Kenapa Nurdin Halid Tak Mau Mundur?

Kenapa Nurdin Halid Tak Mau Mundur? Jawabnya: karena tak punya spion. Kenapa Nurdin Halid disebut muka tembok? Mana yang lebih keras antara muka tembok dengan tembok china?

Penyakit Paling Aneh di Dunia

Frogistophsycoptical Syndrome (FPS) begitu nama penyakit aneh ini. Ada yang mengatakan,"Temen saya sepertinya mengidap penyakit ini. Dia  itu kalau liat dosennya langsung ketakutan. Ketika ditanya katanya setiap kali melihat dosen tiba tiba kepala sang dosen berubah menjadi kodok? Lucunya kalau sang dosen itu menyamar sebagai mahasiswa, gejala itu tidak muncul. tapi begitu sadar bahwa dia itu dosen, langsung dia lari ketakutan." Istilah frogistophsycoptical syndrome sendiri berarti sindrom optik (penglihatan)yang mengasosiasikan secara psikis sebuah objek sebagai seekor kodok. pada stadium yang lebih berat, sang penderita bisa ketakutan juga ketika bercermin, karena terlihat di dalam cermin, dirinya sendiri adalah kodok

Rahasia Hipnotis: Kenapa Ada Orang Yang Tak Mempan Hipnotis

Dalam rangka menyangkal tuduhan bahwa atraksi hipnotis melibatkan kekuatan supranatural (jin/setan), seorang pakar hipnotis mengatakan,"Orang bodoh menyangka bahwa mekanisme hipnotis melibatkan kekuatan setan alias bisa disebut sihir. Hal seperti ini wajar karena jaman dulu ketika pertama kali listrik dikenalkan banyak pula orang yang mengira bahwa listrik adalah juga sihir atau kekuatan setan" Di luar dugaan seorang pemuda mengatakan,"Kalau pernyataan anda benar mestinya hipnotis bisa diterapkan pada semua orang tanpa kecuali sebagaimana semua orang bisa disetrum listrik. tapi kenyataannya anda sendiri mengakui bahwa ada orang tertentu yang tidak mempan hipnotis. Artinya hipnotis tidak bisa dianalogikan dengan listrik melainkan lebih mudah disamakan dengan sihir dan santet, karena semuanya memiliki kesamaan fenomena yaitu tidak bisa diterapkan untuk semua orang." Nah bagaimana penjelasannya?



Sebagaimana dijelaskan dalam artikel "Rahasia Setan dalam Atraksi Hipnotis" ada 2 macam hipnotis yaitu manipulasi stimulus otak dan hipnotis jenis sihir. Perbedaan yang mencolok terlihat pada kondisi obyek hipnotis. Pada hipnotis dengan menipulasi informasi ke dalam pikiran, orang yang menjadi obyek hipnotis tidak tertidur, sedangkan pada hipnotis jenis sihir obyeknya mengalami tidur. 

Setelah selesai dihipnotis pun kondisinya berbeda. Pada hipnotis jenis pertama obyeknya masih ingat kejadian kejadian selama di hipnotis, sedangkan pada hipnotis jenis sihir sang obyek tidak ingat sama sekali semua kejadian selama hipnotis berlangsung.

Terbukti Bahwa Hipnotis Adalah Tipuan Setan?

Dalam Artikel "Rahasia Setan Dalam Hipnotis" ada salah satu komentar menarik, sebagai berikut: satu bukti nyata bahwa hipnotis=kekuatan setan adalah pernyataan polos para praktisi hipnotis bahwa,"HIPNOTIS TIDAK BISA BEKERJA PADA ORANG ORANG TERTENTU (YANG TIDAK MAU DIHIPNOTIS)"

ini persis apa yang dikatakan Quran, "Innahu laisa lahu sulthonun ala ladziina amanu wa ala robbihim yatawakkalun" artinya, "Sesunggunya Setan itu,...tidak ada kekuasaan baginya atas orang orang beriman, dan orang orang yang tawakal kepada Tuhannya (kepada Allah)"
jadi setan dengan kemampuan hipnotisnya takkan bisa menghipnotis orang yang dekat sama Allah. bagaimana penjelasannya?


Cahaya Itu Akhirnya Dilahirkan


Sebuah tangis bayi yang baru lahir terdengar dari sebuah rumah di kampung Bani Hasyim di Makkah pada 12 Rabiul Awwal pada tahun masehi yang ke 571. Bayi itu lahir dari rahim Aminah dan langsung dibopong seorang "bidan" yang bernama Syaffa', ibunda sahabat Abdurrahman bin Auf.

"Bayimu laki-laki!" Aminah tersenyum lega. Tetapi seketika ia teringat kepada mendiang suaminya, Abdullah bin Abdul Muthalib, yang telah meninggal enam bulan sebelumnya. Ya, bayi yang kemudian oleh kakeknya diberi nama Muhammad (Yang Terpuji) itu lahir dalam keadaan yatim. Ayahnya meninggal di Yatsrib ketika beliau berusia dua bulan dalam kandungan ibundanya.

Kelahiran yang yatim ini dituturkan dalam Al-Quran, "Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?"-QS Adh-Dhuha (93): 6.

Aminah, janda beranak satu itu, hidup miskin. Suaminya hanya meninggalkan sebuah rumah dan seorang budak, Barakah Al-Habsyiyah (Ummu Aiman). Sementara sudah menjadi kebiasaan bangsawan Arab waktu itu, bayi yang dilahirkan disusukan kepada wanita lain. Khususnya kepada wanita dusun, supaya hidup di alam yang segar dan mempelajari bahasa Arab yang baku. Ada hadits yang mengatakan, kebakuan bahasa warga Arab yang dusun lebih terjaga.

Menunggu jasa wanita yang menyusui, Aminah menyusui sendiri Muhammad kecil selama tiga hari. Lalu dilanjutkan oleh Tsuwaibah, budak Abu Lahab, paman Nabi Muhammad, yang langsung dimerdekakan karena menyampaikan kabar gembira atas kelahiran Nabi, sebagai ungkapan rasa senang Abu Lahab.

Sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW, datang pasukan bergajah dari Negeri Yaman yang dipimpin oleh Abrahah, ingin menghancurkan ka'bah, sehingga tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW dinamakan tahun Gajah. Ketika pasukan gajah memasuki kota Mekkah, dipertengahan jalan mereka diserang oleh rombongan burung Ababil yang diutus Allah SWT, masing-masing burung membawa tiga batu, satu batu diparuhnya dan dua batu dikakinya, kemudian batu itu dijatuhkan kepasukan Abrahah, hancurlah pasukan Abrahah, dan selamatlah ka”bah dari kehancuan atas pertolongan Allah SWT.

Ada beberapa kejadian luar biasa yang mengiringi kelahiran beliau. Pada malam ketika beliau dilahirkan, istana Kisra bergetar hebat dan empat belas balkon istananya runtuh, dan api yang biasa disembah oleh orang-orang Majusi tiba-tiba padam, padahal selama ribuan tahun api itu tidak pernah padam. Selain itu, beberapa gereja di sekitar Buhairah runtuh dan ambles ke tanah.

