

Melhor improvisar, fazer de qualquer modo, não é? Mais fácil?  Mas somos nós, nosso amanhã, nossa colheita... Não é mais interessante um plantio consciente e responsável, do que um plantio por impulso, feito de qualquer jeito?

“Lucius, você quer me dar mais trabalho do que já tenho?”... hehehe... Sei que no começo soa como mais uma tarefa, uma responsabilidade extra, mas com a prática, significa economia de energia, e, além disso, muito recompensador (mas muito mesmo!).

Pensa bem: fazer algo bem feito de imediato é melhor do que fazer de qualquer jeito e precisar consertar, refazer ou lamentar os efeitos, não é?

Com prática, passa a ser uma delícia tratar com cada pessoa, com cada fato, com cada situação como importantes e merecedoras de toda a atenção. Vira um hábito. E Agir desse modo, começa a nutrir dentro da gente uma espécie de serenidade... (Falarei disso no próximo post, ok?? Até como uma dica para zerar todo o karma)

Então, vai guardar um sapato... Não joga, guarda. Vai utilizar uma gaveta? Preste atenção e aja como se fosse o mais importante (melhor do que ter que passar a vida arrumando gavetas de tempos em tempos, é ou não é?).

Gavetas... Ahhh, as gavetas bagunçadas... Efeitos de causas improvisadas...

Vamos cuidar das gavetas de nossas vidas, amigos?

(Experimenta por alguns dias, e se gostar você estende por mais, e vai decidindo nesse sentido)

Um abraço,
Do amigo, Lucius Augustus, IN.

O Tédio e o Sorvete de Azeitona


Karma: atende à Lei do Equilíbrio, alinhando efeitos às suas causas (para fechar no terceiro aspecto – a neutralidade), assim a Ordem Universal é preservada e podemos progredir... Mas, vamos combinar: não precisa produzir causas desordenadas por falta do que fazer, nem colocar uma pedra no sapato, ok?

Primeiro a piada (ou será realidade?)
O garoto na sorveteria  perguntando:
— tem sorvete de azeitona?
— Não temos!
Dia seguinte, o menino está de volta:
— tem sorvete de azeitona?
— Já disse que não, menino!
No outro dia, a cena se repete e assim por diante...
Até que um dia o sorveteiro, irritado:
— Tem sim!
E o garoto:
— Éééééééca!

  • Agora a realidade (ou será piada?)
 “Amor, você tem alguma coisa?” 
— “Não  benzinho, tá tudo bem”
— “Sei não... você tá estranha”
 “impressão sua, querido”
 “É mesmo? Parece brava... sei lá... talvez, chateada comigo...”
”Hmmm... estranho isso... eu tenho algum motivo pra ficar brava com você...”querido”?”
 “Como assim, benhê... tá desconfiando que fiz alguma coisa?”
— ”Não, mas você fica insistindo, perguntando... que dá até pra estranhar”
— “Ah é? Então você desconfia de mim , não é? Foi sua irmã que botou minhocas na sua cabeça, aposto!”
— “Quê?... como assim... minha irmã? Que estória é essa? O que você aprontou?”
“Tá vendo só?... não posso nem sair com meus amigos, que sua irmã já interpreta do jeito dela e te contamina!!!"
— “Posso saber onde o senhor foi com os amigos???”
 “Bem... nada de mais... tomar umas e outras... jogar conversa fora... nada de mais... coisinha a toa”
— “É por isso que você chegou tão tarde do trabalho, não é? Não me ama mais? Não quer ficar comigo e vai com seus amigos pra esses lugares suspeitos?"
“Do que você está falando? Que lugar suspeito? A sua irmã estava lá na balada também!!!”
“Ah, o senhor foi pra balada e nem me chamou, não é”... “bem que minha mãe falou”(sussurro) ... “você tá me traindo não é... não sou mais atraente pra você, é isso?”.
— “Que é isso meu anjo... não chora, eu te amo... fui  só tomar umas cervejas com os amigos e vi sua irmã com as amigas... nada de mais”.
— “Jura? Você não estava me traindo? Não se cansou de mim?. 
 “Claro que não! Adoro ficar com você... não chora”. 
— “Ta bom... vou acreditar... vem jantar, vem? Fiz uma comidinha bem gostosa pra nós...” 
— “hmmm... imagino  querida... o cheirinho está ótimo...  mas...macarrão de novo??? Tá estranha mesmo!!!"
— "Ahhhh... chega!!! Não cozinho mais pra você... vá comer nas suas baladas...com seus amigos!" 
— “Ah... te peguei; agora eu sei porque você está estranha... o que é que sua mãe falou de mim?

