Siapa Otak Teror Bom? Apa Motif nya?

DEPOK - Hingga kini kepolisian belum bisa menyebutkan identitas pelaku ataupun dalang serta motif rangkaian teror bom buku yang terjadi di tiga lokasi di Jakarta kemarin. Siapa sebenarnya otak teror bom kali ini? apa Motif mereka?

Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menduga teror bom dilakukan oleh kelompok jaringan teroris yang lebih kecil.

Hal itu, kata Adrianus, terlihat dari jaringan pengirim bom buku yang cenderung menggunakan biaya yang lebih kecil daripada kelompok dengan jaringan yang besar.

Adrianus menjelaskan saat ini kelompok teroris khususnya Jamaah Islamiah (JI) sudah diacak-acak oleh polisi terkait dari segi Sumber Daya Manusia (SDM), serta secara finansial, aliran dana teroris juga sudah diputus oleh Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).

"Biaya kecil, ini kelompok kecil tak punya pembiayaaan yang bagus, selanjutnya akan masuk pada fase kedua yakni menarik simpati, duit akan masuk, dan JI sedang pada posisi ini, tergerak betul pada SDM hancur oleh polisi, duit diputus oleh PPATK, apa dia (JI) dibalik ini? Saya juga belum tahu," tegasnya kepada wartawan di Kampus UI Depok, Rabu (16/3/2011).

Adrianus juga menambahkan bahwa Indonesia juga harus berterimakasih kepada presiden Amerika Serikat Barrack Obama yang membuat trend sasaran teroris kini tak lagi ke aset-aset asing dan sekutunya. Namun justru, bumerangnya sasaran ditujukan di dalam negeri.

"Kita lihat satu per satu agak susah ya, kalau kita lihat BNN saya lihat Goris, Japto juga masyarakat sipil, Obama awalnya amat pro Islam, jadi teroris kehilangan target enemy, tidak di luar tapi di dalam, teror berbeda dari sebelumnya," jelasnya.

Adrianus juga mengatakan bahwa pelaku peledak bom biasa dilakukan oleh kelompok psikopat. Mereka, kata dia, akan tertawa lepas saat bom meledak.

"Pelakunya biasanya kalau di negara-negara Amerika atau Rusia dia lagi, dia lagi, pas buka dia senang nikmati dan akan ketawa luar biasa," tandasnya.

Badui yang mengadu di Makam Rasulullah Sayyidina Muhammad



Diriwayatkan oleh ibnu katshir :
Imam kurtubi  tengah duduk di samping kubur nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Ada  Seorang Arab badui pergi berhaji dan ketika sampai di pintu masjid rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia menderumkan tunggangannya dan mengikatnya. Kemudian, dia pun masuk ke dalam masjid dan mendatangi kubur nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berdiri di hadapan wajah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dia berkata, “Assalamu ‘alaika, wahai rasulullah. Saya datang kepadamu dengan membawa setumpuk dosa sembari meminta syafa’at kepada Rabb-mu dengan perantaraan dirimu, karena Dia berfirman dalam kitab-Nya (yang artinya),
“Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” (An Nisaa: 64).
Dan sungguh saya telah datang kepadamu dengan setumpuk dosa dan kesalahan, meminta syafa’at kepada Rabb-mu dengan perantaraan dirimu agar dia mengampuni dosaku dan agar dirimu (wahai rasulullah) memintakan syafa’at bagiku.apabila allah swt mengampuniku maka kau senang dan syetanpun sedih dan apabila allah swt tidak mengampuniku maka kau sedih melihat umatnya disiksa dan syetanpun senang
Kemudian, orang itu pun pergi ke kerumunan manusia sembari berdendang,
 Wahai pribadi terbaik yang jasadnya disemayamkan di permukaan bumi ini

Sehingga semerbaklah tanah dan bukit karena jasadmu
Jiwaku sebagai penebus bagi tanah tempat bersemayammu
Yang disanalah terdapat kesucian, kemurahan, dan kemuliaan

Badui itu pun pergi dan kantuk pun menyerang ima kurtubi. Di dalam mimpi, imam kurtubi bertemu nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berkata, “Wahai ‘Utbi, kejarlah Badui tadi dan berilah kabar gembira kepadanya bahwa Allah telah mengampuninya.”
Sumber Facebook Muhammad Hafidz Maqmun

Kisah Keluarga Suci Sayyidah Fatimah : telah tiga hari lamanya dirumah kami tidak terdapat makanan

Pada suatu hari, Rasulullah saww datang ke rumah Fatimah. Beliau Saww melihat putrinya itu dlm keadan bersedih berlinang air mata. Rosul saw bertanya : “ Wahai permata hatiku ! mengapa engkau bersedih dan menangis?”
Fatimah menjawab,”Wahai Rasulullah ! ini hanyalah sekedar berita bukan pengaduan; telah tiga hari lamanya dirumah kami tidak terdapat makanan. Dan Al-Hasan serta Al-Husein telah berada dlm keadan lemah ; tidak bertenaga karena menahan lapar. Dan hari ini mendengar keduanya mengucapkan kata-kata yang dalam hal ini saya tak mampu mngungkapkannya kepada Anda.”
Rasulullah saww bertanya, “Apa yang telah mereka katakan?” Fatimah menjawab, “Mereka berkata , ‘Apakah didunia ini ada anak yang kelaparan seperti kita?’ dan tatkala saya mendengar kata-kata ini dari lisan mereka, maka saya merasa seakan-akan dunia ini gelap gulita.”
Kemudian , Fatimah a.s berkata , “Wahai ayah! Apakah seorang hamba, dalam bermunajat kepada ALLah, dibenarkan untuk mengeluhkan kesulitan yang tengah menimpanya?” Rasulullah saw menjawab, “Wahai putriku ! ketahuilah bahwa Allah Swt amat menyukai keluh-kesah hamba-Nya.”
Sayyidah Fatimah segera bangkit dan masuk kekamar, kemudian menunaikan shalat dua rakaat. Setelah selesai menunaikan salat dan mengungkapkan keperluannya, dia berkata, “ Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa para wanita tidak memiliki kekuatan dan ketegaran sebagaimana para Nabi; ayah saya mampu untuk menahan lapar , tetapi saya tidak mampu bertahan . Berilah kekuatan kepada saya atau bebaskanlah saya dari kesulitan dan penderitaan ini.”
Setelah mengungkapkan kalimat ini, Sayyidah Fatimah jatuh pingsan. Dalam pada itu, Jibril a.s datang dan berkata, “Wahai Rasulullah, bangkitlah ! Rintihan Fatimah membuat para malaikat menjerit.”
Rasulullah saww pun menyaksikan Sayyidah Fatimah dalam keadaan pingsan. Beliau saw duduk, lalu mengangkat kepala Sayyidah Fatimah dan meletakkan(nya) ditangan beliau saww. Dan tatkala beliau Sayyidah Fatimah mencium aroma harum Rasulullah saww, diapun tersadar dan berdiri serta menundukkan kepala.
Rasulullah saw berdiri dan meletakkan tangan suci beliau saw ke dada Sayyidah Fatimah dan berkata, “Ya Allah selamatkan dia dari pedihnya rasa lapar.”
Sayyidah Fatimah berkata, “Berkat doa itu, aku sama sekali tidak pernah merasa lapar.”

Kisah Balasan Menghormati Keturunan Rasulullah (Wanita Alawiyah)


Di dalam kitab Al-Multaqith diceritakan, bahwa sebagian bangsa Alawiyah ada yang bermukim di daerah Balkha. Ada sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang suami isteri dengan beberapa anak wanita mereka. Keadaan keluarga tersebut serba kekurangan.
Ketika suaminya meninggal dunia, isteri beserta anak-anak wanitanya meninggalkan kampung halamannya pergi ke Samarkand untuk menghindari ejekan orang di sekitarnya. Kejadian tersebut terjadi pada musim dingin. Saat mereka telah memasuki kota, si ibu mengajak anak-anaknya singgah di masjid, sementara dirinya pergi untuk mencari sesuap nasi.


Di tengah perjalanan si ibu bertemu dengan dua kelompok orang, yang satu dipimpin oleh seorang Muslim yang merupakan tokoh di kampung itu sendiri, sedang kelompok satunya lagi dipimpin oleh seorang Majusi, pemimpin kampung itu.
Si ibu tersebut lalu menghampiri tokoh tersebut dan menjelaskan mengenai dirinya serta berkata, “Aku mohon agar tuan berkenan memberiku makanan untuk keperluan malam ini!”
“Tunjukkan bukti-bukti bahawa dirimu benar-benar bangsa Alawiyah,” kata tokoh orang Muslim di kampung itu. “Di kampung tidak ada orang yang mengenaliku,” kata ibu tersebut.
Sang tokoh itu pun akhirnya tidak menghiraukannya. Seterusnya dia hendak memohon kepada si Majusi, pemimpin kampung tersebut. Setelah menjelaskan tentang dirinya dengan tokoh kampung, lelaki Majusi lalu memerintahkan kepada salah seorang anggota keluarganya untuk datang ke masjid bersama si ibu itu, akhirnya dibawalah seluruh keluarga janda tersebut untuk tinggal di rumah Majusi yang memberinya pula pelbagai perhiasan yang bagus.
Tidak berapa lama sesudah itu tokoh masyarakat yang beragama Islam itu bermimpi seakan-akan hari Kiamat telah tiba dan panji kebenaran berada di atas kepala Rasulullah SAW. Dia pun sempat menyaksikan sebuah istana tersusun dari zamrud berwarna hijau. Kepada Rasulullah SAW. dia lalu bertanya, “Wahai Rasululah! Milik siapa istana ini?”
“Milik seorang Muslim yang mengesakan Allah,” jawab Rasulullah. “Wahai Rasulullah, aku pun seorang Muslim,” jawabnya.
“Coba tunjukkan kepadaku bahawa dirimu benar-benar seorang Muslim yang mengesakan Allah,” sabda Rasulullah SAW. kepadanya.
Dia pun bingung atas pertanyaan Rasulullah, dan kepadanya Rasulullah SAW. kemudian bersabda lagi, “Di saat wanita Alawiyah datang kepadamu, bukankah kamu berkata kepadanya, “Tunjukkan mengenai dirimu kepadaku!” Karenanya, demikian juga yang harus kamu lakukan, yaitu tunjukkan dahulu mengenai bukti diri kamu sebagai seorang Muslim kepadaku!”
Sesaat kemudian lelaki muslim itu terjaga dari tidurnya dan air matanya pun jatuh berderai, lalu dia memukuli mukanya sendiri. Dia
berkeliling kota untuk mencari wanita Alawiyah yang pernah memohon pertolongan kepadanya, hingga dia mengetahui di mana kini wanita
tersebut berada.
Lelaki Muslim itu segera berangkat ke rumah orang Majusi yang telah menampung wanita Alawiyah beserta anak-anaknya. “Di mana wanita Alawiyah itu?’ tanya lelaki Muslim kepada orang Majusi.”Ada padaku,” jawab si Majusi. “Aku ingin menemuinya,” ujar lelaki Muslim itu. “Tidak semudah itu,” jawab lelaki Majusi. “Ambillah uang seribu dinar dariku dan kemudian mereka akan menemuimu,” desak lelaki Muslim. “Aku tidak akan melepaskannya. Mereka telah tinggal di rumahku dan dari mereka aku telah mendapatkan berkatnya,” jawab lelaki Majusi itu. “Tidak boleh, engkau harus menyerahkannya,” ujar lelaki Muslim itu seolah-olah memaksa.
Maka, lelaki Majusi pun menegaskan kepada tokoh Muslim itu, “Akulah yang berhak menentukan apa yang kamu minta. Dan istana yang pernah kamu lihat dalam mimpi itu adalah diciptakan untukku! Apakah kamu mau menunjukkan keislamanmu kepadaku? Demi Allah, aku dan seluruh keluargaku tidak akan tidur sebelum kami memeluk agama Islam di hadapan wanita Alawiyah itu, dan aku pun telah bermimpi sepertimana yang kamu mimpikan, serta Rasulullah SAW. sendiri telah pula bersabda kepadaku, “Adakah wanita Alawiyah beserta anaknya itu padamu?”
“Ya, benar,” jawabku.
“Istana itu adalah milikmu dan seluruh keluargamu. Kamu dan semua keluargamu termasuk penduduk syurga, karena Allah sejak zaman azali dahulu telah menciptakanmu sebagai orang Mukmin,” sabda Rasulullah kembali.
Sumber Muhammad Hafidz Maqmun

