Showing posts with label rukyat. Show all posts
Showing posts with label rukyat. Show all posts

Batas Penanggalan Internasional Dalam Tahun Masehi

Ketika naik pesawat dari Tonga menuju Samoa  kita membutuhkan waktu dua jam. Jika kita berangkat pukul 12:00 pada hari Selasa, kita akan tiba pukul 14:00 pada hari Senin. Sementara itu, seseorang di Samoa yang menanyakan penerbangan keberangkatan kemungkinan dijawab tidak ada penerbangan hingga keesokan harinya. Di Samoa kita akan mengulangi hari Senin. Entri di jurnal dan foto mungkin tidak berurutan, dan jadwal pemakaian obat seseorang bakal salah. Selain itu, mereka yang akan melanjutkan penerbangan dengan pesawat lain mungkin akan memilih tanggal yang salah untuk reservasi. Ini semua terjadi karena perjalanan yang kita lakukan melintasi batas kesepakatan penanggalan internasional.



Batas penanggalan internasional (International Date Line)
adalah suatu garis khayal di permukaan bumi yang berfungsi untuk mengimbangi (offset) penambahan waktu ketika seseorang bepergian menuju arah timur melalui berbagai zona waktu. Sebagian besar garis ini berada pada bujur ±180°, di bagian Bumi yang berhadapan dengan garis Bujur Utama (Prime Meridian). Garis ini berbentuk lurus kecuali saat melewati wilayah Rusia dan pulau-pulau di Samudra Pasifik.



Batas penanggalan internasional
Fenomena pertama berkaitan dengan masalah penanggalan mencuat sewaktu pelayaran keliling dunia oleh Ferdinand Magellan. Magellan bersama para anak buah kapal (ABK) kembali ke persinggahan milik Spanyol pada suatu hari yang telah dipastikan menurut catatan pelayaran. Ternyata hari tersebut berbeda dengan hari di daratan itu. Walaupun hal ini sekarang dapat dimengerti, banyak orang yang terkejut pada saat itu, bahkan sebuah delegasi khusus bertemu dengan Paus untuk menjelaskan keanehan itu kepada Bapa Suci.
Sebagian besar Batas Penanggalan Internasional mengikuti garis bujur 180°. Dua penyimpangan terbesar dari garis bujur tersebut bertujuan untuk menjaga keutuhan zona waktu internal beberapa negara. Di Pasifik Utara, batas penanggalan berayun ke timur melalui Selat Bering dan kemudian ke barat melewati Kepulauan Aleutian untuk menetapkan Alaska (bagian dari Amerika Serikat) dan Rusia di dua sisi yang saling berhadapan sepenuhnya. Di Pasifik Tengah, batas penanggalan dipindahkan pada 1995 supaya memanjang di sekeliling, daripada melalui, wilayah Kiribati. Sebelum penggantian zona waktu ini, Kiribati dilalui oleh batas penanggalan; akibatnya, kantor pemerintah di seberang garis hanya dapat berkomunikasi selama empat hari ketika kedua sisi mengalami masa lima hari kerja secara serentak. Selain itu, akibat dari revisi zona waktu itu ialah Pulau Caroline memiliki status baru sebagai wilayah paling timur yang didiami manusia yang memasuki tahun 2000 terawal, suatu keunikan yang ditonjolkan oleh pemerintah Kiribati untuk menarik turis.
Kenyataannya hingga tahun 2000-an, banyak pembuat peta yang tidak merevisi perpindahan garis di wilayah Kiribati, melainkan tetap membuat garis lurus di sekitar Kiribati.

Dampak akibat mengabaikan batas penanggalan dapat dilihat pada novel fiksi Mengelilingi Dunia Dalam 80 Hari karya Jules Verne, di mana mereka yang kembali ke London setelah perjalanan mengelilingi dunia berpikir bahwa mereka telah kalah dalam taruhan – sinopsis utama cerita itu. Setelah bepergian ke arah yang berlawanan dengan Magellan, mereka percaya tanggal di sana lebih cepat satu hari dari yang sebenarnya.
Seseorang yang bepergian ke arah barat dan melewati garis itu harus menambah satu hari dari tanggal dan waktu yang mereka percayai sebelumnya. Sebaliknya, mereka yang menuju ke arah timur harus mengurangi satu hari. Para ABK Magellan dan tokoh-tokoh di novel karya Verne mengabaikan revisi tersebut.