Até a Lei do Karma fica de queixo caído... Como gostam de sorvete de azeitona...

Abraço, do amigo Lucius Augustus

Quran bukanlah sekedar bacaan semata

Pahala bagi orang yang membaca Quran memang sangat besar. Akan tetapi meneliti dan memahami makna ayat-ayat Quran merupakan hal terpenting yang tak boleh dilupakan. Banyak terjadi seorang muslim mendendangkan bacaan Quran, sementara perilaku dan tujuan hidupnya bertentangan dengan ayat yang dibacanya itu. Kita membaca Quran, tapi tidak mengerti artinya. Berikut penjelasannya


   Quran bukanlah sekedar bacaan. Allah menurunkan Quran sebagai penjelas segala sesuatu, petunjuk dan rahmat bagi mu'minin
"Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri." (QS: An Nahl  89)  (QS Yusuf  111)
Frasa "segala sesuatu" tentu saja mencakup segala persoalan manusia di dunia mulai dari masalah kejiwaan yang bersifat personal sampai masalah umum masyarakat dan negara, ekonomi, politik sosial dan budaya. Tak terkecuali beberapa isyarat Quran dalam bidang sains teknologi. (salah satunya rekayasa teknologi serat komposit berbahan dasar rami yang kekuatannya melebihi  baja)
     Jika Quran menjadi penjelas segala sesuatu kemudian kaum muslimin mau memahami penjelasan tersebut, tentu tidaklah sulit untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan umat dewasa ini agar kemudian bisa mengembalikan kejayaan dan kemuliaan Islam.
Disinilah letak kebenaran firman Allah,
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah diri mereka sendiri"  (QS: ar Ra'd 11)
artinya selama Quran hanya dipakai sebagai bacaan tanpa dimengerti maknanya, maka selama itu pula kaum muslimin tidak akan muncul sebagai khalifah fil ardli yang ditaati oleh dunia. Muslimin justru menjadi bulan-bulanan  musuh Allah, sampai-sampai ketika saudara kita diperangi kita hanya bisa menonton, bersedih tanpa bisa mencegah kezaliman musuh.
    Namun ketika kita mengubah diri kita, mengubah sikap kita terhadap Quran, mau meneliti dan memahami Quran kemudian bersungguh-sungguh menerapkan kandungan Quran dalam kehidupan nyata, sehingga Quran benar-benar kita jadikan petunjuk, maka Allah pasti "mengubah keadaan" kaum muslimin. Allah telah menetapkan dalam Zabur bahwa bumi ini hanya akan diwarisi (dikuasai dengan sebenar benarnya) oleh hambaNya yang shalih. 
"Laqad katabna fis zabur min ba'di dz dzikri, annal ardlo yaritsuha ibadiyas shalihun" (QS: Al  Anbiya 105)

“Medo eu não te quero mais” - Vamos tomar um chá?

A vida sempre leva você para onde você precisa estar. Neste exato momento, onde você está? O que está vivendo? Quais relações? Como você tem percebido tudo isso?

Você pode considerar que não há segurança, prazer; que há preocupação, tensão, medo; que há injustiça, revolta, indignação, enfim, que você não tem sentido satisfação... E se soltar nos braços da vida? Nem pensar, não é? 

Tá legal... Vamos prosseguir juntos por estas linhas...