Kisah Malaikat Yang Dipatahkan Sayapnya Karena Tidak Berdiri Menyambut Rasulullah SAW

Sesungguhnya Malaikat Jibril AS datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, “Ya Rasulullah SAW, aku telah melihat seorang malaikat di langit berada di atas singsananya. Disekitarnya terdapat 70.000 malaikat berbaris melayaninya. Pada setiap hembusan nafasnya Allah SWT menciptakan darinya seorang malaikat. Dan sekarang ini kulihat malaikat itu berada di atas Gunung Qaaf dengan sayapnya yang patah sedang menangis.
Ketika dia melihatku, dia berkata, “Adakah engkau mau menolongku?” Aku berkata, “Apa salahmu?” Dia berkata, “Ketika aku berada di atas singsana pada malam Mi’raj, lewatlah padaku Muhammad Kekasih Allah. Lalu aku tidak berdiri menyambutnya dan Allah menghukumku dengan hukuman ini, serta menempatkanku di sini seperti yang kau lihat.” Malaikat Jibril berikata, “Seraya aku merendah diri di hadapan Allah SWT, aku memberinya pertolongan.” Maka Allah SWT berfirman, “Hai Jibril, katakanlah agar dia membaca shalawat atas Kekasih-Ku Muhammad SW.” Malaikat Jibril berkata lagi, “Kemudian malaikat itu membaca shalawat kepadamu dan Allah SWT mengampuninya serta menumbuhkan kedua sayapnya, lalu menempatkannya lagi di atas singsananya.”
Fahamilah…Dengan ini kita dapat mengerti akan betapa keagungan shalawat, dan betapa pentingnya kita berdiri untuk menyambut dan menghormati saat Mahlul Qiyam atas kedatangan Rasulullah SAW dan para Ahlubait serta pewaris-pewarisnya..
Kitab Mukasyafatul Qulub Bab XIX,halaman 143,karangan Hujjatul Islam Al Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al Ghazali Ath Thurthusy

Kisah Cinta Sayyidina Ali dgn Sayyidah Fatimah Azzahra


Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.

‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.

Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.

’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.

’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”

Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.

Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ””Aku?”, tanyanya tak yakin.”Ya. Engkau wahai saudaraku!””Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?””Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?””Entahlah..””Apa maksudmu?””Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!””Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.

’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ”‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”

Kemudian Nabi saw bersabda: “ Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”

Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:“ Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.”
(kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4).

ADAB MURID TERHADAP GURU



ADAB ISLAMI :

Dasar keilmuan itu tidak dapat diperoleh dengan belajar sendiri dari kitab, namun harus bimbingan seorang guru ahli yang akan membuka pintu-pintu ilmu baginya, agar engkau selamat dari kesalahan dan ketergelinciran. Karena itu, hendaknya engkau menjaga kehormatannya, yang mana itu adalah tanda keberhasilan, kesuksesan, serta engkau akan bisa mendapatkan ilmu dan taufiq. Jadikanlah gurumu orang yang engkau hormati, hargai, agungkan, dan berlakulah yang lembut. Berlakulah penuh sopan santun kepadanya saat duduk bersama, berbicara kepadanya, saat bertanya dan mendengar pelajaran, bersikap baik saat membuka lembaran kitab di hadapannya. Jangan banyak bicara dan berdebat dengannya. Jangan mendahuluinya, baik dalam bicara maupun saat jalan. Jangan banyak berbicara kepadanya dan jangan memotong pembicaraannya, baik di tengah-tengah pelajaran maupun lainnya. Jangan ngotot bisa mendapatkan jawaban darinya. Jauhilah banyak bertanya terutama sekali kalau di tengah khalayak ramai, karena itu akan membuatmu berbangga diri, namun bagi gurumu akan membuat bosan.

Janganlah engkau memanggilnya hanya dengan namanya saja, atau hanya dengan gelarnya saja. Jangan sebut namanya karena itu lebih sopan. Jangan memanggil dengan mengatakan: "Kamu," juga jangan memanggilnya dari jarak jauh, kecuali kalau terpaksa. Sebagaimana tidak layak bagimu memanggil bapak kandungmu: "Wahai fulan," atau "wahai bapakku fulan," maka hal itu juga tidak pantas bagi gurumu. Selalulah bersikap hormat terhadap majelis ilmu, dan nampakkanlah kegembiraan dan bisa mengambil faidah saat belajar.
Perhatikanlah apa yang disebutkan oleh Allah Ta'ala tentang sikap yang sopan terhadap Rasulullah, orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia. "Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain) ...." (An-Nuur: 63).

Ada dua pendapat tentang tafsir ayat ini. Pertama, janganlah kalian memanggil Rasulullah dengan menyebut namanya, sebagaimana kalian saling memanggil antara sesama kalian. Penafsiran ini yang dimaksud penulis dalam kajian ini. Kedua, janganlah kalian menjadikan seruan Rasulullah saw. kepada kalian seperti seruan kalian kepada sesama, tetapi kalian harus menjawabnya dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.

Jika engkau mengetahui kesalahan atau kebimbangan gurumu, janganlah jadikan itu alasan untuk meremehkannya, karena itulah yang akan menjadi sebab engkau tidak akan memperoleh ilmu, dan siapakah orangnya yang tidak pernah salah?

Hati-hati, jangan sampai membuat gusar guru Anda, hindari perang urat saraf dengannya, dalam artian jangan menguji kemampuan ilmiah maupun ketabahan guru Anda. Dan, kalau engkau ingin pindah belajar kepada guru lain, maka mintalah izin kepadanya, karena sikap ini lebih menunjukkan bahwa engkau menghormatinya, serta lebih bisa membuatnya mencintai dan menyayangimu.

Dan, masih banyak adab sipan santun lainnya yang bisa diketahui secara fithrah oleh orang yang diberi taufik oleh Allah Ta'ala untuk bisa menjaga kehormatan gurumu yang merupakan "ayahmu dalam beragama" atau apa yang disebut oleh sebagian undang-undang denan nama "persusuan etika". Dan penamaan oleh sebagian ulama dengan "ayah dalam agama" lebih layak. Sedang meninggalkan penamaan itu lebih baik. Dan ketahuilah bahwa dengan kadar engkau menjaga kehormatan gurumu, maka engkau akan mendapatkan kesuksesan dan keberhasilan, sebaliknya kalau engkau meremehkannya, maka itu tanda kegagalan.

Peringatan penting: Saya memohon kepada Allah, semoga melindungimu dari perbuatan orang 'ajam (non-Arab), juga dari ahli thariqat serta ahli bid'ah yang ada pada zaman ini. Di antaranya sikap tunduk yang keluar dari adab-adab yang syar'i, misalnya menjilati tangan guru, mencium pundaknya, memeang tangan kanan guru dengan kedua tangannya saat bersalaman seperti keadaan orang tua yang menyayangi anaknya, begitu juga menundukkan badan saat bersalaman, serta menggunakan kalimat yang menghinakan diri, seperti panggilan: "Wahai tuanku, majikanku," atau lafaz lainnya yang digunakan oleh para pembantu atau budak. Lihatlah yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad Basyir al-Ibrahimi al-Jazairi (wafat tahun 1380 H) dalam kitab Al-Basha-ir karena pembahasannya sangat bagus.

Modal Utama Seorang Pelajar adalah dari Gurunya

Guru adalah teladan dalam akhlaknya yang baik dan perangainya yang mulia. Adapun mengenai masalah belajar darinya, maka itu hanyalah sebuah laba belaka. Hanya saja, janganlah kecintaanmu kepada gurumu menjatuhkanmu pada perbuatan tercela tanpa engkau sadari, padahal semua orang yang melihatmu mengetahuinya, jangan ikuti gaya suara dan nadanya, juga jangan ikuti gaya jalan dan gerakannya, karena syaikhmu menjadi seseorang yang mulia dengan ilmunya, oleh karena itu jangan ikuti dia dalam hal seperti ini.

Ini sangat penting, kalau memang gurumu itu berakhlak mulia dan berperangai yang bagus, saat itu jadikan dia sebagai penutan. Namun, kadang-kadang seorang guru bukan begitu atau mungkin ada sedikit kekurangan dalam akhlaknya, maka jangan ikuti dia. Jangan beralasan kalau engkau punya seorang guru yang berakhlak jelek lalu engkau mengikutinya, hanya dengan alasan bahwa dia itu gurumu.

Aktivitas Guru dalam Menyampaikan Pelajarannya

Aktivitas seorang guru (dalam menyampaikan pelajaran) haruslah sebatas kemampuan pelajar dalam mendengarkan, konsentrasi, dan bisa mengikuti pelajaran darinya. Oleh karena itu, berhati-hatilah jangan sampai menjadi penyebab terputusnya ilmunya karena rasa malas, patah semangat, menyerah dan pikiran yang melayang ke mana-mana.

Imam Al-Khatib al-Baghdadi berkata, "Hak semua ilmu itu hendaknya tidak diberikan kecuali kepada yang mencarinya, jangan diberikan kecuali kepada yang menginginkannya. Kalau seorang guru sudah melihat adanya patah semangat pada murid-muridnya, maka hendaklah dia diam, karena sebagian ulama mengatakan, 'Aktivitas orang yang bicara itu harus sebatas kepahaman mendengar'." Kemudian beliau meriwayatkan dari Zaid bin Wahab berkata, berkata 'Abdullah: "Bicaralah kepada orang yang masih memperhatikanmu dengan pandangan mata mereka, tetapi kalau engkau sudah melihat tanda kebosanan, maka berhentilah." (Lihat Al-Jami' [I/330]).

Mencatat Penjelasan Guru saat Belajar

Hal ini berbeda antara satu guru dengan guru lainnya, maka pahamilah masalah ini. Dan ini ada adab-adab dan syaratnya. Adapun adabnya adalah engkau harus memberitahukan kepada gurumu bahwa engkau akan menulis atau engkau telah menulis sesuatu yang engkau dengar sendiri. Adapun syaratnya adalah engkau harus memberitahukan bahwa apa yang engkau tulis itu adalah apa yang kamu dengar pada saat beliau menerangkan pelajaran.

Pada zaman ini seorang murid boleh jadi tidak butuh untuk mencatat keterangan guru saat pelajaran, karena sekarang sudah ada kaset rekaman, yang akan merekam segala yang dikatakan guru dari awal sampai akhir, yang dengan itu engkau tinggal mencatat dari rekaman hal yang engkau anggap penting untuk dicatat. Dan engkau harus memberitahukan gurumu bahwa engkau akan mencatat, juga kalau engkau ingin merekam maka beri tahukan dulu, karena barangkali sang guru tersebut tidak ingin mencatat ucapannya sedikit pun.

