Kehendak Allah Perihal Rezeki Ternyata BUKAN TAKDIR

Kekayaan fulan 600 trilyun sedangkan zaid tak punya apapun kecuali pakaian yang menempel ditubuhnya, bertahan hidup dari belas kasihan orang lain. Allah meluaskan rizki bagi yang Dia kehendaki yaitu fulan, dan Allah menyempitkan rizki bagi siapa yang Dia kehendaki yaitu zaid. Orang memahami kejadian ini sebagai takdir Allah atas fulan dan Zaid. Benarkah demikian? Ayat Qurannya memang ada, tetapi pemahamannya tidak tepat. Kehendak Allah perihal rizki seseorang bukanlah takdir. Berikut penjelasannya:


Allah Memberi Rizki Pada Seluruh Makhluk Nya

Jumhur ulama sepakat bahwa Allah memberikan rizki kepada seluruh makhlukNya tanpa kecuali. Tidak ada satupun makhluk yang hidup di alam semesta ini, kecuali rizkinya ditanggung oleh Allah. Namun demikian kita melihat ada orang yang hartanya melimpah ada pula yang tak punya apa apa. Lantas beberapa orang yang membaca Quran merasa menemukan adanya ayat yang menegaskan bahwa adanya kaya miskin itu adalah memang sudah kehendak atau takdir Allah. Beberapa orang ini kurang cermat memahami apa yang mereka baca, sehingga memahami dengan salah dan bahkan meyakini kesalahan tersebut sebagai kebenaran.

Ada beberapa ayat yang berbicara mengenai rizki yang diberikan Allah kepada orang yang dikehendakiNya, diantaranya adalah : QS Ar Ra’ad 26, QS Al Isro 30, QS As Syuro 27.

Dalam QS Ar Ra’ad  26 disebutkan
Artinya: Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).

Dalam QS Al Isro 30 disebutkan:

Artinya: Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.



Frasa “yang Dia Kehendaki” Adalah Variabel

Banyak orang mengira bahwa ayat ayat di atas merupakan penegasan bahwa rizki tiap orang sudah ditetapkan Allah. Yang kaya memang takdirnya kaya dan yang miskin memang takdirnya miskin. Padahal frasa “yang Dia Kehendaki” adalah variabel yang siapapun boleh menggantikan variabel tersebut sehingga dia sendiri menjadi orang yang dikehendaki Allah itu.

Tuhan melapangkan rizki kepada (orang orang tertentu) yang Dia Kehendaki
Siapakah orang orang tertentu yang dikehendaki tersebut? Ternyata Quran juga merinci sifat sifat orang yang dikehendaki tersebut. Misalnya orang orang yang dikehendaki Allah diluaskan rizki nya adalah orang orang yang memiliki sifat a, b, c, dan d, maka siapapun orang yang mau melatih dirinya untuk memiliki sifat tersebut pasti menjadi orang yang dikehendaki Allah untuk diluaskan rizkinya.

Dengan demikian ayat diatas merupakan semacam ketentuan bersyarat yang apabila seseorang memenuhi syarat tersebut maka ketentuan itu berlaku bagi dirinya. 

Bagaimana dengan kalimat, “Allah menyempitkan rizki bagi siapa yang dikehendaki Nya?”

Frasa “siapa yang DikehendakiNya” juga merupakan variabel. Artinya siapa saja yang memiliki sifat p q r s t atau u yang merupakan kriteria bagi orang yang dikehendaki menjadi terbatas rizkinya maka ketentuan itu pun berlaku atasnya.

Hanya saja ada sedikit bahasan tambahan mengenai kata “menyempitkan” yang dipakai untuk menterjemahkan kata “yaqdir”. Pada beberapa ayat lain kata yaqdir (qodaro) diberi makna “ditentukan kadar/ proporsi nya” Kata "yaqdir" inilah sebenarnya yang lebih dekat asalnya dengan kata takdir, taqdir maupun qodar.  Jika diterjemahkan dengan kata “menyempitkan” terasa terlalu jauh maknanya karena kata menyempitkan memiliki konotasimerugikan’ atau “menzhalimi” padahal Allah tidak bersifat zhalim. Allah tidak  merugikan/menganiaya hamba-hambanya. Penterjemahan yang dirasa lebih akurat adalah "menentukan kadar / proporsi sesuai kebutuhan masing masing makhluk".

Jadi kalimat “Allah melapangkan (yabsuthu) rizki bagi siapa yang dikehendakiNya serta menyempitkan (yaqdir) bagi siapa yang dikehendakiNya” bermakna melapangkan dan menentukan kadarnya (bukan menyempitkan)

Dengan dasar ini dapat dipahami bahwa Allah memiliki dua kebijakan mengenai rizki yaitu:
1. Pertama menentukan proporsi tiap orang sesuai kebutuhan masing masing untuk bertahan hidup
2. Kedua meluaskan bagi orang orang tertentu (yang mau mengembangkan sifat dan amal amal tertentu yang merupakan ciri orang yang dikehendaki Allah untuk diluaskan rizkinya)

Pelajaran apa yang dapat kita ambil dari uraian di atas? Memang ada beberapa hal penting yang dapat dibahas dalam artikel terpisah, tetapi pelajaran pertama yang dapat langsung kita ambil sebagai sikap positif seorang mukmin adalah:

Setiap kita punya kesempatan untuk berlatih hingga memiliki sifat sifat positif tertentu yang merupakan kriteria orang yang dikehendaki Allah untuk diluaskan rizkinya

Wa Llahu a'lam bi showab  (adil muhammad isa)