Kejadian luar biasa juga terjadi saat Aminah mengandung Muhammad SAW. Aminah sama sekali tidak merasakan sakit sebagaimana yang dirasakan oleh wanita pada umumnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwasanya Aminah berkata, “Aku tidak merasakan diriku sedang mengandung dan tidak merasa kelelahan seperti yang dialami oleh kebanyakan wanita. Hanya saja aku merasa aneh ketika darah haidku terhenti. Malaikat datang kepadaku, waktu itu aku dalam keadaan antara tidur dan sadar.

Ia berkata, “Apakah engkau merasa sedang hamil?”

Rasanya aku berkata kepadanya, “Aku tidak tahu.”

“Sesungguhnya engkau telah mengandung Sayyid (Pemimpin) dan Nabi ummat ini,” kata malaikat itu.

Tentang kelahiran Nabi Muhammad SAW, Aminah menceritakan bahwa ia melihat cahaya yang menerangi istana-istana Syam sehingga ia dapat melihat semua istana itu. Aminah bercerita, “Ketika aku melahirkannya, ia berlutut dengan kedua lututnya, memandang ke arah langit kemudian menggenggam segenggam tanah, lalu sujud. Ia dilahirkan dalam keadaan telah terpotong tali pusarnya. Aku lihat ia menghisap ibu jarinya yang mengalirkan air susu.”

Beberapa hari kemudian, datanglah kafilah dari dusun Bani Sa”ad, dusun yang jauh dari kota Makkah. Mereka menaiki unta dan keledai. Di antara mereka ada sepasang suami-istri, Harits bin Abdul “Uzza dan Halimah As-Sa”diyah. Harits menaiki unta betina tua renta dan Halimah menaiki keledai yang kurus kering. Keduanya sudah memacu kendaraannya melaju, tetapi tetap saja tertinggal dari teman-temannya.

Halimah dan wanita lainnya yang datang ke Makkah sedang mencari kerja memberi jasa menyusui bayi bangsawan Arab yang kaya. Sebagaimana dalam kehidupan modern, baby sitter akan mendapatkan bayaran yang tinggi bila dapat mengasuh bayi dari keluarga kaya. Sampai di kota Makkah, Halimah menjadi cemas, sebab beberapa wanita Bani Sa'ad yang tiba lebih dulu sedang ancang-ancang mudik karena sudah berhasil membawa bayi asuh mereka.

Setelah ia ke sana-kemari, akhirnya ada juga seorang ibu, yaitu Aminah, yang menawarkan bayinya untuk disusui. Namun ketika mengetahui keadaan ibu muda yang miskin itu, Halimah langsung menampik. Dia dan suaminya berkeliling kota Makkah, tetapi tidak ada satu pun ibu yang menyerahkan bayinya kepadanya untuk disusui. Ya, bagaimana mereka percaya, seorang ibu kurus yang naik keledai kurus pula akan mengasuh dengan baik bayi mereka? Hampir saja Halimah putus asa, ditambah lagi suaminya sudah mengajaknya pulang meski tidak membawa bayi asuh.

Namun, ia berkata kepada suaminya, "Aku tidak ingin pulang dengan tangan kosong. Alangkah baiknya kalau kita mau mengambil anak yatim itu sambil berniat menolong."

"Baiklah, kita bawa saja anak yatim itu, semoga Allah memberkahi kehidupan kita," ujar suaminya.

Setelah ada kesepakatan tentang harga upah menyusui, Muhammad kecil diberikan kepada Halimah. Wanita kurus kering itu pun mencoba memberikan puting susunya kepada bayi mungil tersebut. Dan Subhanallah! Kantung susunya membesar, dan kemudian air susu mengalir deras, sehingga sang bayi mengisapnya hingga kenyang. Dia heran, selama ini susunya sendiri sering kurang untuk diberikan kepada bayi kandungnya sendiri, tetapi sekarang kok justru berlimpah, sehingga cukup untuk diberikan kepada bayi kandung dan bayi asuhnya?

Berbarengan dengan keanehan yang dialami Halimah, suaminya juga dibuat heran, tak habis pikir, mengapa unta betina tua renta itu pun tiba-tiba kantung susunya membesar, penuh air susu. Halimah turun dari keledainya, dan terus memerah susu itu. Dia dan suaminya sudah dalam keadaan lapar dan dahaga. Mereka meminumnya sehingga kenyang dan puas. Semua keajaiban itu membuat mereka yakin bahwa anak yatim ini benar-benar membawa berkah yang tak terduga.

Halimah menaiki dan memacu keledainya. Ajaibnya, Keledai itu berhasil menyalip kendaraan temannya yang mudik lebih dulu.

"Halimah, Alangkah gesit keledaimu. Bagaimana ia mampu melewati gurun pasir dengan cepat sekali, sedangkan waktu berangkat ke Makkah ia amat lamban," temannya berseru.

Halimah sendiri bingung, dan tidak bisa memberikan jawaban kepada teman-temannya.

Sampai di rumah pun, anak-anaknya senang, sebab orangtua mereka pulang lebih awal dari orang sekampungnya. Apalagi kemudian ayah mereka membawa air susu cukup banyak, yang tiada lain air susu unta tua renta yang kurus kering itu. Dalam sekejap, kehidupan rumah tangga Halimah berubah total. Dan itu menjadi buah bibir di kampungnya. Mereka melihat, keluarga yang tadinya miskin tersebut hidup penuh kedamaian, kegembiraan, dan serba kecukupan. Domba-domba yang mereka pelihara menjadi gemuk dan semakin banyak air susunya, walaupun rumput di daerah mereka tetap gersang. Keajaiban lagi!

Peternakan domba milik Halimah berkembang pesat, sementara domba-domba milik tetangga mereka tetap saja kurus kering. Padahal rumput yang dimakan sama. Karena itulah, mereka menyuruh anak-anak menggembalakan domba-domba mereka di dekat domba-domba milik Halimah. Namun, hasilnya tetap saja sama, domba para tetangga itu tetap kurus kering.

Muhammad kecil disusui Halimah sekitar dua tahun. Oleh Halimah, bayi itu dikembalikan kepada ibunya, Aminah. Namun, ibunya mengharapkan agar Muhammad tetap ikut dirinya, sebab ia khawatir bayi yang sehat dan montok tersebut menjadi terganggu kesehatannya jika hidup di Makkah, yang kering dan kotor. Maka Muhammad kecil pun dibawa kembali oleh Halimah ke dusun Bani Sa'ad.

Bayi itu menjadi balita, dan telah mampu mengikuti saudara-saudaranya menggembala domba. Ingat, hampir semua nabi pernah menjadi penggembaIa. Muhammad saat itu sudah berusia empat tahun dan dapat berlari-lari lepas di padang rumput gurun pasir. la, bersama Abdullah, anak kandung Halimah, menggembala domba-domba mereka agak jauh dari rumah.