Hindari Belajar kepada Ahli Bid'ah

Hindari belajar dari ahli bid'ah yang dungu, yang aqidahnya menyeleweng, tertutupi oleh mendung khurafat, memperturutkan hawa nafsu, namun dia menamakannya mengikuti logika akal dengan berpaling dari nash. Padahal, bukankah akal itu ada pada (mengikuti) nash? Ahli bid'ah ini berpegang pada hadits yang dha'if, menjauhi hadits yang shahih. Mereka juga dinamakan ahli syubhat dan ahlul ahwa' (orang yang mengikuti hawa nafsu), oleh karena itu Abdullah bin Mubarak menamakan ahli bid'ah dengan orang-orang rendahan.

Berkata Imam Adz-Dzahabi: "Apabila engkau mengetahui seorang ahli kalam yang mubtadi' (ahli bid'ah) berkata: 'Tinggalkanlah Al-Qur'an dan As-Sunnah dan pakailah akal,' maka ketahuilah bahwa dia itu Abu Jahal (biangnya kebodohan). Apabila ada ahli thariqat yang berkata: 'Tinggalkan dalil naqli dan akal sekaligus dan pakailah perasaan dan naluri, maka ketahuilah bahwa dia itu iblis yang menyamar sebagai manusia atau merasuk ke tubuh manusia, kalau engkau takut maka larilah, namun kalau engkau berani, lawan dia, tindihlah dadanya, lalu bacakan ayat kursi dan cekiklah." (Siyar A'lamin Nubala' [IV/472]).

Ahli bid'ah itu berpegang pada hadits yang dha'if dan menjauhi hadits yang shahih. Kebanyakan mereka adalah kalangan tukang cerita atau ahli menasihati, yang banyak mencekoki otak kaum muslimin dengan hadits-hadits dha'if dengan harapan bisa membangkitkan semangat manusia dalam beribadah, baik dengan kabar gembira maupun dengan peringatan. Ambil sebuah contoh, saat membahas firman Allah: "Katakanlah: 'Dialah Allah Yang Mahaesa." (Al-Ikhlas: 1). Dia berkata: "Rasulullah saw. bersabda: 'Sesungguhnya Allah menciptakan dari setiap huruf surat qulhuwallaah 1000 burung, setiap burung mempunyai 1000 lisan, semuanya berdoa dan bertasbih kepada orang yang membaca surat tersebut'." Siapakah kira-kira yang mengatakan ucapan ini? Dan, masih banyak perkara-perkara yang aneh dan ganjil yang disebutkan pada bab keutamaan amal perbuatan tertentu.

Adapun mengenai ucapan Imam Adz-Dzahabi bahwa agama orang-orang shufi semuanya berasal dari perasaan dan naluri, yang nampak bahwa beliau melihat langsung kemungkaran mereka, sehingga beliau bersikap keras dalam menjelek-jelekkan sifat mereka. Apabila engkau pergi ke sebagian negeri muslim, akan engkau temukan keanehan pada diri mereka, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama dulu dan sekarang, yaitu mereka shalat seperti orang gila, memukul-mukul gendang dan memukulkan tongkat ke tanah, lalu mereka mengambil cambuk, lalu bertahlil dan membaca dzikir ala mereka, kemudian berguling-guling di tanah, barang siapa yang paling banyak terkena debu, maka dialah yang paling kuat dan paling bagus, dan itu merupakan bukti bahwa dia adalah seorang murid yang paling baik.

Imam Adz-Dzahabi berkata: "Saya membaca tulisan Syaikh Muwaffaquddin Ibnu Qudamah, beliau berkata: 'Saya dan saudaraku, Abu 'Umar, mengikuti kajian yang diajarkan oleh Ibnu Abi Ashrun, namun akhirnya kami tidak mengikuti pelajarannya lagi. Lalu saya mendengar saudaraku berkata: 'Setelah itu saya menemuinya, dan dia berkata: 'Kenapa kalian tidak lagi mengikuti pelajaranku?' Saya jawab: 'Sesungguhnya kami dengar orang-orang berkata bahwa engkau adalah seorang Asy'ari,' maka dia berkata: 'Demi Allah, saya bukan orang Asy'ari.' begitulah ceritanya."

Dari Imam Malik, ia berkata: "Ilmu tidak boleh dipelajari dari empat orang, yaitu orang bodoh yang menampakkan kebodohannya meskipun banyak meriwayatkan hadits, yang kedua ahli bid'ah yang mengajak kepada hawa nafsunya, ketiga orang yang berdusta saat berbicara dengan orang lain meskipun dia tidak berdusta dalam meriwayatkan hadits, keempat orang shaleh ahli ibadah namun tidak memahami apa yang dia katakan." (Siyar A'lamin Nubala' [VIII/67], Al-'Uqaili dalam Adh-Dhu'afa [I/13], dan Ar-Rumahurmuzi dalam Al-Muhaddits al-Fashil [II/430]).

Wahai para pelajar, kalau engkau dalam kelapangan dan bisa memilih, janganlah belajar kepada ahli bid'ah dari kalangan Syi'ah, Khawarij, Murji-ah, Qadariyyah, Quburiyyin (para pengagung kuburan), dan ahli bid'ah lainnya. Karena, kamu tidak akan pernah mencapai derajat para ulama yang mereka bersih aqidahnya, kuat hubungan dengan Allah, shahih pandangannya, dan mengikuti Sunnah, kecuali dengan menjauhi ahli bid'ah dan kebid'ahan mereka.

Kisah-kisah dari para ulama salaf sangat banyak yang berhubungan dengan menghindar dan menjauhi ahli bid'ah. Hal ini bertujuan sebagai peringatan dari kejahatan mereka serta menghalangi tersebarnya bid'ah itu, juga melemahkan semangat mereka sehingga akan patah semangat dalam menyebarkan perbuatan bid'ahnya. Karena, kalau Ahlus Sunnah berkawan dengan mereka, maka ini mengindikasikan sebuah tazkiyah (rekomendasi) pada mereka dalam pandangan orang-orang yang masih pemula dalam belajar atau bagi orang-orang awam.

Wahai para pelajar, ikutilah jejak para ulama salaf. Hati-hatilah, jangan sampai para ahli bid'ah mencelakakanmu. Karena, sesungguhnya mereka banyak membuat jalan-jalan untuk menjegalmu. Mereka bungkus semua itu dengan ucapan yang manis seperti madu, padahal sebenarnya ia adalah madu yang pahit dan kucuran air mata, indah kilit luarnya, tipuan dengan khayalan belaka, mempertontonkan karamah, menjilati tangan serta mencium pundak. Tidaklah semua itu kecuali bara perbuatan bid'ah dan panasnya api fitnah yang ditanamkan dalam hatimu yang akan bisa menjeratmu dalam lingkaran syaitannya. Demi Allah, tidaklah orang yang buta bisa menuntun dan menunjukkan untuk memimpin orang-orang buta sepertinya.

Adapun kalau belajar kepada ulama Ahlis Sunnah, maka benar-benar isaplah madu dari mereka, jangan tanyakan lagi, semoga Allah memberimu taufiq kepada jalan kebenaran, agar engkau mampu meraup warisan para nabi secara murni. Kalau tidak demikian, maka tangisilah agama ini bagi yang masih bisa menangis. Semua yang saya sebutkan ini adalah pada saat bisa memilih antara belajar dengan Ahlus Sunnah atau ahli bid'ah, adapun kalau engkau belajar pada sekolah formal yang tidak ada pilihan lagi bagimu, maka berhati-hatilah serta berlindunglah kepada Allah dari kejelekannya. Jangan karena ini, engkau mundur dari belajar, saya takut ini termasuk mundur dari tengah kancah medan pertempuran. Saat itu tidak ada kewajiban bagimu kecuali engkau benar-benar selektif menerima ilmunya, lalu engkau jauhi kejelekannya serta membongkar kedoknya.

Ketahuilah bahwasannya ahli bid'ah akan bertambah banyak dan memperoleh kemenangan karena sedikitnya ilmu dan merajalelanya kajahilan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menanggapi tentang mereka dengan mengatakan: "Sesungguhnya golongan ini akan menjadi banyak apabila kebodohan telah merajalela, demikian juga banyaknya orang-orang yang bodoh, di sisi lain tidak didapati ahli ilmu yang paham tentang sunnah Nabi dan berusaha mengikutinya yang menampakkan cahayanya, bisa melenyapkan gelapnya kesesatan, dan membuka tabir yang penuh dengan kebohongan, syirik, dan tipu daya." (Lihat Minhajus Sunnah an-Nabawiyyah [I/6]).

Maka dari itu, jika engkau sudah banyak menguasai ilmu, hendaklah engkau hancurkanlah bid'ah beserta ahlinya dengan argumen dan penjelasan dari Anda.

Sumber: Diringkas dari Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu, terj. Ahmad Sabiq, Lc (Pustaka Imam Asy-Syafi'i, 2005); judul asli: Syarah Hilyah Thaalibil 'Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin (Maktabah Nurul Huda, 2003).