Esta certeza eu posso te dar! Muitos conquistaram e continuam conquistando essa convicção – e sou um destes, (e eu aposto que você chegará à mesma certeza): a vida flui para a harmonia, a abundância e a paz.

A interpretação – o como a vida é compreendida – é que faz com que o sofrimento se configure.  Não há entrega, não há confiança. A gente não se entrega para a vida porque parece assustador não controlar...

Que tal se soltar?  É muito bom!

Tenho dois convites a você: que tal tomarmos um chá perfumado e também uma boa dose de fé? Você aceita meus convites?

Sabe que quando a gente sofre, é muito comum perceber que estamos lutando, tentando controlar, buscando garantias, rejeitando alguma coisa...

Muita luta... Muita, muita luta... Gente, é muita tentativa de controlar, de garantir... Lutando vivemos inseguros e repletos de dúvidas... Se soltar convoca a Fé.

Quando a gente se solta, se entrega e exercita a fé,a luta vai perdendo o sentido... E, à medida em que pacificamos, tudo vai entrando nos eixos. Finalmente vamos conhecendo a Harmonia.

Quer segurança? Procure dentro de você e em suas ações... Segurança é se soltar nos braços da Vida... é como se jogar no colinho de Deus... E, fala sério: que colinho mais fantástico e delicioso, não?

Nenhum tesouro da Terra pode proporcionar a segurança do SER. A vida é segura, e se soltar em seus braços é delicioso e renovador...

Vamos lá... Se solta... Vai te fazer um bem danado de bom!

E o chá? Quando você quiser...

Um abraço, do amigo Lucius Augustus, IN.

Seputar Memudarnya Jati Diri Bangsa

Materi Dakwah Islam dan Kultum kali ini menyoroti persoalan yang terkait dengan jati diri bangsa. Ya, jati diri bangsa yang akhir-akhir ini pantas kita pertanyakan. Kalau mau jujur menilai bahwa saat ini Indonesia telah mengalami proses memudarnya jati diri bangsa—sekedar untuk tidak menyebut kehilangan jati diri.

Jati diri adalah sebuah istilah

Menjadi tugas siapa saja, termasuk para guru untuk mengembalikan jati diri bangsa kepada yang semestinya. Guru berkewajiban menanamkan jati diri bangsa dalam dada setiap anak didik. Dalam kontek ini, guru memiliki peran strategis karena guru berada dalam garis terdepan untuk menanamkan nilai kepada anak didik.

yang digunakan untuk menggambarkan akan cirikhas yang tidak dimiliki oleh fihak lain berupa sifat, tindakan, sikap, maupun prilaku. Dan bila digandengkan dengan kata bangsa sehingga menjadi jati diri bangsa maka berarti identitas dan ciri khusus yang dimiliki oleh suatu bangsa tertentu dan membedakannya dengan bangsa lain.

Indonesia sebagai bangsa juga dikenal memiliki jati diri yang unik dan sangat spesial. Kekhasan jati diri ini dikenal hingga ke manca negara dan membuat penduduknya bangga. Kekhasan jati diri Indonesia sebagai bangsa adalah sangat religius, murah senyum, ramah tamah, rukun; guyub; sak iyek sak eko proyo, suka tolong menolong, lebih mengedepankan musyawarah dalam menyelesaikan berbagai persoalan serta sangat welcome (terbuka) terhadap suku bangsa lain.

Sayangnya, semua yang tersebut di atas adalah jati diri pada masa-masa dulu. Masa-masa ketika semua warga negara sepakat untuk mempertahankan jati diri bangsa. Tetapi sekarang, jati diri itu menjadi sangat kabur dan remang-ramang. Sulit sekali untuk mengatakan bahwa apa yang dulu disebut sebagai jati diri bangsa sekarang masih ada.