Bedanya Penanggalan Hijriyah dengan Masehi

Banyak orang tahu bahwa perbedaan penanggalan Hijriyah dan Masehi adalah mengenai dasar perhitungannya. yang satu berdasarkan pada posisi bulan, yang satu lagi berdasarkan posisi matahari. Akan tetapi ada satu hal penting yang dilupakan orang, dan ironisnya justru hal penting inilah yang mendasari perbedaan penentuan tanggal 1 bulan hijriyah, terutama tanggal 1 syawal yang setiap tahun selalu ramai diperbincangkan orang.
Hal penting yang dimaksud adalah garis batas penanggalan internasional(IDL=International Date Line). Bagaimana Penjelasannya?



International Date Line (IDL)

Batas penanggalan internasional ditetapkan berupa garis maya yang membentang dari kutub utara ke kutub selatan melalui daerah daerah di sekitar garis bujur  180 derajat. (daerah daerah kepulauan samudera pasifik dan hawai). Jika daerah di sebelah barat siang hari minggu tanggal 1 januari,  misalnya, maka daerah di sebelah timurnya juga siang, tetapi harinya adalah masih hari sabtu 31 januari

Garis batas penanggalan ini bersifat tetap, yaitu tetap berada di daerah daerah dengan garis bujur 180 derajat. (ctt: posisi 180 Bujur Timur dan 180 Bujur Barat adalah posisi dan tempat yang sama dalam bola bumi)

Garis Batas Penanggalan Hijriyah

Berlainan dengan penanggalan masehi, penanggalan Hijriyah menentukan batas penanggalan berdasarkan posisi bulan terhadap matahari pada saat matahari tenggelam. Kita akan segera tahu bahwa dengan acuan seperti ini maka batas penanggalan kalender Islam selalu bergerak tiap saat.  Artinya garis IDL untuk penanggalan Hijriyah bisa di Merauke, Surabaya, Medan, Delhi, Mekah, Paris, New York atau daerah mana saja di muka bumi ini. Semuanya bergantung posisi bulan terhadap tenggelamnya matahari.

Konsekuensi logisnya adalah bahwa perbedaan tanggal sebagaimana terjadi di bujur 180 (untuk kalender masehi), dalam penanggalan hijriyah perbedaan tanggal seperti ini bisa terjadi di garis bujur yang manapun di bumi ini. Secara teori misalnya di Maluku tanggal 29 Ramadhan, sewaktu matahari tenggelam, bulan belum kelihatan,....lalu  sekitar satu jam berikutnya di Surabaya diamati, ternyata bulan mulai kelihatan, maka pada saat itulah daerah Surabaya menjadi batas penanggalan Hijriyah. Artinya Surabaya dan semua daerah di sebelah barat esok hari sudah shalat Ied 1 Syawal, sedangkan semua daerah di sebelah timur Surabaya esok hari menjadi tanggal 30 Ramadhan.

Jadi secara teoritis memang akan selalu satu daerah yang sebelah timur dan sebelah baratnya berbeda tanggal Hijriyahnya, dan daerah demikian ini selalu bergerak setiap hari, sehingga penentuan tanggal 1 bulan baru pun selalu berubah posisi bujurnya.

Sedikit perlu ditambahkan bahwa karena garis edar bulan dan matahari tidak menetap di ekuator (selalu berpindah garis lintangnya), maka sinar bulan yang sampai ke bumi sebenarnya membentuk garis lengkung (tidak lurus menempel garis bujur bumi)

Kebijakan Pemerintah Dalam Penentuan Tanggal Hijriyah

Secara Teori Tidak Mungkin Berbeda Lebih dari 1 Hari



Idul Fitri 2011 Jatuh Pada Hari Selasa atau Rabu?