Di siang hari yang terik itu, tiba-tiba datanglah dua orang lelaki berpakaian putih. Mereka membawa Muhammad, yang sedang sendirian, ke tempat yang agak jauh dari tempat penggembalaan. Abdullah pada waktu itu sedang pulang, mengambil bekal untuk dimakan bersama-sama dengan Muhammad, di tempat menggembala, karena mereka lupa membawa bekal. Ketika Abdullah kembali, Muhammad sudah tidak ada. Seketika itu juga ia menangis dan berteriak-teriak minta tolong sambil berlari pulang ke rumahnya. Halimah dan suaminya pun segera keluar dari rumahnya. Dengan tergopohgopoh mereka mencari Muhammad ke sana-kemari. Beberapa saat kemudian, mereka mendapatinya sedang duduk termenung seorang diri di pinggir dusun tersebut.

Halimah langsung bertanya kepada Muhammad, "Mengapa engkau sampai berada di sini seorang diri?"

Muhammad pun bercerita. "Mula-mula ada dua orang lelaki berpakaian serba putih datang mendekatiku.

Salah seorang berkata kepada kawannya, “Inilah anaknya.”

Kawannya menyahut, `Ya, inilah dia!”

“Sesudah itu, mereka membawaku ke sini. Di sini aku dibaringkan, dan salah seorang di antara mereka memegang tubuhku dengan kuatnya. Dadaku dibedahnya dengan pisau. Setelah itu, mereka mengambil suatu benda dari dalam dadaku dan benda itu lalu dibuang. Aku tidak tahu apakah benda itu dan ke mana mereka membuangnya. Setelah selesai, mereka pergi dengan segera. Aku pun tidak mengetahui ke mana mereka pergi, dan aku ditinggalkan di sini seorang diri”, ujar Muhammad.

Setelah kejadian itu, timbul kecemasan pada diri Halimah dan suaminya, kalau-kalau terjadi sesuatu terhadap si kecil Muhammad. Karena itulah, keduanya menyerahkan dia kembali kepada Ibunda Aminah.

Beliau adalah Pemimpin kita, Juru Penyelamat dan Pemberi syafa”at kita Sayyiduna Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka”ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin 'Adnan. Kemudian bersambung terus nasab mulia ini sampai Nabi Ismail bin Ibrahim 'alaihima as salam.Adapun nasab dari Jalur ibunda beliau yang mulia, yaitu Sayyiduna Muhammad bin Aminah Az Zuhriyyah binti Wahb bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah Dan seterusnya".

Pertemuan kedua nasab mulia itu adalah pada kakek Nabi yang bernama Kilab bin Murrah. Inilah Nasab yang paling mulia di seantero dunia ini secara mutlak. Nasab mulia tersebut dari Rasulullah sampai 'Adnan, itulah yang disepakati kebenarannya oleh umat ini dan sudah menjadi Ijma' Ulama. Adapun nasab Adnan sampai Nabi Ismail dan Nabi Ismail sampai Nabi Adam disana terdapat khilaf (perbedaan) antara Ulama.
Rasulullah SAW manakala beliau menyebut nasabnya, tidak sampai melampaui Ma'ad bin 'Adnan bin Udad. Kemudian beliau bersabda, "Sampai disinilah bohong para ahli nasab", yakni yang meneruskan nasab beliau sampai Nabi Adam. (HR. Ad Dailami dalam Musnad Al Firdaus dari Ibnu Abbas).

Sayyiduna Abdullah bin Abbas berkata, "Antara 'Adnan sampai Ismail (kurang lebih) 30 orang (keatas) namun nama-nama mereka tidak ketahui secara pasti". Sayyiduna Abdullah bin Zubair berkata, "Kami tidak mendapati ada seseorang yang mengetahui secara pasti setelah Ma'ad bin 'Adnan". Suatu saat Imam Malik ditanya tentang seseorang yang meneruskan nasab Rasulullah sampai Nabi Adam, beliau tidak senang dan berkata, "Siapakah yang memberitahukannya !?".

Al Imam Al Habib Ahmad bin Zein Al Habsyi dengan menukil dari sebagian ulama beliau mengatakan, "Nasab Rasulullah ini sangatlah mujarrab, apabila ditulis untuk suatu kepentingan dan di dalamnya terdapat huruf-huruf Al Ism Al A'dham. Para salaf senantiasa menghafalkannya dan berwasiat kepada anak-anaknya agar juga menghafalkannya".

Yang benar menurut apa yang telah ditahqiqkan oleh Ulama seperti Imam Fakruddin Ar Razi, Al Hafidz Ibnu Hajar Al 'Asqalani dan Al Hafidz As Suyuthi serta ulama lainnya, bahwa semua ayah-kakek Rasulullah SAW tidak ada seorangpun yang kafir. Demi menjaga kemuliaan maqam an Nubuwwah. Demikian pula seluruh ibu-nenek Rasulullah SAW. Adapun yang banyak diperbincangkan mengenai Aazar , menurut ahli sejarah dia adalah paman Nabi Ibrahim bukan ayah kandungnya.

Demikian pendapat Al Hafidz As Suyuthi, Syihabuddin Ibnu Hajar dan ulama lainnya. Dan sudah maklum bahwa bangsa Arab menyebut paman dengan “ayah”. Para sejarawan panjang lebar membahas hal itu. Al Imam Al 'Allamah Ali bin Burhanuddin Al Halabi dalam As Sirah Al Halabiyyah mengatakan, "Ahlu kitab telah bersepakat bahwa Aazar adalah paman Nabi Ibrahim, Orang Arab biasa menyebut paman dengan “ayah” sebagaimana menyebut Khalah (bibi) dengan “ibu”.


Dinukil dari : Al Habib Sholeh bin Ahmad bin Salim Al Aydrus

Sekilas Biografi Al-Imam Abdullah Al-Hadad (Shohibur Ratib)