Lihatlah fakta-fakta bahwa bangsa Indonesia telah kehilangan religiusitas, menurunnya empati dan simpati kepada saudara sebangsa, dalam menyelesaikan masalah lebih mengedepankan kekerasan dari pada musyawarah, banyaknya pertumpahan darah, dan di mana-mana terjadi kekerasan. Sekali lagi ini membenarkan anggapan bahwa kita sebagai bangsa telah kehilangan jati diri yang dulu sangat dibanggakan.

Menjadi tugas siapa saja, termasuk para guru untuk mengembalikan jati diri bangsa kepada yang semestinya. Guru berkewajiban menanamkan jati diri bangsa dalam dada setiap anak didik. Dalam kontek ini, guru memiliki peran strategis karena guru berada dalam garis terdepan untuk menanamkan nilai kepada anak didik.

Bangsa Indonesia memiliki falsafah yang luar biasa hebat. Falsafah bangsa tersebut tertuang jelas dalam rumusan Pancasila. Dalam pancasila tersebut secara urut disebutkan bahwa:
  1. kita adalah bangsa yang berketuhanan
  2. kita adalah bangsa yang menjunjung tinggi kemanusiaan
  3. kita adalah bangsa yang mencintai persatuan dan kesatuan
  4. kita adalah bangsa yang lebih mengedepankan musyawarah dalam menyelesaikan berbagai macam persoalan
  5. dan kita adalah bangsa yang menjunjung tinggi keadilan

Islam dan jati diri bangsa


Islam adalah agama yang kaffah (sempurna), sesuai dengan situasi dan kondisi. Juga sangat cocok dengan perkembangan zaman dan dapat menjawab persoalan-persoalan yang menyertainya, termasuk masalah jati diri bangsa.

Menjawab persoalan jati diri bangsa adalah tugas setiap umat Islam Indonesia, termasuk guru Pendidikan Agama Islam (PAI). Apa yang menjadi jati diri bangsa sangat mudah untuk dijelaskan dengan pendekatan Islam. Sekali lagi, seluruh umat Islam Indonesia dan para guru Pendidikan Agama Islam mempunyai kewajiban mengembalikan jati diri bangsa yang hilang melalui jalur pendekatan Islam.

Mengembalikan jati diri bangsa Indonesia dengan pendekatan Islam dapat disimak melalaui contoh-contoh ajarannya, yaitu :


Tentang kemanusiaan dapat dilihat dari larangan membunuh atau menghilangkan nyawa. Bahkan dalam ajaran Islam, menghilangkan nyawa seorang manusia sama dengan membunuh seluruh umat manusia. Hal ini tergambar dengan jelas dalam Q.S. Al-Maidah : 32.

...مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ...

“…barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya…”

Tentang empati dan simpati yang melahirkan jiwa suka tolong menolong, Islam secara tegas memerintahkan tolong menolong antar sesame selama dalam kebaikan dan takwa. Bahkan orang yang dapat tidur nyenyak karena kekenyangan sementara orang lain tidak dapat tidur karena merasakan lapar dianggap sebagai orang yang tidak beriman.

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah : 2)

يَا أَنَس مَا آمَنَ بِىْ مَنْ بَاتَ جَارُهُ جَائِعًا إِلٰى جَنْبِهِ وَهُوَ يَعْلَم

"Bukanlah Mukmin orang yang kenyang, sementara tetangga di sampingnya kelaparan." (HR. Ad-Daelami dari Anas)

Tentang musyawarah, Islam sangat mengajarkan musyawarah kepada pemeluknya untuk menyelesaikan tiap masalah dan mewajibkan untuk mentaati setiap kesepakatan yang diambil melalui musyawarah. Dijamin oleh Nabi Muhammad bahwa orang yang menyelesaikan persoalannya dengan musyawarah tidak akan kecewa.