Sejarah Thoriqoh

Thoriqoh adalah salah satu amaliyah keagamaan dalam Islam yang sebenarnya sudah ada sejak jaman Nabi Muhammad SAW. Bahkan, perilaku kehidupan beliau sehari-hari adalah paktek kehidupan rohani yang dijadikan rujukan utama oleh para pengamal thoriqoh dari generasi ke generasi sampai kita sekarang.
Lihat saja, misalnya hadist yang meriwayatkan bahwa ketika Islam telah berkembang luas dan kaum Muslimin telah memperoleh kemakmuran, sahabat Umar bin Khatthab RA. berkunjung ke rumah Rosulullah SAW. Ketika dia telah masuk didalamnya, dia tertegun melihat isi rumah Beliau, yang ada hanyalah sebuah meja dan alasnya hanya sebuah jalinan daun kurma yang kasar, sementara yang tergantung di dinding hanyalah sebuah geriba (tempat air) yang biasa beliau gunakan untuk  berwudlu’. Keharuan muncul di hati Umar RA. yang kemudian tanpa disadari air matanya berlinang.
Maka kemudian Rosulullah SAW. menegurnya: ”Gerangan apakah yang membuatmu menangis, wahai sahabatku?” Umar pun menjawabnya: “Bagaimana aku tidak menangis, Ya Rosulullah!... Hanya seperti ini keadaan yang kudapati di rumah Tuan. Tidak ada perkakas dan tidak ada kekayaan kecuali sebuah meja dan sebuah geriba, padahal ditangan tuan telah tergenggam kunci Dunia Timur dan Dunia Barat, dan kemakmuran telah melimpah. Lalu beliau menjawab: “Wahai Umar aku ini adalah Rosul (utusan) Allah. Aku bukan seorang kaisar dari Romawi dan juga bukan seorang Kisra dari Persia.
Mereka hanyalah mengejar duniawi, sementara aku mengutamakan ukhrawi (akhirat) .”Suatu hari Malaikat Jibril AS. datang kepada Nabi SAW. setelah menyampaikan salam dari Allah SWT, dia bertanya: “Ya Muhammad, manakah yang engkau sukai menjadi Nabi yang kaya raya seperti Sulaiman AS atau menjadi Nabi yang papa seperti Ayub AS.?” Beliau menjawab: ”Aku lebih suka kenyang sehari dan lapar sehari".
Disaat kenyang, aku bisa bersyukur kepada Allah SWT. dan disana lapar aku bisa  bersabar dengan ujian Allah SWT. ”Bahkan suatu hari Rosulullah SAW. pernah bertanya kepada  sahabatnya: ”Bagaimana sikap kalian, jika sekiranya kelak telah terbuka untuk kalian kekayaan Romawi dan Persia?” Di antara sahabatnya ada yang segera manjawab: ”Kami akan tetap teguh memegang agama, ya Rosulullah SAW..” Tetapi beliau segera menukas: ”Pada saat itu kalian akan berkelahi sesama kalian. Dan kalian akan berpecah belah, sebagian kalian akan bermusuhan dengan sebagian yang lainnya.
Jumlah kalian banyak tetapi kalian lemah, laksana buih di lautan. Kalian akan hancur lebur seperti kayu di makan anai-anai! ”Para sahabat penasaran, lalu bertanya: ”Mengapa bisa begitu ya Rosulullah.” Lalu Nabi SAW. segera menjawabnya: ”Karena pada saat itu hati kalian telah terpaut dengan duniawi (materi) dan aku menghadapi kematian.” Di kesempatan lain beliau juga menegaskan: ”Harta benda dan kemegahan pangkat akan menimbulkan fitnah di antara kalian! ”Apa yang dinyatakan oleh Rosulullah SAW. tersebut bukanlah ramalan, karena beliau pantang untuk meramal. Tetapi adalah suatu ikhbar bil mughayyabat (peringatan) kepada umatnya agar benar-benar waspada terhadap godaan dan tipu daya dunia.
Sepeninggal Nabi pun, ternyata apa yang beliau sabdakan itu menjadi kenyataan. Fitnah yang sangat besar terjadi di separoh terakhir masa pemerintahan Khulafaurrasyidin. Dan lebih hebat lagi terjadi di zaman Daulah Bani Umayyah, dimana sistem pemerintahan telah mirip dengan kerajaan. Penguasa memiliki kekuasaan yang tak terbatas, yang cenderung lebih mengutamakan kepentingan pribadi mereka, keluarga atau kelompoknya dan mengalahkan kepentingan rakyat kebanyakan.
Dan akhirnya berujung pada munculnya pemberontakan yang digerakkan oleh golongan Khawarij, Syiah dan Zuhhad. Hanya saja ada perbedaan diantara mereka, kedua golongan yang pertama memberontak dengan motifasi politik, yakni untuk merebut kekuasaan dan jabatan, sementara golongan terakhir untuk mengingatkan para penguasa agar kembali kepada ajaran Islam dan memakmurkan kehidupan rohani, serta untuk menumbuhkan keadilan yang merata bagi warga masyarakat. Mereka berpendapat bahwa kehidupan rohani yang terjaga dan terpelihara dengan baik akan dapat memadamkan api fitnah, iri dengki dan dendam.
Meskipun saat itu Daulah Bani Umayyah merupakan pemerintahan yang terbesar di dunia, dengan wilayah kekuasaan yang terbentang dari daratan Asia dan Afrika di bagian timur sampai daratan Spanyol Eropa di bagian barat, pada akhinya mengalami kehancuran. Pengalaman dan nasib yang sama juga dialami oleh Daulah Bani Abasyiyah. Meskipun saat itu jumlah umat Muslim sangat banyak dan kekuasaan mereka sangat besar, tetapi hanya laksana buih di lautan atau kayu yang dimakan anai-anai, sebagaimana dinyatakan oleh Nabi SAW. di atas. Semua itu dikarenakan faktor hubb al-dunya (cinta dunia) dan karahiyat al-maut (takut menghadapi kematian). Sebab yang tampak makmur hanya kehidupan lahiriyah/duniawi, sementara kehidupan rohani/batiniyah mereka mengalami kegersangan.
Inilah yang menjadi motifasi golongan Zuhhad yang gerakan-gerakannya untuk mengajak kembali kepada ajaran Islam yang benar untuk mendekatkan diri pada Allah SWT..  Gerakan yang muncul di akhir abad ke 6 (enam) hijriyyah ini, pada mulanya merupakan kegiatan sebagian kaum Muslimin yang semata-mata berusaha mengendalikan jiwa mereka dan menempuh cara hidup untuk mencapai ridlo Allah SWT., agar tidak terpengaruh dan terpedaya oleh tipuan dan godaan duniawi (materi).
Karenanya, pada saat itu mereka lebih dikenal dengan sebutan “zuhhad” (orang-orang yang berperilaku zuhud), ”nussak” (orang-orang yang berusaha melakukan segala ajaran agama) atau “ubbad” (orang yang rajin melaksanakan ibadah). Lama kelamaan cara kehidupan rohani yang mereka tempuh, kemudian berkembang menjadi alat untuk mencapai tujuan yang lebih murni, bahkan lebih mendalam yaitu berkehendak mencapai hakekat ketuhanan dan ma’rifat (mengenal) kepeda Allah SWT. yang sebenar-benarnya, melalui riyadloh (laku prihatin), mujahadah (perjuangan batin yang sungguh-sungguh), mukasyafah (tersingkapnya tabir antara dirinya dan Allah), musyahadah (penyaksian terhadap keberadaan Allah) atau dengan istilah lain, laku batin yang mereka tempuh di mulai dengan ”takhalli” yaitu mengosongkan hati dari sifat-sifat tercela, lalu ”tahalli” yaitu menghiasi hati dengan sifat yang terpuji, lalu ”tajalli” yaitu mendapatkan pencerahan dari Allah SWT.
Tata cara kehidupan rohani tersebut kemudian tumbuh berkembang dikalangan masyarakat Muslim, yang pada akhirnya menjadi disiplin keilmuan tersendiri, yang dikenal dengan sebutan ilmu “Tashawuf”. Sejak munculyna Tashawuf Islam di akhir abad kedua hijriyah, sebagai kelanjutan dari gerakan golongan Zuhhad, muncullah istilah “Thoriqoh” yang tampilan bentuknya berbeda dan sedikit demi sedikit menunjuk pada suatu yang tertentu, yaitu sekumpulan aqidah-aqidah, akhlaq-akhlaq dan aturan-aturan tertentu bagi kaum Shufi.
Pada saat itu disebut “Thoriqoh Shufiyyah” (metode orang-orang Shufi) menjadi penyeimbang terhadap sebutan “Thoriqoh Arbabil Aql wal Fikr” (metode orang-orang yang menggunakan akal dan pikiran). Yang pertama lebih menekankan pada dzauq (rasa), sementara yang kedua lebih menekankan pada burhan (bukti nyata/empiris). Isilah “thoriqoh“ terkadang digunakan untuk menyebut suatu pembimbingan pribadi dan perilaku yang dilakukan oleh seorang Mursyid kepada muridnya.
Pengertian terakhir inilah yang lebih banyak difahami oleh banyak kalangan, ketika mendengarkan kata “thoriqoh”. Pada perkembangan berikutnya, terjadi perbedaan diantara tokoh Shufi didalam menggunakan metode laku batin mereka untuk menggapai tujuan utamanya, yaitu Allah SWT. dan ridlo-Nya. Ada yang menggunakan metode latihan-latihan jiwa, dari tingkat terendah, yaitu nafsu ammarah, ke tingkat nafsu lawwamah, terus ke nafsu muthma’inah, lalu ke nafsu mulhamah, kemudian  ke tingkat nafsu rodliyah, lalu ke nafsu mardliyyah, sampai ke nafsu kamaliyyah. Ada juga yang menggunakan metode takhalli, tahalli dan akhirnya tajalli. Ada pula yang menggunakan metode dzikir, yaitu dengan cara mulazamatudz-dzikri, yakni melanggengkan dzikir dan senantiasa mengingat Allah SWT. dalam keadaan apapun.
Dari perbedaan metode itulah, akhirnya muncul aliran-aliran thoriqoh yang mengambil nama dari tokoh-tokoh sentral aliran tersebut, seperti Qodiriyah, Rifa’iyyah, Syadzaliyyah, Dasuqiyyah/Barhamiyyah, Zainiyyah, Tijaniyyah, Naqsabandiyyah, dan lain sebagainya.
 

Thoriqoh Al Mu’tabarah An Nahdliyyah

Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al Mu’tabarah An Nahdliyyah merupakan organisasi keagamaan sebagai wadah pengamal ajaran Thoriqoh Al Mu’tabarah, yang merupakan salah satu pilar dari ajaran Islam ala Ahlussunah Wal Jama’ah yang telah dirintis dan dikembangkan oleh para Ulama’ salafus sholihin, yang bersumber dari Rosulullah SAW. dari Malaikat Jibril AS. dan atas petunjuk Allah SWT. dengan sanad yang muttasil.
Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al Mu’tabarah An Nahdliyyah merupakan suatu sarana bagi para Mursyid/Muqoddam/Khalifah, untuk lebih mengefektifkan pembinaan terhadap para murid yang telah berbaiat sekaligus sebagai forum untuk menjalin ukhuwah antar sesama penganut ajaran Thoriqoh dalam rangka meningkatkan kualitas keimanan, ketaqwaan dan keikhlasan didalam amaliyah ubudiyyah serta meningkatkan robithoh terhadap guru Mursyid/Muqoddam/Khalifah.
Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al Mu’tabarah An Nahdliyyah memiliki konsep yang senafas dengan konsep dan gagasan kemerdekaan Republik Indonesia dalam rangka membangun generasi bangsa yaitu membangun manusia dari jiwa/rohaniyah dengan memperbaiki akhlaq, keimanan, ketaqwaan dan baru kemudian pembangunan fisik/jasmaniyyah.
Namun demikian dalam ajaran Thoriqoh Al Mu’tabarah tetap menjaga keseimbangan antara syariat, thoriqoh, hakikat dan ma’rifat yaitu ajaran Islam tentang Iman, Islam dan Ihsan sebagai sistem pemahaman, penghayatan dan pengamalan Islam yang menyeluruh.
Oleh karena itu Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al Mu’tabarah An Nahdliyyah disamping memiliki komitmen untuk terus meningkatkan hubungan langsung kepada Allah SWT.,  juga memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap permasalahan umat dalam rangka membangun bangsa dan Negara yang lebih maju, modern, bersatu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tumbuh sebagai bangsa yang beriman bertaqwa serta berakhlaq mulia melalui proses pembinaan yang terus menerus, pengamalan Takholli, Tahalli dan Tajalli.
Keberadaan Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al Mu’tabarah An Nahdliyyah adalah perwujudan dari pelaksanaan ajaran Islam Ala Ahlussunnah Waljamaah secara konsisten yang menjadi faham Jam'iyyah Nahdlatul Ulama.
 

Kisah Rasulullah SAW dengan Gadis Kecil Yatim

Kisah ini terjadi di Madinah pada suatu pagi di hari raya Idul Fitri. Rasulullah saw seperti biasanya mengunjungi rumah demi rumah untuk mendoakan para muslimin dan muslimah, mukminin dan mukminah agar merasa bahagia di hari raya itu. Alhamdulillah, semua terlihat merasa gembira dan bahagia, terutama anak-anak. Mereka bermain sambil berlari-lari kesana kemari dengan mengenakan pakaian hari rayanya. Namun tiba-tiba Rasulullah saw melihat di sebuah sudut ada seorang gadis kecil sedang duduk bersedih. Ia memakai pakaian tambal-tambal dan sepatu yang telah usang.