Muhammadiyah telah jauh jauh hari menetapkan bahwa Idul Fitri 2011. Sementara itu Pemerintah dan NU masih menunggu sampai terselenggaranya sidang isbath yang sedianya dilaksanakan sore ini (Senin 29 Agustus 2011). Apa sih sebenarnya yang menyebabkan perbedaan dalam penetapan Idul Fitri 2011 ini?

Penetapan Idul Fitri 2011 versi Muhammadiyah

"Berdasarkan hasil hisab tersebut maka Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan tanggal 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Selasa 30 Agustus 2011 Masehi," kata Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam rilis yang diterima detikcom, Minggu (28/8/2011).

Haedar menjelaskan : ijtimak menjelang Syawal 1432 H terjadi pada hari Senin 29 Agustus 2011 Masehi pukul 10:05:16 WIB. Tinggi hilal pada saat Matahari terbenam di Yogyakarta menandakan hilal sudah wujud dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam hilal sudah berada di atas ufuk.

Sementara beberapa ahli rukyat menyatakan bahwa meskipun saat matahari terbenam senin sore 29 Agustus nanti, bulan sudah berada di atas ufuk namun belum mencapai ketinggian sudut 2 derajat sehingga jika diamati dengan mata telanjang belum terlihat.

Sudut Minimal Ketinggian Bulan di atas Ufuk

Mata manusia baru bisa melihat hilal (bulan sabit) pada saat matahari terbenam, jika ketinggian bulan di atas ufuk telah mencapai minimal 2 derajat. Jika kurang dari 2 derajat bulan sabit belum bisa terlihat mata telanjang disebabkan 2 hal utama:

1. selisih sudut yang kecil antara posisi matahari dan posisi bulan terhadap pengamat di bumi menyebabkan garis sabit bulan terlalu tipis sehingga sulit teramati
2. selisih sudut yang kecil itu pula membuat sinar matahari yang menerpa pengamat di bumi terlalu kuat jika dibandingkan dengan penampakan garis sabit bulan yang diamati.

Perbedaan Hasil Pengamatan Antara Indonesia Ujung Timur dan Barat

Ujung Timur dan Ujung Barat Indonesia memiliki beda posisi bujur sebesar 44 derajat. Hal ini menyebabkan hasil pengamatan di ujung timur dan di ujung barat indonesia menjadi berbeda sudut ketinggian bulan. Selisihnya bisa dihitung sebesar 44/360 X 12,5 derajat (besar sudut keterlambatan bulan terhadap matahari dalam 24 jam) lihat artikel rukyat. hasilnya adalah 1,527 derajat.
Artinya jika diasumsikan pengamat di ujung timur melihat hilal dengan ketinggian 0,5 derajat maka pengamat di Indonesia bagian paling barat akan melihat hilal pada ketinggian 0,5+1,527 = 2,027 derajat. Sehingga meskipun Indonesia sebagian besar wilayah indonesia belum tanggal 1 syawal tetapi wilayah paling barat sudah 1 syawal.

Kenapa Mekah Lebih Duluan Hari Raya Idul Fitri? Rahasia Umum Astronomi

"Saya ikut lebaran hari ini saja ah soalnya Mekah juga lebaran hari ini!" demikian beberapa orang memberikan alasan "syar'i" mengenai keputusan berhari raya (penentuan tanggal 1 Syawal). Tak kurang seorang Master jebolan IAIN ada juga yang mengatakan demikian.  Tetapi sangat mengejutkan ketika seorang anak SD nyeletuk,"Emangnya kita ini hidup di Mekah atau di Indonesia?,.....Kan antara kota Jakarta dan Riyadh itu beda 4 jam?.... bukankah dalam waktu 4 jam itu bulan sudah bergerak naik dari ufuk setinggi 2,0833 derajat?  Mungkin di Jakarta bulan tidak terlihat, tapi 4 jam kemudian di Riyadh sudah bisa terlihat,"  Wah, wah,....diajarin anak SD pula kita nih? Jadi Kenapa Mekah Lebih Duluan Hari Raya Idul Fitri? Berikut ini penjelasannya
Misalkan waktu diamati di Jakarta posisi bulan tepat di cakrawala atau nol derajat, maka 4 jam kemudian ketika diamati dari Riyadh, bulan tersebut sudah bergerak naik dari ufuk setinggi 2,0833 derajat. view the following picture