مَا خَابَ مَنِ اسْتَخَارَ وَلاَ نَدْمَ مَنِ اسْتَشَارَ وَلاَ عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ

“tidak akan rugi orang yang istikharah, tidak akan kecewa orang yang bermusywwarah, dan tidak akan miskin orang yang hidupnya hemat” (HR. Thabrani)

Demikianlah contoh-contoh ajaran Islam yang dapat dijadikan rujukan mengembalikan jati diri bangsa Indonesia. Masih banyak lagi ajaran Islam yang lain misalnya ajaran tentang ketuhanan, keadilan, persatuan dan kesatuan dan sebagainya. Dan guru-guru Pendidikan Agama Islam dapat juga menanamkan ajaran Islam tersebut kepada anak didik sebagai bagian dalam menanamkan nilai luhur bangsa Indonesia.

Semoga bermanfaat.

Akibat buruk bagi orang yang tidak memperhatikan Al Qur'an

Keengganan untuk memperhatikan dan memahami Quran lambat laun akan membuat  hati menjadi keras hingga sampai satu kondisi dimana tak kan lagi bisa memahami Qur’an sama sekali. Quran menyebut dengan istilah hati yang telah ditutup
Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang tidak (mau) memahami (QS: Ar-Rum:59)
Banyak orang mengatakan bahwa adanya orang tidak mau beriman penyebab utamanya adalah karena Allah mentakdirkannya demikian. padahal sebenarnya yang terjadi adalah sebaliknya. Ditutupnya hati seseorang disebabkan sikapnya yang tidak mau memperhatikan dan memahami Quran. Berikut ini penjelasannya

Pada tingkat tertentu orang orang yang tetap tak mau memperhatikan Quran, bahkan setelah diingatkan berkali-kali untuk memperhatikan Quran tapi justru berpaling dari Quran, orang seperti ini disebut oleh Allah sebagai orang yang paling zalim. Tak akan lagi ada orang yang bisa menasihati orang seperti ini. Nasihat dari Allah saja dia remehkan, apalagi nasihat orang . 
"Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya, (QS: Al Kahfi 57)

Memang benar yang diceritakan dalam ayat di atas adalah orang kafir. Akan tetapi, sifat enggan membaca,  malas mendengar Quran, enggan mempelajari Quran, tidak mau meneliti maknanya, sebenarnya sifat semacam itu sering kali masih ada dalam hati kita. Bahkan ada seorang muslim yang ketika diperingatkan dengan ayat-ayat Quran justru menentang. Dia membiarkan sifat kekafiran bersemayam dalam hatinya. Jika terus berlanjut bisa jadi dia termasuk kelompok yang disebut  dalam QS Al Kahfi 57 di atas. 
     Oleh karenanya tak ada pilihan bagi kita kecuali membersihkan diri dari sifat sifat seperti itu. Kita harus mulai mempergunakan mata, pendengaran dan hati untuk memperhatikan dan memahami Quran dengan sungguh-sungguh.

Manajemen Rohaniah atas Musibah

Musibah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai kejadian (peristiwa) menyedihkan yang menimpa; bencana; dan malapetaka. Bagi seseorang yang tertimpanya, akan mengalami peristiwa traumatis dan kesedihan yang luar biasa. Lama tidaknya efek kesedihan yang diakibatkan oleh sebuah musibah bagi si penerima, sangat tergantung pada kekuatan psiko-rohani

Bagi orang yang beriman, musibah adalah sebuah keniscayaan. Setiap orang yang beriman juga menyadari bahwa suatu saat nanti pasti akan mendapatkan ujian (musibah) dari Allah dalam bentuk apapun dan dalam waktu kapanpun sesuai dengan ketentuan Allah

dan efektifitas menjalankan manajemen musibah dalam kontek rohani.

Allah berfirman :

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ . الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun".” (QS. Al-Baqarah : 155-156)

Musibah yang dialami oleh seseorang dalam berbagai bentuknya dapat dipahami sebagai sebuah ujian keimanan, azab atau siksa, dan peringatan dari Allah SWT.