Imam Al-Allamah Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Hadad, lahir hari Rabu, Malam Kamis tanggal 5 Bulan Syafar 1044 H di Desa Sabir di Kota Tarim, wilayah Hadhromaut, Negeri Yaman.
Nasab
Beliau adalah seorang Imam Al-Allamah Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Hadad bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Alwy bin Ahmad bin Abu Bakar Al–Thowil bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad Al-Faqih bin Abdurrohman bin Alwy bin Muhammad Shôhib Mirbath bin Ali Khôli’ Qosam bin Alwi bin Muhammad Shôhib Shouma’ah bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Muhâjir Ilallôh Ahmad bin Isa bin Muhammad An-Naqîb bin Ali Al-Uraidhi bin Imam Jakfar Ash-Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam As-Sibth Al-Husein bin Al-Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib suami Az-Zahro Fathimah Al-Batul binti Rosulullah Muhammad SAW.
Orang-tuanya
Sayyid Alwy bin Muhammad Al-Haddad, Ayah Syaikh Abdullah Al-Haddad dikenal sebagai seorang yang saleh. Lahir dan tumbuh di kota Tarim, Sayyid Alwy, sejak kecil berada di bawah asuhan ibunya Syarifah Salwa, yang dikenal sebagai wanita ahli ma’rifah dan wilayah. Bahkan Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad sendiri banyak meriwayatkan kekeramatannya. Kakek Al-Haddad dari sisi ibunya ialah Syaikh Umar bin Ahmad Al-Manfar Ba Alawy yang termasuk ulama yang mencapai derajat ma’rifah sempurna.
Suatu hari Sayyid Alwy bin Muhammad Al-Haddad mendatangi rumah Al-Arif Billah Syaikh Ahmad bin Muhammad Al-Habsy, pada waktu itu ia belum berkeluarga, lalu ia meminta Syaikh Ahmad Al-Habsy mendoakannya, lalu Syaikh Ahmad berkata kepadanya, ”Anakmu adalah anakku, di antara mereka ada keberkahan”. Kemudian ia menikah dengan cucu Syaikh Ahmad Al-Habsy, Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy. Al-Habib Idrus adalah saudara dari Al-Habib Husein bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy. Yang mana Al-Habib Husein ini adalah kakek dari Al-Arifbillah Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy (Mu’alif Simtud Durror). Maka lahirlah dari pernikahan itu Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad. Ketika Syaikh Al-Hadad lahir ayahnya berujar, “Aku sebelumnya tidak mengerti makna tersirat yang ducapkan Syaikh Ahmad Al-Habsy terdahulu, setelah lahirnya Abdullah, aku baru mengerti, aku melihat pada dirinya tanda-tanda sinar Al-wilayah (kewalian)”.
Masa Kecil
Dari semenjak kecil begitu banyak perhatian yang beliau dapatkan dari Allah. Allah menjaga pandangan beliau dari segala apa yang diharomkan. Penglihatan lahiriah Beliau diambil oleh Allah dan diganti oleh penglihatan batin yang jauh yang lebih kuat dan berharga. Yang mana hal itu merupakan salah satu pendorong beliau lebih giat dan tekun dalam mencari cahaya Allah menuntut ilmu agama.
Pada umur 4 tahun beliau terkena penyakit cacar sehingga menyebabkannya buta. Cacat yang beliau derita telah membawa hikmah, beliau tidak bermain sebagaimana anak kecil sebayanya, beliau habiskan waktunya dengan menghapal Al-Quran, mujahaddah al-nafs (beribadah dengan tekun melawan hawa nafsu) dan mencari ilmu. Sungguh sangat mengherankan seakan-akan anak kecil ini tahu bahwa ia tidak dilahirkan untuk yang lain, tetapi untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Dakwahnya
Berkat ketekunan dan akhlakul karimah yang beliau miliki pada saat usia yang sangat dini, beliau dinobatkan oleh Allah dan guru-guru beliau sebagai da’i, yang menjadikan nama beliau harum di seluruh penjuru wilayah Hadhromaut dan mengundang datangnya para murid yang berminat besar dalam mencari ilmu. Mereka ini tidak datang hanya dari Hadhromaut tetapi juga datang dari luar Hadhromaut. Mereka datang dengan tujuan menimba ilmu, mendengar nasihat dan wejangan serta tabarukan (mencari berkah), memohon doa dari Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Di antara murid-murid senior Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah putranya, Al-Habib Hasan bin Abdullah bin Alwy Al-Haddad, Al-Habib Ahmad bin Zein bin Alwy bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy, Al-Habib Ahmad bin Abdullah Ba-Faqih, Al-Habib Abdurrohman bin Abdullah Bilfaqih, dll.
Selain mengkader pakar-pakar ilmu agama, mencetak generasi unggulan yang diharapkan mampu melanjutkan perjuangan kakek beliau, Rosullullah SAW, beliau juga aktif merangkum dan menyusun buku-buku nasihat dan wejangan baik dalam bentuk kitab, koresponden (surat-menyurat) atau dalam bentuk syair sehingga banyak buku-buku beliau yang terbit dan dicetak, dipelajari dan diajarkan, dibaca dan dialihbahasakan, sehingga ilmu beliau benar-benar ilmu yang bermanfaat. Tidak lupa beliau juga menyusun wirid-wirid yang dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan bermanfaat untuk agama, dunia dan akhirat, salah satunya yang agung dan terkenal adalah Rotib ini. Rotib ini disusun oleh beliau dimalam Lailatul Qodar tahun 1071 H.
Akhlaq dan Budi Pekerti
Al-Imam Al-Haddad (rahimahullah) memiliki perwatakan badan yang tinggi, berdada bidang, tidak terlalu gempal, berkulit putih, sangat berhaibah dan tidak pula di wajahnya kesan mahupun parut cacar.
Wajahnya sentiasa manis dan menggembirakan orang lain di dalam majlisnya. Ketawanya sekadar senyuman manis; apabila beliau gembira dan girang, wajahnya bercahaya bagaikan bulan. Majlis kendalian beliau sentiasa tenang dan penuh kehormatan sehinggakan tidak terdapat hadhirin berbicara mahupun bergerak keterlaluan bagaikan terletak seekor burung di atas kepala mereka.
Mereka yang menghadhiri ke majlis Al-Habib bagaikan terlupa kehidupan dunia bahkan terkadang Si-lapar lupa hal kelaparannya; Si-sakit hilang sakitnya; Si-demam sembuh dari demamnya. Ini dibuktikan apabila tiada seorang pun yang yang sanggup meninggalkan majlisnya.
Al-Imam sentiasa berbicara dengan orang lain menurut kadar akal mereka dan sentiasa memberi hak yang sesuai dengan taraf kedudukan masing-masing. Sehinggakan apabila dikunjungi pembesar, beliau memberi haknya sebagai pembesar; kiranya didatangi orang lemah, dilayani dengan penuh mulia dan dijaga hatinya. Apatah lagi kepada Si-miskin.
Beliau amat mencintai para penuntut ilmu dan mereka yang gemar kepada alam akhirat. Al-Habib tidak pernah jemu terhadap ahli-ahli majlisnya bahkan sentiasa diutamakan mereka dengan kaseh sayang serta penuh rahmah; tanpa melalaikan beliau dari mengingati Allah walau sedetik. Beliau pernah menegaskan “Tiada seorang pun yang berada dimajlisku mengganguku dari mengingati Allah”.
Majlis Al-Imam sentiasa dipenuhi dengan pembacaan kitab-kitab yang bermanfaat, perbincangan dalam soal keagamaan sehingga para hadhirin sama ada yang alim ataupun jahil tidak akan berbicara perkara yang mengakibatkan dosa seperti mengumpat ataupun mencaci. Bahkan tidak terdapat juga perbicaraan kosong yang tidak menghasilkan faedah. Apa yang ditutur hanyalah zikir, diskusi keagamaan, nasihat untuk muslimin, serta rayuan kepada mereka dan selainnya supaya beramal soleh. Inilah yang ditegaskan oleh beliau “Tiada seorang pun yang patut menyoal hal keduniaan atau menyebut tentangnya kerana yang demikian adalah tidak wajar; sewajibnya masa diperuntuk sepenuhnya untuk akhirat sahaja. Silalah bincang perihal keduniaan dengan selain dariku.”
Al-Habib (rahimahullah) adalah contoh bagi insan dalam soal perbicaraan mahupun amalan; mencerminkan akhlak junjungan mulia dan tabiat Al-Muhammadiah yang mengalir dalam hidup beliau. Beliau memiliki semangat yang tinggi dan azam yang kuat dalam hal keagamaan. Al-Imam juga sentiasa menangani sebarang urusan dengan penuh keadilan dengan menghindari pujian atau keutamaan dari oramg lain; bahkan beliau sentiasa mempercepatkan segala tugasnya tanpa membuang masa. Beliau bersifat mulia dan pemurah lebih-lebih lagi di bulan Ramadhan. Ciri inilah menyebabkan ramai orang dari pelusuk kampung sering berbuka puasa bersama beliau di rumahnya dengan hidangan yang tidak pernah putus semata mata mencari barakah Al-Imam.
Al-Imam menyatakan “Sesuap makanan yang dihadiahkan atau disedekahkan mampu menolak kesengsaraan”. Katanya lagi “Kiranya ditangan kita ada kemampuan, nescaya segala keperluan fakir miskin dipenuhi, sesungguhnya permulaan agama ini tidak akan terdiri melainkan dengan kelemahan Muslimin”.
Beliau adalah seorang yang memiliki hati yang amat suci, sentiasa sabar terhadap sikap buruk dari yang selainnya serta tidak pernah merasa marah. Kalaupun ia memarahi, bukan kerana peribadi seseorang tetapi sebab amalan mungkarnya yang telah membuat Al-Imam benar-benar marah. Inilah yang ditegaskan oleh Al-Habib “Adapun segala kesalahan berkait dengan hak aku, aku telah maafkan; tetapi hak Allah sesungguhnya tidak akan dimaafkan”.