Gambar pertama:
Asumsikan pengamatan bulan di Jakarta (J) pada tanggal 29 (hari Senin sore)

Posisi bulan segaris dengan posisi matahari tenggelam (sudut 0 derajat), maka pada hari berikutnya (Selasa sore) tanggal 30, bulan terlambat 50 menit dibanding matahari. Artinya matahari sudah tenggelam di garis horison, sedangkan bulan masih di atas horison dengan ketinggian 50 menit.
Kalau dihitung derajat sama dengan  50/60 X 15 = 12,5 derajat
Hari berikutnya bertambah 12,5 lagi menjadi 25 derajat, kemudian 37,5 derajat dan seterusnya sampai kembali lagi segaris dengan posisi matahari

(jika dalam sehari 24 jam, bulan tertinggal dari matahari sejauh 12,5 derajat maka dalam 4 jam (selisih waktu jakarta riyadh) bulan tertinggal sejauh (12,5 X  4/24) atau sama dengan (12,5 dibagi 6) hasilnya adalah 2,0833.

Jadi dalam 4 jam bulan tertinggal dari matahari sejauh 2,0833 derajat sebagaimana terlihat dalam gambar kedua berikut ini:



Gambar kedua adalah pengamatan di Jakarta pada tanggal 29 Senin sore jam 18.00 WIB.
Posisi bulan segaris dengan posisi matahari (Riyadh masih siang jam 14.00 waktu Riyadh)


Empat Jam Kemudian Riyadh baru dapat melakukan Rukyat. Dalam selang waktu 4 jam tersebut bulan sudah tertinggal dari matahari sejauh 2,0833 derajat sebagaimana gambar berikut:


Gambar ketiga adalah pengamatan di Riyadh 4 jam kemudian setelah pengamatan di Jakarta (Riyadh jam 18.00 dan Jakarta sudah malam jam 22.00) pada saat pengamatan di Riyadh ini posisi bulan tidak lagi segaris dengan matahari tetapi tertinggal (di sebelah atas) dari matahari yang sedang terbenam di garis horison. Ketinggian bulan dari horison adalah sebesar 2,0833 derajat.

Dalam Ilustrasi diatas, Ahli Rukyat di Jakarta tidak melihat hilal sedangkan ahli rukyat di Riyadh sudah bisa melihat karena tinggi bulan dari horison sudah lebih dari 2 derajat. Dengan demikian umat di Arab Saudi Selasa sudah Hari Raya, sedangkan Muslim di Jakarta berhari raya pada hari Rabu

Biasanya ada usul ”cerdas”  bagaimana kalau batasan tinggi bulan dari horisonnya diperbesar misalnya sampai 5 atau 6 derajat? Dengan begitu selisih 2 derajat tidak membuat Riyadh jadi berbeda dari Jakarta. Benarkah?

Tidak demikian. Berapapun angka derajat yang disepakati hasilnya akan begitu juga. Misalnya disepakati 5 derajat.  (artinya kalau tinggi bulan belum 5 derajat maka esok masih bulan lama). Jika kasus yang terjadi dilapangan persis seperti asumsi dalam ketiga gambar di atas memang Riyadh dan Jakarta jadi sama karena  tinggi bulan pada pengamatan di Riyadh hanya 2 derajat (tidak sampai lima).

 Persoalan jadi beda kalau pada pengamatan di Jakarta tinggi bulan mencapai 4 derajat maka ketika diamati di Riyadh bulan sudah naik lagi menjadi 4+2 = 6 derajat. Artinya Jakarta masih bulan lama, Riyadh sudah bulan baru.