Bagi orang yang beriman, musibah adalah ujian. Artinya, setiap individu beriman akan mendapatkan ujian keimanan yang berupa musibah sesuai kadar keimanannya. Ujian ini dikandung maksud untuk menguji kadar dan kualitas keimanam seseorang. Semakin dia mampu bersabar dalam menghadapi ujian (musibah) dari Allah maka semakin berkualitaslah keimanannya. Bagi orang yang beriman, musibah adalah sebuah keniscayaan. Setiap orang yang beriman juga menyadari bahwa suatu saat nanti pasti akan mendapatkan ujian (musibah) dari Allah dalam bentuk apapun dan dalam waktu kapanpun sesuai dengan ketentuan Allah.

Sedangkan bagi orang-orang yang banyak berbuat kemaksiyatan kepada Allah, musibah sesungguhnya adalah azab atau siksa di dunia. Dalam banyak ayat maupun Hadits dijelaskan bahwa setiap kejahatan yang dilakukan manusia, apapun bentuk dan dalam kadar apapun, akan membawa konsekuensi ilahiyah. Konsekuensi ilahiyah inilah yang kemudian disebut dengan azab atau musibah. Musibah yang dialami orang-orang kafir merupakan siksa di dunia, sedangkan di akherat dia masih harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah dalam Majlis sidang Makhsyar.

Sedangkan bagi orang-orang yang tingkat kemaksiyatannya kecil, musibah merupakan peringatan atau cambuk untuk segera kembali kepada jalan yang benar.

Orang-orang yang beriman tiap kali tertimpa musibah hal pertama yang selayaknya dilakukan adalah muhasabah atau evaluasi diri. Hal ini dilakukan dalam rangka berjaga-jaga, jangan-jangan musibah yang sedang menimpanya adalah azab atau peringatan Allah karena dosa dan kemaksiyatannya. Kesadaran untuk selalu evaluasi diri dalam situasi apapun akan berdampak pada sikap takwa.

Manajemen Musibah

Apabila kita tertimpa musibah, maka kita harus melakukan langkah-langkah yang diperlukan dalam mengelola musibah tersebut.

Musibah yang dialami oleh seseorang dalam berbagai bentuknya dapat dipahami sebagai sebuah ujian keimanan, azab atau siksa, dan peringatan dari Allah SWT

Langkah-langkah pengelolaan ini kemudian kita sebut sebagai manajemen rohaniah (manajemen yang bersifat rohani) musibah. Pengertian manajemen musibah yang dimaksudkan dalam blog Materi Dakwah Islam dan Kultum ini tentu berbeda dengan pengertian pemerintah. Kalau manajemen musibah dalam terminologi pemerintah adalah bagaimana mengambil tindakan dalam kontek fisik setelah terjadinya bencana. Misalnya adalah mengalokasikan anggaran, membangun dapur umum, membagikan tenda, selimut, dsb. Kalau dalam blog ini dimaksudkan sebagai tindakan pribadi yang bersifat rohani setelah menerima musibah dari Allah.