Al-Imam amatlah menegah dari mendoa’ agar keburukan dilanda orang yang menzalimi mereka. Sehingga bersama beliau terdapat seorang pembantu yang terkadangkala melakukan kesilapan yang boleh menyebabkan kemarahan Al-Imam. Namun beliau menahan marahnya; bahkan kepada si-Pembantu itu diberi hadiah oleh Al-Habib untuk meredakan rasa marah beliau sehinggakan pembantunya berkata: “alangkah baiknya jika Al-Imam sentiasa memarahiku”.
Segala pengurusan hidupnya berlandaskan sunnah; kehidupannya penuh dengan keilmuan ditambah pula dengan sifat wara’. Apabila beliau memberi upah dan sewa sentiasa dengan jumlah yang lebih dari asal tanpa diminta. Kesenangannya adalah membina dan mengimarahkan masjid. Di Nuwaidarah dibinanya masjid bernama Al-Awwabin begitu juga, Masjid Ba-Alawi di Seiyoun, Masjid Al-Abrar di As-Sabir, Masjid Al-Fatah di Al-Hawi, Masjid Al-Abdal di Shibam, Masjid Al-Asrar di Madudah dan banyak lagi.
Diantara sifat Al-Imam termasuk tawaadu’ (merendah diri). Ini terselah pada kata-katanya, syair-syairnya dan tulisannya. Al-Imam pernah mengutusi Al-Habib Ali bin Abdullah Al-Aidarus. “Doailah untuk saudaramu ini yang lemah semoga diampuni Allah”
Wafatnya
Beliau wafat hari Senin, malam Selasa, tanggal 7 Dhul-Qo’dah 1132 H, dalam usia 98 tahun. Beliau disemayamkan di pemakaman Zambal, di Kota Tarim, Hadhromaut, Yaman. Semoga Allah melimpahkan rohmat-Nya kepada beliau juga kita yang ditinggalkannya.
Habib Abdullah Al Haddad dimata Para Ulama
Al-Arifbillah Quthbil Anfas Al-Imam Habib Umar bin Abdurrohman Al-Athos ra. mengatakan, “Al-Habib Abdullah Al-Haddad ibarat pakaian yang dilipat dan baru dibuka di zaman ini, sebab beliau termasuk orang terdahulu, hanya saja ditunda kehidupan beliau demi kebahagiaan umat di zaman ini (abad 12 H)”.
Al-Imam Arifbillah Al-Habib Ali bin Abdullah Al-Idrus ra. mengatakan, “Sayyid Abdullah bin Alwy Al-Haddad adalah Sultan seluruh golongan Ba Alawy”.
Al-Imam Arifbillah Muhammad bin Abdurrohman Madehej ra. mengatakan, “Mutiara ucapan Al-Habib Abdullah Al-Haddad merupakan obat bagi mereka yang mempunyai hati cemerlang sebab mutiara beliau segar dan baru, langsung dari Allah SWT. Di zaman sekarang ini kamu jangan tertipu dengan siapapun, walaupun kamu sudah melihat dia sudah memperlihatkan banyak melakukan amal ibadah dan menampakkan karomah, sesungguhnya orang zaman sekarang tidak mampu berbuat apa-apa jika mereka tidak berhubungan (kontak hati) dengan Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebab Allah SWT telah menghibahkan kepada beliau banyak hal yang tidak mungkin dapat diukur.”
Al-Imam Abdullah bin Ahmad Bafaqih ra. mengatakan, “Sejak kecil Al-Habib Abdullah Al-Haddad bila matahari mulai menyising, mencari beberapa masjid yang ada di kota Tarim untuk sholat sunnah 100 hingga 200 raka’at kemudian berdoa dan sering membaca Yasin sambil menangis. Al-Habib Abdullah Al-Haddad telah mendapat anugrah (fath) dari Allah sejak masa kecilnya”.
Sayyid Syaikh Al-Imam Khoir Al-Diin Al-Dzarkali ra. menyebut Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebagai fadhillun min ahli Tarim (orang utama dari Kota Tarim).
Al-Habib Muhammad bin Zein bin Smith ra. berkata, “Masa kecil Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah masa kecil yang unik. Uniknya semasa kecil beliau sudah mampu mendiskusikan masalah-masalah sufistik yang sulit seperti mengaji dan mengkaji pemikiran Syaikh Ibnu Al-Faridh, Ibnu Aroby, Ibnu Athoilah dan kitab-kitab Al-Ghodzali. Beliau tumbuh dari fitroh yang asli dan sempurna dalam kemanusiaannya, wataknya dan kepribadiannya”.
Al-Habib Hasan bin Alwy bin Awudh Bahsin ra. mengatakan, “Bahwa Allah telah mengumpulkan pada diri Al-Habib Al-Haddad syarat-syarat Al-Quthbaniyyah.”
Al-Habib Abu Bakar bin Said Al-Jufri ra. berkata tentang majelis Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebagai majelis ilmu tanpa belajar (ilmun billa ta’alum) dan merupakan kebaikan secara menyeluruh. Dalam kesempatan yang lain beliau mengatakan, “Aku telah berkumpul dengan lebih dari 40 Waliyullah, tetapi aku tidak pernah menyaksikan yang seperti Al-Habib Abdullah Al-Haddad dan tidak ada pula yang mengunggulinya, beliau adalah Nafs Rohmani, bahwa Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah asal dan tiada segala sesuatu kecuali dari dirinya.”
Seorang guru Masjidil Harom dan Nabawi, Syaikh Syihab Ahmad al-Tanbakati ra. berkata, “Aku dulu sangat ber-ta’alluq (bergantung) kepada Sayyidi Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani. Kadang-kadang dia tampak di hadapan mataku. Akan tetapi setelah aku ber-intima’ (condong) kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad, maka aku tidak lagi melihatnya. Kejadian ini aku sampaikan kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Beliau berkata,’Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani di sisi kami bagaikan ayah. Bila yang satu ghoib (tidak terlihat), maka akan diganti dengan yang lainnya. Allah lebih mengetahui.’ Maka semenjak itu aku ber-ta’alluq kepadanya.”
Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi ra. seorang murid Al-Habib Abdullah Al-Haddad yang mendapat mandat besar dari beliau, menyatakan kekagumannya terhadap gurunya dengan mengatakan, ”Seandainya aku dan tuanku Al-Habib Abdullah Al-Haddad ziaroh ke makam, kemudian beliau mengatakan kepada orang-orang yang mati untuk bangkit dari kuburnya, pasti mereka akan bangkit sebagai orang-orang hidup dengan izin Allah. Karena aku menyaksikan sendiri bagaimana dia setiap hari telah mampu menghidupkan orang-orang yang bodoh dan lupa dengan cahaya ilmu dan nasihat. Beliau adalah lauatan ilmu pengetahuan yang tiada bertepi, yang sampai pada tingkatan Mujtahid dalam ilmu-ilmu Islam, Iman dan Ihsan. Beliau adalah mujaddid pada ilmu-ilmu tersebut bagi penghuni zaman ini. ”
Syaikh Abdurrohman Al-Baiti ra. pernah berziaroh bersama Al-Habib Abdullah Al-Haddad ke makam Sayidina Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba’Alawy, dalam hatinya terbetik sebuah pertanyaan ketika sedang berziaroh, “Bila dalam sebuah majelis zikir para sufi hadir Al-Faqih Al-Muqaddam, Syaikh Abdurrohman Asseqaff, Syaikh Umar al-Mukhdor, Syaikh Abdullah Al-Idrus, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, dan yang semisal setara dengan mereka, mana diantara mereka yang akan berada di baris depan? Pada waktu itu guruku, Al-Habib Abdullah Al-Haddad, menyingkap apa yang ada dibenakku, kemudian dia mengatakan, ‘Saya adalah jalan keluar bagi mereka, dan tiada seseorang yang bisa masuk kepada mereka kecuali melaluiku.’ Setelah itu aku memahami bahwa beliau Al-Habib Abdullah Al-Haddad, adalah dari abad 2 H, yang diakhirkan kemunculannya oleh Allah SWT pada abad ini sebagai rohmat bagi penghuninya.”
Al-Habib Ahmad bin Umar bin Semith ra. mengatakan, “Bahwa Allah memudahkan bagi pembaca karya-karya Al-Habib Abdullah Al-Haddad untuk mendapat pemahaman (futuh), dan berkah membaca karyanya Allah memudahkan segala urusannya agama, dunia dan akhirat, serta akan diberi ‘Afiat (kesejahteraan) yang sempurna dan besar kepadanya.”
Al-Habib Thohir bin Umar Al-Hadad ra. mengatakan, “Semoga Allah mencurahkan kebahagiaan dan kelapangan, serta rezeki yang halal, banyak dan memudahkannya, bagi mereka yang hendak membaca karya-karya Al-Quthb Aqthob wal Ghouts Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad ra.”
Al-Habib Umar bin Zain bin Semith ra. mengatakan bahwa seseorang yang hidup sezaman dengan Al-Habib Abdullah Al-Haddad ra., bermukim di Mekkah, sehari setelah Al-Habib Abdullah Al-Haddad wafat, ia memberitahukan kepada sejumlah orang bahwa semalam beliau ra. sudah wafat. Ketika ditanya darimana ia mengetahuinya, ia menjawab, “Tiap hari, siang dan malam, saya melihat beliau selalu datang berthowaf mengitari Ka’bah (padahal beliau berada di Tarim, Hadhromaut). Hari ini saya tidak melihatnya lagi, karena itulah saya mengetahui bahwa beliau sudah wafat.”
Karya-karyanya
Beliau meninggalkan kepada umat Islam khazanah ilmu yang banyak, yang tidak ternilai, melalui kitab-kitab dan syair-syair karangan beliau. Antaranya ialah:
1. An-Nashaa’ih Ad-Dinniyah Wal-Washaya Al-Imaniyah.
2. Ad-Dakwah At Tammah.
3. Risalah Al-Mudzakarah Ma’al-Ikhwan Wal-Muhibbin.
4. Al Fushuul Al-Ilmiyah.
5. Al-Hikam.
6. Risalah Adab Sulukil-Murid.
7. Sabilul Iddikar.
8. Risalah Al-Mu’awanah.
9. Ittihafus-Sa’il Bi-Ajwibatil-Masa’il.
10. Ad-Durrul Manzhum Al-Jami’i Lil-Hikam Wal-Ulum.*
Kitab ini adalah kumpulan syair-syair Al-Imam. Qasidah-qasidah dalam album ini di ambil dari kitab ini. Mutiara Qasidah Al Imam Al Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad dapat didownload secara cuma-cuma disini : http://www.alhawi.net/MutiraQasidah.htm