Rasulullah saw lalu bergegas menghampirinya. Gadis kecil itu menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya, lalu menangis tersedu-sedu. Rasulullah saw kemudian meletakkan tangannya yang putih sewangi bunga mawar itu dengan penuh kasih sayang di atas kepala gadis kecil tersebut, lalu bertanya dengan suaranya yang lembut : “Anakku, mengapa kamu menangis? Hari ini adalah hari raya bukan?” Gadis kecil itu terkejut. Tanpa berani mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang bertanya, perlahan-lahan ia menjawab sambil bercerita : “Pada hari raya yang suci ini semua anak menginginkan agar dapat merayakannya bersama orang tuanya dengan berbahagia. Anak-anak bermain dengan riang gembira. Aku lalu teringat pada ayahku, itu sebabnya aku menangis. Ketika itu hari raya terakhir bersamanya. Ia membelikanku sebuah gaun berwarna hijau dan sepatu baru. Waktu itu aku sangat bahagia. Lalu suatu hari ayahku pergi berperang bersama Rasulullah saw. Ia bertarung bersama Rasulullah saw bahu-membahu dan kemudian ia meninggal. Sekarang ayahku tidak ada lagi. Aku telah menjadi seorang anak yatim. Jika aku tidak menangis untuknya, lalu siapa lagi?”
Setelah Rasulullah saw mendengar cerita itu, seketika hatinya diliputi kesedihan yang mendalam. Dengan penuh kasih sayang ia membelai kepala gadis kecil itu sambil berkata: “Anakku, hapuslah air matamu… Angkatlah kepalamu dan dengarkan apa yang akan kukatakan kepadamu…. Apakah kamu ingin agar aku menjadi ayahmu? …. Dan apakah kamu juga ingin agar Fatimah menjadi kakak perempuanmu…. dan Aisyah menjadi ibumu…. Bagaimana pendapatmu tentang usul dariku ini?”
Begitu mendengar kata-kata itu, gadis kecil itu langsung berhenti menangis. Ia memandang dengan penuh takjub orang yang berada tepat di hadapannya. Masya Allah! Benar, ia adalah Rasulullah saw, orang tempat ia baru saja mencurahkan kesedihannya dan menumpahkan segala gundah di hatinya. Gadis yatim kecil itu sangat tertarik pada tawaran Rasulullah saw, namun entah mengapa ia tidak bisa berkata sepatah katapun. Ia hanya dapat menganggukkan kepalanya perlahan sebagai tanda persetujuannya. Gadis yatim kecil itu lalu bergandengan tangan dengan Rasulullah saw menuju ke rumah. Hatinya begitu diliputi kebahagiaan yang sulit untuk dilukiskan, karena ia diperbolehkan menggenggam tangan Rasulullah saw yang lembut seperti sutra itu.
Sesampainya di rumah, wajah dan kedua tangan gadis kecil itu lalu dibersihkan dan rambutnya disisir. Semua memperlakukannya dengan penuh kasih sayang. Gadis kecil itu lalu dipakaikan gaun yang indah dan diberikan makanan, juga uang saku untuk hari raya. Lalu ia diantar keluar, agar dapat bermain bersama anak-anak lainnya. Anak-anak lain merasa iri pada gadis kecil dengan gaun yang indah dan wajah yang berseri-seri itu. Mereka merasa keheranan, lalu bertanya :
“Gadis kecil, apa yang telah terjadi? Mengapa kamu terlihat sangat gembira?”
Sambil menunjukkan gaun baru dan uang sakunya gadis kecil itu menjawab :
“Akhirnya aku memiliki seorang ayah! Di dunia ini, tidak ada yang bisa menandinginya! Siapa yang tidak bahagia memiliki seorang ayah seperti Rasulullah? Aku juga kini memiliki seorang ibu, namanya Aisyah, yang hatinya begitu mulia. Juga seorang kakak perempuan, namanya Fatimah. Ia menyisir rambutku dan mengenakanku gaun yang indah ini. Aku merasa sangat bahagia, dan ingin rasanya aku memeluk seluruh dunia beserta isinya.”
Rasulullah saw bersabda : “Siapa yang memakaikan seorang anak pakaian yang indah dan mendandaninya pada hari raya, maka Allah SWT akan mendandani/menghias inya pada hari Kiamat. Allah SWT mencintai terutama setiap rumah, yang di dalamnya memelihara anak yatim dan banyak membagi-bagikan hadiah. Barangsiapa yang memelihara anak yatim dan melindunginya, maka ia akan bersamaku di surga.
Judul Asli “Wie der Prophet ein waises Maedchen zum Fest gluecklich machte”, diterjemahkan dari buku “Ich erlerne meine Religion: Die fuenf Saeulen des Islam“, Asim dan Muerside Uysal, terjemahan dalam bahasa Jerman oleh Marianne Zaric, Istanbul.

Khutbah Rasulullah SAW tentang Dajjal

Dari Abi Umamah Al-Bahiliy, beliau berkata: “Rasululah s.a.w telah berkhutbah di hadapan kami. Dalam khutbahnya itu Baginda banyak menyentuh masalah Dajjal. Baginda telah bersabda: “Sesungguhnya tidak ada fitnah (kerosakan) di muka bumi yang paling hebat selain daripada fitnah yang dibawa oleh Dajjal. Setiap Nabi yang diutus oleh Allah SWT ada mengingatkan kaumnya tentang Dajjal. Aku adalah nabi yang terakhir sedangkan kamu adalah umat yang terakhir. Dajjal itu tidak mustahil datang pada generasi (angkatan) kamu. Seandainya dia datang sedangkan aku masih ada di tengah-tengah kamu, maka aku adalah sebagai pembela bagi setiap mukmin. Kalau dia datang sesudah kematianku, maka setiap orang menjaga dirinya. Dan sebenarnya Allah SWT akan menjaga orang-orang mukmin.
“Dajjal itu akan datang nanti dari satu tempat antara Syam dan Irak.
Dan mempengaruhi manusia dengan begitu cepat sekali. Wahai hamba Allah, wahai manusia, tetaplah kamu. Di sini akan saya terangkan kepada kamu ciri-ciri Dajjal, yang belum diterangkan oleh nabi-nabi sebelumku kepada umatnya.
“Pada mulanya nanti Dajjal itu mengaku dirinya sebagai nabi. Ingatlah, tidak ada lagi nabi sesudah aku. Setelah itu nanti dia mengaku sebagai Tuhan. Ingatlah bahawa Tuhan yang benar tidak mungkin kamu lihat sebelum kamu mati. Dajjal itu cacat matanya sedangkan Allah SWT tidak cacat, bahkan tidak sama dengan baharu. Dan juga di antara dua mata Dajjal itu tertulis KAFIR, yang dapat dibaca oleh setiap mukmin yang pandai membaca atau buta huruf.
“Di antara fitnah Dajjal itu juga dia membawa syurga dan neraka. Nerakanya itu sebenarnya syurganya sedangkan syurganya itu neraka, yakni panas. Sesiapa di antara kamu yang disiksanya dengan nerakanya, hendaklah dia meminta pertolongan kepada Allah dan hendaklah dia membaca pangkal surah Al-Kahfi, maka nerakanya itu akan sejuk sebagaimana api yang membakar Nabi Ibrahim itu menjadi sejuk.
“Di antara tipu dayanya itu juga dia berkata kepada orang Arab: “Seandainya aku sanggup menghidupkan ayah atau ibumu yang sudah lama meninggal dunia itu, apakah engkau mengaku aku sebagai Tuhanmu?” Orang Arab itu akan berkata: “Tentu.” Maka syaitan pun datang menyamar seperti ayah atau ibunya. Rupanya sama, sifat-sifatnya sama dan suaranya pun sama. Ibu bapanya berkata kepadanya: “Wahai anakku, ikutilah dia, sesungguhnya dialah Tuhanmu.”
“Di antara tipu dayanya juga dia tipu seseorang, yakni dia bunuh dan dia belah dua. Setelah itu dia katakan kepada orang ramai: “Lihatlah apa yang akan kulakukan terhadap hambaku ini, sekarang akan kuhidupkan dia semula. Dengan izin Allah orang mati tadi hidup semula. Kemudian Laknatullah Alaih itu bertanya: “Siapa Tuhanmu?” Orang yang dia bunuh itu, yang kebetulan orang beriman, menjawab: “Tuhanku adalah Allah, sedangkan engkau adalah musuh Allah.”
Orang itu bererti lulus dalam ujian Allah dan dia termasuk orang yang paling tinggi darjatnya di syurga.”
Kata Rasulullah s.a.w lagi: “Di antara tipu dayanya juga dia suruh langit supaya menurunkan hujan tiba-tiba hujan pun turun. Dia suruh bumi supaya mengeluarkan tumbuh-tumbuhannya tiba-tiba tumbuh. Dan termasuk ujian yang paling berat bagi manusia, Dajjal itu datang ke perkampungan orang-orang baik dan mereka tidak me-ngakunya sebagai Tuhan, maka disebabkan yang demikian itu tanam-tanaman dan ternakan mereka tidak menjadi.
“Dajjal itu datang ke tempat orang-orang yang percaya kepadanya dan penduduk kampung itu mengakunya sebagai Tuhan. Disebabkan yang demikian hujan turun di tempat mereka dan tanam-tanaman mereka pun menjadi.
“Tidak ada kampung atau daerah di dunia ini yang tidak didatangi Dajjal kecuali Makkah dan Madinah. Kedua-dua kota itu tidak dapat ditembusi oleh Dajjal kerana dikawal oleh Malaikat. Dia hanya berani menginjak pinggiran Makkah dan Madinah. Namun demikian ketika Dajjal datang ke pergunungan di luar kota Madinah, kota Madinah bergoncang seperti gempa bumi. Ketika itu orang-orang munafik kepanasan seperti cacing dan tidak tahan lagi tinggal di Madinah. Mereka keluar dan pergi bergabung dengan orang-orang yang sudah menjadi pengikut Dajjal. Inilah yang dikatakan hari pembersihan kota Madinah.
Dalam hadis yang lain, “di antara fitnah atau tipu daya yang dibawanya itu, Dajjal itu lalu di satu tempat kemudian mereka mendustakannya (tidak beriman kepadanya), maka disebabkan yang demikian itu tanam-tanaman mereka tidak menjadi dan hujan pun tidak turun di daerah mereka. Kemudian dia lalu di satu tempat mengajak mereka supaya beriman kepadanya. Mereka pun beriman kepadanya. Maka disebabkan yang demikian itu Dajjal menyuruh langit supaya menurunkan hujannya dan menyuruh bumi supaya menumbuhkan tumbuh-tumbuhannya. Maka mereka mudah mendapatkan air dan tanam-tanaman mereka subur.”
Dari Anas bin Malik, katanya Rasulullah s.a.w bersabda: “Menjelang turunnya Dajjal ada tahun-tahun tipu daya, iaitu tahun orang-orang pendusta dipercayai orang dan orang jujur tidak dipercayai. Orang yang tidak amanah dipercayai dan orang amanah tidak dipercayai.”
Dari Jabir bin Abdullah, katanya Rasulullah s.a.w ada bersabda: “Bumi yang paling baik adalah Madinah. Pada waktu datangnya Dajjal nanti ia dikawal oleh malaikat. Dajjal tidak sanggup memasuki Madinah. Pada waktu datangnya Dajjal (di luar Madinah), kota Madinah bergegar tiga kali. Orang-orang munafik yang ada di Madinah (lelaki atau perempuan) bagaikan cacing kepanasan kemudian mereka keluar meninggalkan Madinah. Kaum wanita adalah yang paling banyak lari ketika itu.
Itulah yang dikatakan hari pembersihan. Madinah membersihkan kotorannya seperti tukang besi membersihkan karat-karat besi.”
Diriwayatkan oleh Ahmad, hadis yang diterima dari Aisyah r.a. mengatakan: “Pernah satu hari Rasulullah s.a.w masuk ke rumahku ketika aku sedang menangis. Melihat saya menangis beliau bertanya: “Mengapa menangis?” Saya menjawab: “Ya Rasulullah, engkau telah menceritakan Dajjal, maka saya takut mendengarnya.”
Rasulullah s.a.w berkata: “Seandainya Dajjal datang pada waktu aku masih hidup, maka aku akan menjaga kamu dari gangguannya. Kalau dia datang setelah kematianku, maka Tuhan kamu tidak buta dan cacat.”
Dari Jabir bin Abdullah, katanya Rasulullah s.a.w bersabda: “Dajjal muncul pada waktu orang tidak berpegang kepada agama dan jahil tentang agama. Pada zaman Dajjal ada empat puluh hari, yang mana satu hari terasa bagaikan setahun, ada satu hari yang terasa bagaikan sebulan, ada satu hari yang terasa satu minggu, kemudian hari-hari berikutnya seperti hari biasa.”
Ada yang bertanya: “Ya Rasulullah, tentang hari yang terasa satu tahun itu, apakah boleh kami solat lima waktu juga?” Rasulullah s.a.w menjawab: “Ukurlah berapa jarak solat yang lima waktu itu.”
Menurut riwayat Dajjal itu nanti akan berkata: “Akulah Tuhan sekalian alam, dan matahari ini berjalan dengan izinku. Apakah kamu bermaksud menahannya?” Katanya sambil ditahannya matahari itu, sehingga satu hari lamanya menjadi satu minggu atau satu bulan.
Setelah dia tunjukkan kehebatannya menahan matahari itu, dia berkata kepada manusia: “Sekarang apakah kamu ingin supaya matahari itu berjalan?” Mereka semua menjawab: “Ya, kami ingin.” Maka dia tunjukkan lagi kehebatannya dengan menjadikan satu hari begitu cepat berjalan.
Menurut riwayat Muslim, Rasulullah s.a.w bersabda: “Akan keluarlah Dajjal kepada umatku dan dia akan hidup di tengah-tengah mereka selama empat puluh. Saya sendiri pun tidak pasti apakah empat puluh hari, empat puluh bulan atau empat puluh tahun. Kemudian Allah SWT mengutus Isa bin Maryam yang rupanya seolah-olah Urwah bin Mas’ud dan kemudian membunuh Dajjal itu.”
Dan menurut ceritanya setelah munculnya Dajjal hampir semua penduduk dunia menjadi kafir, yakni beriman kepada Dajjal. Menurut ceritanya orang yang tetap dalam iman hanya tinggal 12,000 lelaki dan 7,000 kaum wanita. Wallahu A’lam.
Dipetik Dari Buku: Menunggu Kedatangan Imam Mahdi, Dajjal & Nabi Isa.
Pengarang: Abdul Latif Asyur.