Tindakan-tindakan yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang beriman dalam rangka mengelola musibah adalah sebagai berikut :
  1. muhasabah
  2. Orang-orang yang beriman tiap kali tertimpa musibah selayaknya hal pertama yang dilakukan adalah muhasabah atau evaluasi diri. Hal ini dilakukan dalam rangka berjaga-jaga, jangan-jangan musibah yang sedang menimpanya adalah azab atau peringatan Allah karena dosa dan kemaksiyatannya. Kesadaran untuk selalu evaluasi diri dalam situasi apapun akan berdampak pada sikap takwa.
  3. membangun kesadaran bahwa musibah adalah sebuah keniscayaan dan berlakunya bagi seluruh orang beriman, tidak hanya dia seorang yang tertimpa musibah
  4. Hal ini penting, mengingat ada sebagian orang yang beranggapan bahwa yang mendapatkan musibah hanya dia seorang sementara yang lain berlimpah nikmat dan anugrah Allah. Biasanya hal ini berakibat pada tidak ikhlasnya seseorang menerima ketentuan dan kehendak Allah. Demikian juga tidak diperkenankan munculnya anggapan bahwa musibah yang menimpanya adalah paling besar dan berat bila dibandingkan dengan musibah yang menimpa orang lain.
  5. bersabar, yaitu membangun kesadaran bahwa musibah adalah bagian dari ketentuan dan pengaturan Allah bagi hamba-hambanya
  6. Bagi orang yang beriman penting memahami dan mensikapi lafal :
    اِنَّا لِلّٰهِ وِانَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ
    “sesungguhnya kami adalah milik Allah dan susungguhnya kami akan kembali kepada-Nya” Lafal di atas mengandung pernyataan bahwa manusia termasuk seluruh yang melekat padanya : jiwa, raga, harta benda, keluarga dan sebagainya adalah milik Allah. Dan pasti apapun –karena milik Allah—akan kembali kepada-Nya.
  7. bertawakkal, menyerahkan semuanya kepada Allah
  8. Orang-orang yang beriman yakin bahwa musibah merupakan bagian dari rencana dan kehendak Allah atas hamba-hambanya. Maka serahkan saja semuanya kepada Allah sebagai Dzat yang Maha Mengatur. Tidak ada gunanya meratap dan menangis yang berlebihan, apalagi mengajukan protes kepada Allah.
  9. berdoa, mohon kepada Allah untuk diberikan yang terbaik
  10. Di antara doa yang dapat dibaca saat tertimpa musibah adalah :
    اللهم اجرني في مصيبتي واخلف لي خيرا منها
    ALLO-HUMMA AJIRNI- Fl-MUSHIBATI- WAKHLUFLI- KHAIRAN MINHA- “Ya Allah berilah aku pahala dalam musibahku dan gantikanlah untukku yang lebih baik daripadanya"
  11. segera bangkit
  12. Segera mulai beraktifitas kembali. Jangan biarkan pikiran-pikiran kosong dan angan-angan tentang peristiwa yang baru saja menimpa mengganggu. Semakin lama berdiam diri dan berangan-angan maka akan semakin lama pula musibah tersebut mengganggu baik fisik maupun psikis. Jangan sampai musibah yang sesungguhnya merupakan ketentuan dan kehendak (qudrah dan iradah) Allah menyebabkan kita stress dan bahkan sampai kehilangan kewarasan.
  13. membangun komunikasi dengan sesama
  14. Membangun komunikasi dengan sesama, apalagi dengan orang yang telah berhasil secara rohani mengelola musibahnya adalah sangat dianjurkan. Kepada mereka kita pantas belajar dan menggali pengalaman mereka dalam mengelola dan mensikapi setiap musibah. Bagaimana mereka bisa lepas dari tekanan dan berhasil bangkit menjadi orang yang ikhlas dan sabar terhadap musibah yang sudah Allah timpakan kepadanya. Semua itu penting kita jadikan teladan.

Demikianlah catatan seputar managemen musibah.
Semoga bermanfaat.

Teguran dan celaan Allah bagi orang yang tidak memperhatikan Al Qur'an

Apakah kita sudah memperhatikan Quran? Jika Belum Ada teguran khusus bagi orang orang yang tidak memperhatikan Quran. Allah berfirman,
”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an?” (QS: An-nisa 82)
Kalimat “apakah mereka tidak memperhatikan al Qur'an” setara dengan kalimat berikut, “kenapa sih mereka itu tidak mau memperhatikan Al Qur'an?” atau kalau kita memakai kalimat perintah menjadi,”mbok ya kalian itu perhatikan tuh Al qur'an”

Bahkan dalam beberapa ayat Allah mencela orang yang tidak mau memperhatikan dan memahami Qur'an dengan mengatakannya sebagai binatang  ternak atau lebih buruk lagi.
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)  dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (A raf 179)
Seringkali kita salah sangka, banyak orang orang yang membaca dan mendengarkan Al Qur’an dalam pengajian. Padahal sebenarnya banyak diantara mereka yang tidak mendengarkan bacaan ayat quran tersebut.
"atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)" (Furqan 44)