Cinta Rasulullah SAW Terhadap Umatnya


Islam sampai kepada kita saat ini tidak lain berkat jasa Baginda Rasulullah Muhammad Saw sebagai sosok penyampai risalah Allah yang benar dan di ridhai. Dan nanti di padang mahsyar, tiap umat Islam pasti akan meminta syafa’at dari beliau dan menginginkan berada di barisan beliau. Namun, pengakuan tidaklah cukup sekedar pengakuan. Pasti yang mengaku umat beliau akan berusaha mengikuti jejak beliau dengan jalan mengikuti sunnah-sunnah beliau dan senantiasa membasahi bibir ini dengan mendoakan beliau dengan cara memperbanyak shalawat kepada Rasulullah

Sejarah tak akan mampu mengingkari betapa indahnya akhlak dan budi pekerti Rasulullah tercinta, Sayyidina Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam hingga salah seorang istri beliau, Sayyidatina Aisyah mengatakan bahwa akhlak Rasulullah adalah “Al-Qur’an”. Tidak satu perkataan Rasulullah merupakan implementasi dari hawa nafsu beliau, melainkan adalah berasal dari wahyu ilahi. Begitu halus dan lembutnya perilaku keseharian beliau. Rasulullah adalah sosok yang mandiri dengan sifat tawadhu’ yang tiada tandingnya.