Rasulullah Merindukan Umat Akhir Zaman

Suasana di majelis pertemuan itu hening sejenak. Semua yang hadir diam membatu. Mereka seperti sedang memikirkan sesuatu. Lebih-lebih lagi Sayyidina Abu Bakar. Itulah pertama kali dia mendengar orang yang sangat dikasihi melafazkan pengakuan sedemikian.
Seulas senyuman yang sedia terukir di bibirnya pun terungkai. Wajahnya yang tenang berubah warna.
“Apakah maksudmu berkata demikian, wahai Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudaramu?” Sayyidina Abu Bakar bertanya melepaskan gumpalan teka-teki yang mula menyerabut pikiran.
“Tidak, wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-sahabatku tetapi bukan saudara-saudaraku (ikhwan),” suara Rasulullah bernada rendah.
“Kami juga ikhwanmu, wahai Rasulullah,” kata seorang sahabat yang lain pula.
Rasulullah menggeleng-gelangkan kepalanya perlahan-lahan sambil tersenyum. Kemudian Baginda bersuara,
“Saudaraku ialah mereka yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku sebagai Rasul Allah dan mereka sangat mencintaiku. Malahan kecintaan mereka kepadaku melebihi cinta mereka kepada anak-anak dan orang tua mereka.”
**
Pada ketika yang lain pula, Rasulullah menceritakan tentang keimanan ‘ikhwan’ Baginda:
“Siapakah yang paling ajaib imannya?” tanya Rasulullah.
Malaikat,” jawab sahabat.
“Bagaimana para malaikat tidak beriman kepada Allah sedangkan mereka sentiasa dekat dengan Allah,” jelas Rasulullah.
Para sahabat terdiam seketika. Kemudian mereka berkata lagi, “Para nabi.”
“Bagaimana para nabi tidak beriman, sedangkan wahyu diturunkan kepada mereka.”
“Mungkin kami,” celah seorang sahabat.
“Bagaimana kamu tidak beriman sedangkan aku berada di tengah-tengah kalian,” pintas Rasulullah menyangkal hujjah sahabatnya itu.
“Kalau begitu, hanya Allah dan Rasul-Nya saja yang lebih mengetahui,” jawab seorang sahabat lagi, mengakui kelemahan mereka.
“Kalau kamu ingin tahu siapa mereka, mereka ialah umatku yang hidup selepasku. Mereka membaca Al Qur’an dan beriman dengan semua isinya. Berbahagialah orang yang dapat berjumpa dan beriman denganku. Dan tujuh kali lebih berbahagia orang yang beriman denganku tetapi tidak pernah berjumpa denganku,” jelas Rasulullah.
“Aku sungguh rindu hendak bertemu dengan mereka,” ucap Rasulullah lagi setelah seketika membisu. Ada berbaur kesayuan pada ucapannya itu.
Begitulah nilaian Tuhan. Bukan jarak dan masa yang menjadi ukuran. Bukan bertemu wajah itu syarat untuk membuahkan cinta yang suci. Pengorbanan dan kesungguhan untuk mendambakan diri menjadi kekasih kepada kekasih-Nya itu, diukur pada hati dan terbuktikan dengan kesungguhan beramal dengan sunnahnya.
Dan insya Allah umat akhir zaman itu adalah kita. Pada kita yang bersungguh-sungguh mau menjadi kekasih kepada kekasih Allah itu, wajarlah bagi kita untuk mengikis cinta-cinta yang lain. Cinta yang dapat merenggangkan hubungan hati kita dengan Baginda Rasulullah saw.
Allahumma shalli ala Muhammad wa ala alihi wa shahbihi ajma’in


http://namakugusti.wordpress.com/2010/07/23/rasulullah-merindukan-umat-akhir-zaman/#more-1398

Qasidah Burdah


Maulaaya shalli wa sallim daa-iman abada "ala habiibika khayril-khalqikullihimi huwal-habiibul-ladzii turja syafaa"atuhu likulli hawlin minal-ahwaali muqtahami


Itulah sebagian bait qashidah BURDAH, yang ta asing lagi di telinga kita.Maknanya,"Wahai Tuhanku, limpahkanlah shalawat dan salam kepada kekasih-MU,sebaik-baik mahluk semuanya.Dialah kekasih yang diharapkan pertolonganya, untuk semua ketakutan yang menimpa."

Qashidah Burdah memang selalu didengungkan oleh para pecintanya di setiap saat.itu menunjukkan,kaum muslimin di berbagai lapisan menerima qashidah. Di berbagai negara islam, baik di negeri-negeri Arab maupun "ajam,ada majelis-majelis khusus untuk pembacaan Burdah dan penjelasan bait-baitnya. Tak henti-henti muslimin di seluruh penjuru dunia menjadikanya sebagai luapan kerinduan akan pertemuanya dengan Nabi.
Qashidah Burdah memang di kenal akan keindahan kata-katanya. Dr.De Sacy, seorang ahli bahasa arab di universitas Sorbone, Prancis, memujinya sebagai karya puisi terbaik sepanjang masa.
Qashidah Burdah adalah salah satu karya paling populer dalam khazanah sastra Islam. Isinya, sajak-sajak pujian kepada Nabi Muhammad SAW. pesan moral, nilai-nilai sepiritual, dan semangat perjuangan, hingga kini masih sering di bacakan di berbagai Pesantren salaf dan pada peringatan maulid Nabi. Qashidah ini telah di terjemahkan kedalam berbagai bahasa, seperti Persia,Turki, Urdu, Punjabi, Swahili, Pastum, Melayu, Sindi, Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia.
Di Hadramaut dan banyak daerah Yaman lainya,diadakan pembacaan qashidah Burdah setiap subuh hari jumat atau ashar setiap selasa. Sedangkan ulam Al-Azhar di mesir banyak yang menghususkan hari kamis untuk pembacaan Burdah dan mengadakan kajian serta penjelasan tentangnya.Sampai kini masih diadakan pembacaan Burdah di masjid-masjid besar di kota Mesir, seperti masjid Imam Al-Husain,masjid As-Sayyidah Zainab.
Di negeri Syam (Syiria), majlis-majlis qashidah Burdah juga di adakan di rumah-rumah dan di masjid-masjid yang di hadiri ulama besar.Di Maroko pun biasa diadakan majlis-majlis besar untuk pembacaan qashidah Burdah.
Ada majlis-majlis khusus untuk pembacaan Burdah dan penjelasan bait-baitnya yang diadakan di sebagian besar negara Islam Arab dan 'Ajam (non-Arab), bahkan di berbagai negara lain di dunia, termasuk Amerika.
Di pesantren-pesantren di Indonesia, qashidah Burdah di baca secara rutin setiap malam jum'at dan malam senin.Tak hanya itu ,ketika umat mengadakan hajatanatau menghadapi situasi kritis,qashidah Burdah biasanya dibaca,dengan harapan tercegah dari malapetaka dan marabahaya.
Disamping di apresiasi, qashidah Burdah pun diterjemahkan dan dijelaskan maksudnya.
Qashidah Burdah terus bergema, melantunkan senandung kerinduan dan puja'an.
Selain kata-katanya yang sangat indah, qashidah Burdah juga berisi do'a-do'a yang bisa memberi manfa'at pada jiwa.Karena itu tak mengherankan jika banyak ulama memberikan catata-catatan khusus tentang Burdah, baik dalam bentuk syarh (komentar) maupun hasyi-yah (catatan kaki atau catatan pinggir).
sangat banyak karya syarh atas Burdah,dan banyak pula di antaranya yang ta diketahui lagi siapa pengarangnya. yang bisa di catat dan di ketahui namanya karena menjadi bahan kajian di beberapa universitas di antaranya adalah syarh karya Imam jalaludin Al-Mahalli (wafat tahun 864 H/1460 M), Imam Zakariya Al-Ansari(wafat tahun 926 H/1520 M) Syaikh Ahmad bin Muhammadbin Hajar Al-Haitami (wafat tahun 973 H/1566 M) Imam Al-Qasthalani(wafat tahun 923 H/1517 M), Syeikh Malla Ali Al-Qari AL-Hanafi (wafat tahun 1014 H/1605 M), Syaikh Ibrahim Al-Bajuri(wafat tahun 1276 H/1860 M).
Dr. Zaki Mubarak, ahli sastra Arab dan Mesir,dalam karyanya, Al-Madaih An-Nabawiyyah, menyebutkan, gaya puisi Al-Burdah banyak mempengaruhi karya-karya kemudian.




