Mempertanyakan Kebijakan Impor Indonesia

Mempertanyakan Kebijakan impor Indonesia adalah sesuatu yang logis dan sangat wajar. Pertanyaan tersebut sekaligus mengandung protes terhadap pemerintah.

Ada berbagai macam produk impor Indonesia, misalnya elektronik, otomotif, mainan dan sebagainya. Produk impor tersebut tidaklah melukai rakyat Indonesia. Namun apabila kita menyebut impor produk pertanian dan perkebunan seperti beras, buah-buahan dan gula tentu sangat menyakiti hati rakyat Indonesia. Impor garam demikian juga halnya.

Beberapa waktu yang lalu, dalam berbagai media disebutkan dibongkarnya gudang penyimpanan garam impor. Pertanyaannya adalah, bukakah produk-produk impor tersebut dapat menghancurkan perekonomian rakyat kecil yang sangat menggantungkan nasibnya dari produk pertaniannya? Lalu dimanakah pemerintah, bukankah seharusnya melindungi produk lokal? Produk-produk yang dihasilkan oleh para petani kita sendiri.
Saya heran. Kita semua seharusnya juga heran. Bukankah kita Negara agraris, Negara yang memiliki berjuta-juta lahan pertanian dan perkebunan. Lahan yang dapat ditanami padi dan buah-buahan. Lalu kenapa kita kekurangan beras dan buah-buahan sehingga harus impor dari Negara yang lahan pertaniannya lebih kecil dari Indonesia. Atau memang sengaja impor produk tersebut untuk kepentingan bisnis dan ambil untung, tak peduli nasib petani sendiri.

Juga, bukankah kita adalah Negara bahari. Negara yang memiliki  laut sangat luas. Mempunyai bahan untuk mebuat garam yang tada terbatas. Lalu mengapa sudah puluhan tahun kita impor garam dari Negara lain?
Apa yang salah dengan Negara ini? Sebagai Negara agraris tetapi kekurangan bahan makanan. Sebagai Negara bahari, garam saja harus impor dari Australia. Benar-benar aneh bangsa ini.

Indonesia adalah Negara dengan potensi sumber daya alam terbesar di dunia. Allah sungguh bermurah hati terhadap bangsa Indonesia dengan memberikan berbagai bahan mentah. Dari Sabang sampai Merauke tak terbilang jumlah anugrah Allah. Berapa banyak yang benar-benar termanfaatkan oleh bangsa Indonesia sendiri dan berapa banyak yang termanfaatkan oleh bangsa lain? Sungguh ironis!!!

Jangan-jangan kita termasuk bangsa yang tidak pandai bersyukur atas nikmat dan anugrah Allah. Bukankah anugrah sumberdaya alam tak terbatas pantas disukuri. Disyukuri dengan cara mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam tersebut dengan sebagaik-baiknya. Dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat sendiri. Untuk kasus bumi Papua, apakah sumber daya alam di sana sudah benar-benar termanfaatkan untuk kemakmuran rakyatnya?

Ingat, apabila kita mensyukuri anugrah dan nikmat Allah akan menambahnya dengan nikmat-nikmat lainnya. Sebaliknya, bila kita kufur terhadap nikmat-nikmat Allah tersebut, siksa Allah akan menimpa bangsa Indonesia. Sangat mudah bagi Allah untuk merubah Indonesia menjadi seperti Somalia dan Ethiopia, negeri yang kekurangan pangan sehingga harus menunggu bantuan bangsa lain untuk hidup.

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيْدٌ (ابراهيم :7)

Jika kamu sekalian bersyukur maka Aku sungguh akan menambahnya dan bila kamu sekalian kufur makasesungguhnya nikmat-Ku sangat pedih (QS. Ibrahim : 7)

Semoga kita menjadi bangsa yang pandai bersyukur.