Beliau pernah menjahit sendiri pakaiannya yang koyak tanpa harus menyuruh istrinya. Dalam berkeluarga, beliau adalah sosok yang ringan tangan dan tidak segan-segan untuk membantu pekerjaan istrinya di dapur. Selain itu dikisahkan bahwa beliau tiada merasa canggung makan disamping seorang tua yang penuh kudis, kotor lagi miskin. Beliau adalah sosok yang paling sabar dimana ketika itu pernah kain beliau ditarik oleh seorang Badui hingga membekas merah dilehernya, namun beliau hanya diam dan tidak marah.

Dalam satu riwayat dikisahkan bahwa ketika beliau mengimami shalat berjamaah, para sahabat mendapati seolah-olah setiap beliau berpindah rukun terasa susah sekali dan terdengar bunyi yang aneh. Seusai sholat, salah seorang sahabat, Sayyidina Umar bin Khatthab bertanya, “Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah baginda menanggung penderitaan yang amat berat. Sedang sakitkah engkau ya Rasulullah?.” “Tidak ya Umar. Alhamdulillah aku sehat dan segar.” Jawab Rasulullah. “Ya Rasulullah, mengapa setiap kali Baginda menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi-sendi tubuh baginda saling bergesekkan? Kami yakin baginda sedang sakit”. Desak Sayyidina Umar penuh cemas.

Akhirnya, Rasulullah pun mengangkat jubahnya. Para sahabatpun terkejut ketika mendapati perut Rasulullah yang kempis tengah di lilit oleh sehelai kain yang berisi batu kerikil sebagai penahan rasa lapar. Ternyata, batu-batu kerikil itulah yang menimbulkan bunyi aneh setiap kali tubuh Rasulullah bergerak. Para sahabat pun berkata, “Ya Rasulullah, adakah bila baginda menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya untuk tuan?.” Baginda Rasulullah pun menjawab dengan lembut, “Tidak para sahabatku. Aku tahu, apapun akan kalian korbankan demi Rasulmu. Tetapi, apa jawabanku nanti dihadapan Allah, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban bagi umatnya? Biarlah rasa lapar ini sebagai hadiah dari Allah buatku, agar kelak umatku tak ada yang kelaparan di dunia ini, lebih-lebih di akhirat nanti.

Teramat agung pribadi Rasulullah sehingga para sahabat yang ditanya oleh seorang Badui tentang akhlak beliau hanya mampu menangis karena tak sanggup untuk menggambarkan betapa mulia akhlak beliau. Beliau diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak manusia dan sebagai suri tauladan yang baik sepanjang zaman.

Saudaraku, sungguh kehadiran Rasulullah adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia lewat segala hal yang beliau contohkan kepada umat manusia. Beliau tidak pernah pandang bulu dalam hal menghargai manusia, penuh kasih sayang, tidak pernah mendendam, malahan beliau pernah menangis ketika mengetahui bahwa balasan kekafiran adalah neraka yang menyala-nyala hingga menginginkan umat manusia untuk meng-esakan Allah.

Cukup kiranya beliau yang jadi suri tauladan kita, umat Islam khususnya yang hari ini sebagian sudah sangat jauh dari akhlak Rasulullah, baik dalam tindakan maupun perkataan yang menyejukkan. apa yang dikatakan oleh seorang sastrawan Pakistan, Muhammad Iqbal dalam salah satu karyanya dapat kita jadikan renungan bersama dimana beliau berkata: “Barangsiapa yang mengaku umat Nabi Muhammad, hendaklah berakhlak seperti beliau (Nabi Muhammad)”.

Dalam salah satu hadits dikatakan bahwa “Belum beriman seseorang sehingga aku (Rasulullah Muhammad Saw) lebih dicintainya daripada ayahnya, anak-anaknya dan seluruh manusia” (HR. Bukhari). Kita tidak tahu apakah nanti akan diakui Rasulullah sebagai umatnya atau tidak kelak di yaumul qiamah. Namun satu yang pasti bahwa semua ingin berada di barisan beliau. maka, marilah kita sama-sama berusaha untuk mengikuti akhlak beliau semampu diri kita, sebagai suri tauladan kita yang utama, memperbanyak ucapan sholawat untuknya, membela sunnahnya, bukan malah membelakanginya (mari berlindung dari hal demikian), sebagai bagian dari rasa cinta kita terhadapnya.

Mari kita sampaikan salam dan shalawat kepada Rasulullah, yang dengannya kita akan peroleh cinta dan Syafa’atnya kelak di yaumul mahsyar. insya Allah…Amiin.

Diambil dari "Alkisah"

Tawassul Dalam Hadist Nabi



Banyak sebagian Saudara-saudara kita yang mungkin belum mengetahui tentang Tawassul dan malah ada yang dengan ringan lidahnya menyatakan bahwa Tawassul adalah bid’ah yang menyesatkan. Sebagai seorang muslim yang baik, kita tentu tidak boleh membid’ahkan suatu perkara dengan mudahnya tanpa ilmu yang memadai, dengan menyebutkan tidak ada dalilnya, atau Rasululullah tidak melakukannya, karena boleh jadi apabila ada landasannya tetapi kita yang memang tidak tahu karena ilmu kita yang sedikit, maka kita akan menjadi golongan yang mengingkari kebenaran/ perbuatan baik atau yang lebih parah lagi kita menjadi ingkar sunnah dan bisa jadi kita sendiri yang melakukan ucapan/ amalan bid’ah itu karena menghalang-halangi orang berbuat baik. Naudzubillah Min Dzalik, oleh karena itu berhati-hatilah.

Mengenai Tawassul, berikut ini kami sajikan beberapa riwayat yang membahas tentang hal ini.

Riwayat yang mengisahkan tawassulnya Nabi Yusuf AS kepada Rasulallah SAW , waktu beliau didalam sumur, At-Tsa’labi mengisahkan:

“Pada keempat harinya waktu Nabi Yusuf AS berada didalam sumur, Malaikat Jibril mendatanginya dan bertanya: ‘Hai anak siapakah yang melempar engkau kesumur’? Jawab Yusuf AS: ‘Saudara-saudaraku’. Malaikat Jibril. bertanya lagi: Mengapa? Yusuf AS berkata: ‘Mereka dengki karena kedudukanku di depan ayahku’. Jibril. berkata: ‘Maukah engkau keluar darisini’? Yusuf.berkata mau. Jibril berkata: ‘Ucapkanlah (do’a pada Allah swt.) sebagai berikut’: ‘Wahai Pencipta segala yang tercipta, Wahai Penyembuh segala yang terluka, Wahai Yang Menyertai segala kumpulan, Wahai Yang Menyaksikan segala bisikan, Wahai Yang Dekat dan Tidak berjauhan, Wahai Yang Menemani semua yang sendirian, Wahai Penakluk yang Tak Tertakluk kan, Wahai Yang Mengetahui segala yang gaib, Wahai Yang Hidup dan Tak Pernah Mati, Wahai Yang Menghidupkan yang mati,Tiada Tuhan kecuali Engkau, Mahasuci Engkau, aku bermohon kepada-Mu Yang Empunya pujian, Wahai Pencipta langit dan bumi, Wahai Pemilik Kerajaan, Wahai Pemilik Keagungan dan Kemuliaan, aku bermohon agar Engkau sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, berilah jalan keluar dan penyelesaian dalam segala urusan dan dari segala kesempitan, Berilah rezeki dari tempat yang aku duga dan dari tempat yang tak aku duga ‘ “.