Rasulullah diQishash

Jangka waktu Rasulullah SAW hidup setelah turunya ayat tersebut, ada yang mengatakan 81 hari, ada yang mengatakan Beliau hidup 50 hari, ada yang mengatakan hidup selama 35 hari dan ada pula yang mengatakan bahwa beliau hidup 21 hari.
Pada saat ajal Rasulullah SAW sudah dekat, Beliau menyuruh Bilal adzan untuk mengerjakan salat. Lalu berkumpullah para Muhajirin dan Anshar di Masjid Rasulullah. Kemudian Beliau menunaikan salat dua rakaat bersama semua yang hadir. Setelah selesai salat, Beliau bangkit lalu naik ke atas mimbar, seraya berkata :
“Alhamdulillah, wahai para muslimin, sesungguhnya saya adalah seorang nabi yang diutus dan mengajak manusia kepada jalan Allah dengan ijin-Nya. Saya ini adalah saudara kandung kalian, kasih sayangku pada kalian seperti seorang ayah pada anaknya. Oleh karena itu kalau ada siapapun di antara kalian yang mempunyai hak untuk menuntut, maka hendaklah ia berdiri dan membalasku, sebelum saya dituntut di hari kiamat.”
Rasulullah berkata demikian sebanyak 3 kali, kemudian bangkitlah seorang lelaki bernama ‘Ukasyah bin Muhshan dan berkata :
“Demi ayahku dan ibuku ya, Rasulullah SAW, kalau anda tidak mengumumkan kepada kami berkali-kali soal ini, sudah tentu saya tidak mau mengemukakan hal ini.”
Lalu ‘Ukasyah berkata lagi :
“Sesungguhnya dalam Perang Badar saya turut bersamamu ya Rasulullah, pada saat itu saya mengikuti onta Anda dari belakang. Setelah dekat, saya pun turun menghampiri Anda dengan tujuan supaya saya dapat mencium paha Anda. Tetapi Anda telah mengambil tongkat dan memukul onta Anda untuk berjalan cepat. Pada saat itu saya pun Anda pukul dan pukulan itu mengenai tulang rusuk saya. Oleh karena itu saya ingin tahu, apakah Anda sengaja memukul saya atau hendak memukul onta tersebut.”
Rasulullah berkata :
“Wahai ‘Ukasyah, saya sengaja memukul engkau.”
Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada Bilal:
“Wahai Bilal, pergilah engkau ke rumah Fatimah dan ambilkan tongkatku.”
Saat keluar dari masjid menuju rumah Fatimah, ia meletakkan tangannya di atas kepala seraya berkata :
“Rasulullah SAW telah mempersiapkan dirinya untuk dibalas (diqishash).”
Ketika Bilal sampai di rumah Fatimah, Bilal memberi salam dan mengetuk pintu. Kemudian Fatimah menyahut dengan berkata :
“Siapakah yang ada di pintu?”
Bilal menjawab :
“Saya Bilal, saya telah diperintah Rasulullah untuk mengambil tongkat Beliau.”
Kemudian Fatimah berkata :
“Wahai Bilal untuk apa ayahku minta tongkatnya.”
Berkata Bilal :
“Wahai Fatimah Rasulullah telah menyiapkan dirinya untuk diqishash.”
Fatimah berkata lagi :
“Wahai Bilal siapakah manusia yang sampai hati mengqishash Rasulullah SAW?”
Bilal tidak menjawab pertanyaan Fatimah. Setelah Fatimah memberikan tongkat tersebut, Bilal pun membawa tongkat itu ke hadapan Rasulullah SAW.
Pembelaan Para Sahabat
Setelah Rasulullah SAW menerima tongkat tersebut dari Bilal, beliau pun menyerahkan pada ‘Ukasyah. Melihat kejadian mengharukan ini, Abu Bakar dan Umar bin Khattab tampil ke hadapan sambil berkata :
“ ‘Ukasyah janganlah engkau qishash Baginda Nabi, tetapi engkau qishashlah kami berdua.”
Ketika Rasulullah SAW mendengar kata-kata Abu Bakar dan Umar, dengan segera Beliau berkata :
“Wahai Abu Bakar, Umar, duduklah engkau berdua, sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan tempatnya untuk engkau berdua.”
Kemudian Ali berdiri, lalu berkata :
“Wahai ‘Ukasyah! Aku adalah orang yang senantiasa berada di samping Rasulullah SAW, oleh karena itu, engkau pukullah aku dan janganlah engkau mengqishash Rasulullah.”
Lalu Rasulullah SAW berkata :
“Wahai Ali, duduklah engkau, sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan tempatmu dan mengetahui isi hatimu.”
Setelah itu Hasan dan Husein berdiri dan berkata :
“Wahai ‘Ukasyah, bukankah engkau tahu bahwa kami ini adalah cucu Rasulullah, kalau engkau mengqishash kami sama dengan engkau mengqishash Rasululullah SAW.”
Mendengar kata-kata dari cucunya, Rasulullah SAW pun berkata :
“Wahai buah hatiku, duduklah engkau berdua.”
Berkata Rasulullah SAW :
“Wahai ‘Ukasyah pukullah saya kalau engkau hendak memukul.”
Kemudian ‘Ukasyah berkata :
“Ya, Rasulullah SAW, Anda telah memukul saya sewaktu saya tidak memakai baju.”
Lantas, Rasulullah pun membuka baju. Setelah Beliau membuka baju, menangislah semua yang hadir.
Setelah ‘Ukasyah melihat tubuh Rasulullah SAW, ia pun mencium Beliau dan berkata :
“Saya tebus Anda dengan jiwa saya, ya Rasulullah SAW. Siapakah yang sanggup memukul Anda? Saya melakukan ini karena saya ingin menyentuh (memeluk) tubuh Anda yang dimuliakan oleh Allah SWT dengan badan saya. Dan semoga Allah SWT menjaga saya dari neraka atas kehormatanmu.”
Kemudian Rasulullah SAW berkata :
“Dengarlah engkau sekalian, sekiranya engkau hendak melihat ahli surga, inilah orangnya.”
Kemudia semua para sahabat bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap peristiwa yang sangat genting itu. Setelah itu para sahabat pun berkata :
“Wahai ‘Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau telah memperoleh derajat tinggi dan bertemankan Rasulullah SAW dalam surga.”

Nabi juga Memperingati Maulid


Imam Muslim dalam Shahih-nya (2/819) meriwayatkan dari Abu Qatadah bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab, "Itu adalah hari aku dilahirkan dan hari turunnya wahyu kepadaku."
Pada abad ke-14 H, muncul sekelompok orang yang mengharamkan ziarah kubur, termasuk kubur Nabi SAW, melarang bertawassul dengan nabi-nabi dan orang-orang shalih, melarang membaca doa bersama-sama setelah shalat fardhu, termasuk melarang peringatan Maulid Nabi SAW.


Mereka menyebut peringatan Maulid sebagai bid’ah yang sesat. Bahkan sebagian mereka menyatakan, peringatan Maulid adalah perbuatan syirik, dan pelakunya adalah musyrik.

Tidak tertutup kemungkinan, karena ketidaktahuan umat, hingga kini masih ada di antara mereka yang juga bersikap demikian. Yang sering terucap di antara mereka adalah bahwa peringatan Maulid itu bid’ah, dan karena bid’ah hukumnya sesat.

Bahasa adalah fenomena. Dan, sebagai sebuah fenomena, barangkali memang sulit bagi kita untuk membendungnya. Demikian pula fenomena penggunaan kata “bid’ah” dalam masyarakat kita. Tanpa konteks tertentu, kata itu mungkin berkonotasi “haram”, “sesat”, “terlarang”, dan sebagainya. Tapi, apakah semua bid’ah itu haram?

Tidak! Para ulama membagi bid’ah menjadi bid’ah hasanah, bid’ah yang baik, dan bid’ah qabihah, bid’ah yang tercela.

Bid’ah hasanah adalah perbuatan-perbuatan yang belum dikenal pada masa Nabi SAW namun tidak bertentangan dengan Al-Quran dan as-sunnah. Contohnya, menghimpun Al-Quran ke dalam sebuah mushhaf, mengumpulkan orang-orang untuk mengerjakan shalat Tarawih berjama’ah.

Lalu bagaimana dengan sabda Rasulullah SAW “Setiap hal yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat”?

Untuk menjawab itu, kita juga mesti menyimak sabda Rasulullah SAW yang lain, “Siapa yang membuat bid’ah sesat, yang tidak diridhai Allah dan Rasul-Nya, atasnya dosa orang yang mengamalkannya, tanpa sedikit pun mengurangi dosa-dosa mereka.” Dari bagian kalimat “bid’ah sesat, yang tidak diridhai Allah dan Rasul-Nya”, bisa dimaknai bahwa ada bid’ah lain, yang diridhai Allah dan Rasul-Nya, yakni bid’ah hasanah.

Jadi, yang dimaksud dengan hal baru dalam hadits “Setiap hal yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat” adalah hal-hal baru yang bathil, yang tidak diridhai Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan perayaan Maulid jelas adalah bid’ah hasanah.

Di samping dalil tentang bid’ah itu, masih ada dalil-dalil lain yang sangat kuat ihwal disyari’atkannya Maulid:

•    Perintah mengagungkan hari dan tempat kelahiran beberapa nabi dalam Al-Quran dan sunnah.
•    Kisah Abu Lahab yang memerdekakan budaknya, Tsuwaibah Al-Aslamiyyah, karena gembira dengan kelahiran Nabi SAW.
• Peringatan yang dilakukan oleh Nabi SAW di hari kelahirannya dengan melakukan puasa pada hari Senin.
• Hadits shahih yang berasal dari Nabi SAW tentang puasa hari Asyura.
• Nabi SAW melakukan aqiqah bagi dirinya setelah diutus menjadi nabi.
• Perintah memuliakan hari Jum`at karena sebab diciptakannya Nabi Adam AS di hari itu.
• Penyebutan Allah SWT tentang kisah para nabi dalam Al-Quran, di antaranya kisah kelahiran Nabi Yahya AS, Maryam, dan Nabi Isa AS.
• Maulid sebagai perantara untuk melakukan berbagai perbuatan taat.
• Firman Allah SWT, “Katakanlah (Muhammad), ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” – QS Yunus (10): 58.
• Perayaan Maulid bukanlah ibadah tawqifiyah, ibadah yang pasti dan sudah jelas mutlak dalilnya, melainkan taqarrub yang mubah.
Kaidah ushul fiqh anna ma dakhalah al-ihtimal saqath al-istidlal, segala sesuatu yang mengandung kemungkinan tidak dapat dijadikan dalil.
Nafy al-`ilm la yulzam minh nafy al-wujud, ketidaktahuan tidak melazimkan ketidakadaan sesuatu.

Sumber: http://www.majalah-alkisah.com/index.php/dunia-islam/795-nabi-pun-memperingati-maulid

100 Tokoh Sejarah (Nabi Muhammad saw)


muhammad sawJatuhnya pilihan saya kepada Nabi Muhammad dalam urutan pertama daftar Seratus Tokoh yang berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan sementara pembaca dan mungkin jadi tanda tanya sebagian yang lain. Tapi saya berpegang pada keyakinan saya, dialah Nabi Muhammad satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi.

Berasal-usul dari keluarga sederhana, Muhammad menegakkan dan menyebarkan salah satu dari agama terbesar di dunia, Agama Islam. Dan pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif. Kini tiga belas abad sesudah wafatnya, pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar.

Sebagian besar dari orang-orang yang tercantum di dalam buku ini merupakan makhluk beruntung karena lahir dan dibesarkan di pusat-pusat peradaban manusia, berkultur tinggi dan tempat perputaran politik bangsa-bangsa. Muhammad lahir pada tahun 570 M, di kota Mekkah, di bagian agak selatan Jazirah Arabia, suatu tempat yang waktu itu merupakan daerah yang paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni maupun ilmu pengetahuan. Menjadi yatim-piatu di umur enam tahun, dibesarkan dalam situasi sekitar yang sederhana dan rendah hati. Sumber-sumber Islam menyebutkan bahwa Muhamnmad seorang buta huruf. Keadaan ekonominya baru mulai membaik di umur dua puluh lima tahun tatkala dia kawin dengan seorang janda berada. Bagaimanapun, sampai mendekati umur empat puluh tahun nyaris tak tampak petunjuk keluarbiasaannya sebagai manusia.
Umumnya, bangsa Arab saat itu tak memeluk agama tertentu kecuali penyembah berhala Di kota Mekkah ada sejumlah kecil pemeluk-pemeluk Agama Yahudi dan Nasrani, dan besar kemungkinan dari merekalah Muhammad untuk pertama kali mendengar perihal adanya satu Tuhan Yang Mahakuasa, yang mengatur seantero alam. Tatkala dia berusia empatpuluh tahun, Muhammad yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa ini menyampaikan sesuatu kepadanya dan memilihnya untuk jadi penyebar kepercayaan yang benar.
Selama tiga tahun Muhammad hanya menyebar agama terbatas pada kawan-kawan dekat dan kerabatnya. Baru tatkala memasuki tahun 613 dia mulai tampil di depan publik. Begitu dia sedikit demi sedikit punya pengikut, penguasa Mekkah memandangnya sebagai orang berbahaya, pembikin onar. Di tahun 622, cemas terhadap keselamatannya, Muhammad hijrah ke Madinah, kota di utara Mekkah berjarak 200 mil. Di kota itu dia ditawari posisi kekuasaan politik yang cukup meyakinkan.
ka'bahPeristiwa hijrah ini merupakan titik balik penting bagi kehidupan Nabi. Di Mekkah dia susah memperoleh sejumlah kecil pengikut, dan di Medinah pengikutnya makin bertambah sehingga dalam tempo cepat dia dapat memperoleh pengaruh yang menjadikannya seorang pemegang kekuasaan yang sesungguhnya. Pada tahun-tahun berikutnya sementara pengikut Muhammad bertumbuhan bagai jamur, serentetan pertempuran pecah antara Mektah dan Madinah. Peperangan ini berakhir tahun 630 dengan kemenangan pada pihak Muhammad, kembali ke Mekkah selaku penakluk. Sisa dua setengah tahun dari hidupnya dia menyaksikan kemajuan luar-biasa dalam hal cepatnya suku-suku Arab memeluk Agama Islam. Dan tatkala Muhammad wafat tahun 632, dia sudah memastikan dirinya selaku penguasa efektif seantero Jazirah Arabia bagian selatan.
Suku Bedewi punya tradisi turun-temurun sebagai prajurit-prajurit yang tangguh dan berani. Tapi, jumlah mereka tidaklah banyak dan senantiasa tergoda perpecahan dan saling melabrak satu sama lain. Itu sebabnya mereka tidak bisa mengungguli tentara dari kerajaan-kerajaan yang mapan di daerah pertanian di belahan utara. Tapi, Muhammadlah orang pertama dalam sejarah, berkat dorongan kuat kepercayaan kepada keesaan Tuhan, pasukan Arab yang kecil itu sanggup melakukan serentetan penaklukan yang mencengangkan dalam sejarah manusia. Di sebelah timurlaut Arab berdiri Kekaisaran Persia Baru Sassanids yang luas. Di baratlaut Arabia berdiri Byzantine atau Kekaisaran Romawi Timur dengan Konstantinopel sebagai pusatnya.
Ditilik dari sudut jumlah dan ukuran, jelas Arab tidak bakal mampu menghadapinya. Namun, di medan pertempuran, pasukan Arab yang membara semangatnya dengan sapuan kilat dapat menaklukkan Mesopotamia, Siria, dan Palestina. Pada tahun 642 Mesir direbut dari genggaman Kekaisaran Byzantine, dan sementara itu balatentara Persia dihajar dalam pertempuran yang amat menentukan di Qadisiya tahun 637 dan di Nehavend tahun 642.
Tapi, penaklukan besar-besaran –di bawah pimpinan sahabat Nabi dan penggantinya Abu Bakr dan Umar ibn al-Khattab– itu tidak menunjukkan tanda-tanda stop sampai di situ. Pada tahun 711, pasukan Arab telah menyapu habis Afrika Utara hingga ke tepi Samudera Atlantik. Dari situ mereka membelok ke utara dan menyeberangi Selat Gibraltar dan melabrak kerajaan Visigothic di Spanyol.
Sepintas lalu orang mesti mengira pasukan Muslim akan membabat habis semua Nasrani Eropa. Tapi pada tahun 732, dalam pertempuran yang masyhur dan dahsyat di Tours, satu pasukan Muslimin yang telah maju ke pusat negeri Perancis pada akhirnya dipukul oleh orang-orang Frank. Biarpun begitu, hanya dalam tempo secuwil abad pertempuran, orang-orang Bedewi ini -dijiwai dengan ucapan-ucapan Nabi Muhammad- telah mendirikan sebuah empirium membentang dari perbatasan India hingga pasir putih tepi pantai Samudera Atlantik, sebuah empirium terbesar yang pernah dikenal sejarah manusia. Dan di mana pun penaklukan dilakukan oleh pasukan Muslim, selalu disusul dengan berbondong-bondongnya pemeluk masuk Agama Islam.
Ternyata, tidak semua penaklukan wilayah itu bersifat permanen. Orang-orang Persia, walaupun masih tetap penganut setia Agama Islam, merebut kembali kemerdekaannya dari tangan Arab. Dan di Spanyol, sesudah melalui peperangan tujuh abad lamanya akhirnya berhasil dikuasai kembali oleh orang-orang Nasrani. Sementara itu, Mesopotamia dan Mesir dua tempat kelahiran kebudayaan purba, tetap berada di tangan Arab seperti halnya seantero pantai utara Afrika. Agama Islam, tentu saja, menyebar terus dari satu abad ke abad lain, jauh melangkah dari daerah taklukan. Umumnya jutaan penganut Islam bertebaran di Afrika, Asia Tengah, lebih-lebih Pakistan dan India sebelah utara serta Indonesia. Di Indonesia, Agama Islam yang baru itu merupakan faktor pemersatu. Di anak benua India, nyaris kebalikannya: adanya agama baru itu menjadi sebab utama terjadinya perpecahan.
Apakah pengaruh Nabi Muhammad yang paling mendasar terhadap sejarah ummat manusia? Seperti halnya lain-lain agama juga, Islam punya pengaruh luar biasa besarnya terhadap para penganutnya. Itu sebabnya mengapa penyebar-penyebar agama besar di dunia semua dapat tempat dalam buku ini. Jika diukur dari jumlah, banyaknya pemeluk Agama Nasrani dua kali lipat besarnya dari pemeluk Agama Islam, dengan sendirinya timbul tanda tanya apa alasan menempatkan urutan Nabi Muhammad lebih tinggi dari Nabi Isa dalam daftar. Ada dua alasan pokok yang jadi pegangan saya. Pertama, Muhammad memainkan peranan jauh lebih penting dalam pengembangan Islam ketimbang peranan Nabi Isa terhadap Agama Nasrani. Biarpun Nabi Isa bertanggung jawab terhadap ajaran-ajaran pokok moral dan etika Kristen (sampai batas tertentu berbeda dengan Yudaisme), St. Paul merupakan tokoh penyebar utama teologi Kristen, tokoh penyebarnya, dan penulis bagian terbesar dari Perjanjian Lama.
Sebaliknya Muhammad bukan saja bertanggung jawab terhadap teologi Islam tapi sekaligus juga terhadap pokok-pokok etika dan moralnya. Tambahan pula dia “pencatat” Kitab Suci Al-Quran, kumpulan wahyu kepada Muhammad yang diyakininya berasal langsung dari Allah. Sebagian terbesar dari wahyu ini disalin dengan penuh kesungguhan selama Muhammad masih hidup dan kemudian dihimpun dalam bentuk yang tak tergoyangkan tak lama sesudah dia wafat. Al-Quran dengan demikian berkaitan erat dengan pandangan-pandangan Muhammad serta ajaran-ajarannya karena dia bersandar pada wahyu Tuhan. Sebaliknya, tak ada satu pun kumpulan yang begitu terperinci dari ajaran-ajaran Isa yang masih dapat dijumpai di masa sekarang. Karena Al-Quran bagi kaum Muslimin sedikit banyak sama pentingnya dengan Injil bagi kaum Nasrani, pengaruh Muhammad dengan perantaraan Al-Quran teramatlah besarnya. Kemungkinan pengaruh Muhammad dalam Islam lebih besar dari pengaruh Isa dan St. Paul dalam dunia Kristen digabung jadi satu. Diukur dari semata mata sudut agama, tampaknya pengaruh Muhammad setara dengan Isa dalam sejarah kemanusiaan.
Lebih jauh dari itu (berbeda dengan Isa) Muhammad bukan semata pemimpin agama tapi juga pemimpin duniawi. Fakta menunjukkan, selaku kekuatan pendorong terhadap gerak penaklukan yang dilakukan bangsa Arab, pengaruh kepemimpinan politiknya berada dalam posisi terdepan sepanjang waktu.
Dari pelbagai peristiwa sejarah, orang bisa saja berkata hal itu bisa terjadi tanpa kepemimpinan khusus dari seseorang yang mengepalai mereka. Misalnya, koloni-koloni di Amerika Selatan mungkin saja bisa membebaskan diri dari kolonialisme Spanyol walau Simon Bolivar tak pernah ada di dunia. Tapi, misal ini tidak berlaku pada gerak penaklukan yang dilakukan bangsa Arab. Tak ada kejadian serupa sebelum Muhammad dan tak ada alasan untuk menyangkal bahwa penaklukan bisa terjadi dan berhasil tanpa Muhammad. Satu-satunya kemiripan dalam hal penaklukan dalam sejarah manusia di abad ke-13 yang sebagian terpokok berkat pengaruh Jengis Khan. Penaklukan ini, walau lebih luas jangkauannya ketimbang apa yang dilakukan bangsa Arab, tidaklah bisa membuktikan kemapanan, dan kini satu-satunya daerah yang diduduki oleh bangsa Mongol hanyalah wilayah yang sama dengan sebelum masa Jengis Khan
Ini jelas menunjukkan beda besar dengan penaklukan yang dilakukan oleh bangsa Arab. Membentang dari Irak hingga Maroko, terbentang rantai bangsa Arab yang bersatu, bukan semata berkat anutan Agama Islam tapi juga dari jurusan bahasa Arabnya, sejarah dan kebudayaan. Posisi sentral Al-Quran di kalangan kaum Muslimin dan tertulisnya dalam bahasa Arab, besar kemungkinan merupakan sebab mengapa bahasa Arab tidak terpecah-pecah ke dalam dialek-dialek yang berantarakan. Jika tidak, boleh jadi sudah akan terjadi di abad ke l3. Perbedaan dan pembagian Arab ke dalam beberapa negara tentu terjadi -tentu saja- dan nyatanya memang begitu, tapi perpecahan yang bersifat sebagian-sebagian itu jangan lantas membuat kita alpa bahwa persatuan mereka masih berwujud. Tapi, baik Iran maupun Indonesia yang kedua-duanya negeri berpenduduk Muslimin dan keduanya penghasil minyak, tidak ikut bergabung dalam sikap embargo minyak pada musim dingin tahun 1973 – 1974. Sebaliknya bukanlah barang kebetulan jika semua negara Arab, semata-mata negara Arab, yang mengambil langkah embargo minyak.
Jadi, dapatlah kita saksikan, penaklukan yang dilakukan bangsa Arab di abad ke-7 terus memainkan peranan penting dalam sejarah ummat manusia hingga saat ini. Dari segi inilah saya menilai adanya kombinasi tak terbandingkan antara segi agama dan segi duniawi yang melekat pada pengaruh diri Muhammad sehingga saya menganggap Muhammad dalam arti pribadi adalah manusia yang paling berpengaruh dalam sejarah manusia.