Lalu Nabi Yusuf AS mengucapkan do’a itu. Allah swt. mengeluarkan Yusuf dari dalam sumur, menyelamatkannya dari reka-perdaya saudara-saudara nya. Kerajaan Mesir didatangkan kepadanya dari tempat yang tidak diduganya”. ( At Tsa’labi 157, Fadhail Khamsah 1:207).

Jika kita melihat riwayat ini, Nabi Yusuf as. diajari oleh Jibril as. untuk berdo’a pada Allah swt. agar bisa cepat keluar dari sumur dengan sholawat serta tawassul kepada Rasulallah saw.dan keluarganya. Begitu juga riwayat Nabi Adam AS yang diterima taubatnya oleh Allah setelah bershalawat kepada Rasulullah SAW yang mana Rasulallah saw. dan keluarganya ini belum dilahirkan dialam wujud ini !

Riwayat-riwayat ini shahih (benar) dan juga telah diketahui oleh banyak kaum muslimin muslimat...

Shalawat sebagai tawasul pembuka hijab


Do’a masih akan terhalang bila orang yang berdo’a tersebut tanpa bertawassul dengan bersholawat pada Nabi SAW. Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhahu. berkata:

‘Setiap do’a antara seorang hamba dengan Allah selalu diantarai dengan hijab (penghalang, tirai) sampai dia mengucapkan sholawat pada Nabi SAW.. Bila ia membaca sholawat, terbukalah hijab itu dan masuklah do’a.’ (Kanzul ‘Umal 1:173, Faidh Al-Qadir 5:19)

Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib KW. juga berkata, Rasulallah SAW. bersabda:“ Setiap do’a terhijab (tertutup) sampai membaca sholawat pada Muhammad dan keluarganya”. ( HR: Ibnu Hajr Al-Shawaiq 88 )

Juga ada riwayat hadits sebagai berikut:

“Barangsiapa yang melakukan sholat dan tidak membaca shalawat padaku dan keluarga (Rasulallah saw.), sholat tersebut tidak diterima (batal)”. (Sunan Al- Daruqutni 136)
Mendengar sabda Nabi saw. ini para sahabat diantaranya Jabir Al-Anshori berkata:
‘Sekiranya aku sholat dan didalamnya aku tidak membaca sholawat pada Muhammad dan keluarga Muhammad aku yakin sholatku tidak di terima’. (Dhahir Al-Uqba : 19)

Begitu juga Imam Syafi’i dalam sebagian bait syairnya mengatakan:
“Wahai Ahli Bait (keluarga) Rasulallah, kecintaan kepadamu diwajibkan Allah dalam Al-Qur’an yang diturunkan, Cukuplah petunjuk kebesaranmu, Siapa yang tidak bersholawat (waktu sholat) padamu tidak diterima sholatnya…. “ .

Banyak hadits yang meriwayatkan agar do’a kita dikabulkan oleh Allah SWT dengan bertahmid dan bersholawat dahulu sebelum memulai membaca do’a. Begitu juga banyak riwayat bagaimana cara kita bersholawat kepada Rasulallah SAW dan keluarganya serta manfaatnya sholawat itu. Tidak lain semua itu termasuk tawassul/wasithah pada Rasulallah SAW dan keluarganya, bila tidak demikian dan tidak ada manfaatnya, maka orang tidak perlu menyertakan/menyebut nama beliau SAW dan keluarganya waktu berdo’a pada Allah swt.!

Tawasul menyembuhkan mata yang buta

Dari Ustman bin Hunaif yang mengatakan:

“Sesungguhnya telah datang seorang lelaki yang tertimpa musibah (buta matanya) kepada Nabi SAW. Lantas lelaki itu mengatakan kepada Rasulllah; ‘Berdo’alah kepada Allah untukku agar Dia (Allah SWT) menyembuhkanku!’. Kemudian Rasulallah ber- sabda: ‘Jika engkau menghendaki maka aku akan menundanya untukmu, dan itu lebih baik. Namun jika engkau menghendaki maka aku akan berdo’a (untukmu)’. Kemudian dia (lelaki tadi) berkata: ‘Mohonlah kepada-Nya (untukku)!’. Rasulallah memerintahkannya untuk mengambil air wudhu, kemudian ia berwudhu dengan baik lantas melakukan shalat dua rakaat. Kemudian ia (lelaki tadi) membaca do’a tersebut:
‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, dan aku datang meng- hampiri-Mu, demi Muhammad sebagai Nabi yang penuh rahmat. Ya Muhammad, sesungguhnya aku telah datang menghampiri-mu untuk menjumpai Tuhan-ku dan meminta hajat-ku ini agar terkabulkan. Ya Allah, jadikanlah dia sebagai pemberi syafa’at bagiku’.

Utsman bin Hunaif berkata; ‘Demi Allah, belum sempat kami berpisah, dan belum lama kami berbicara, sehingga laki-laki buta itu menemui kami dalam keadaan bisa melihat dan seolah-olah tidak pernah buta sebelumnya”.

Tawasul pada manusia soleh

Diriwayatkan oleh ‘Aufa al-‘Aufa dari Abi Said al-Khudri, bahwa Rasulallah SAW. pernah menyatakan: “Barangsiapa yang keluar dari rumahnya untuk melakukan shalat (di masjid) maka hendaknya mengatakan: ‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu demi para pemohon kepada-Mu . Dan aku memohon kepada-Mu, demi langkah kakiku ini. Sesungguhnya aku tidak keluar untuk berbuat aniaya, sewenang-wenang, ingin pujian dan ber- bangga diri. Aku keluar untuk menjauhi murka-Mu dan mengharap ridho-Mu. Maka aku memohon kepada-Mu agar Engkau jauhkan diriku dari api neraka. Dan hendaknya Engkau ampuni dosaku, karena tiada dzat yang dapat menghapus dosa melainkan diri-Mu’. Niscaya Allah akan menyambutnya dengan wajah-Nya kepadanya dan memberinya balasan sebanyak tujuh puluh ribu malaikat ”. ( “Sunan Ibnu Majah”, 1/256 hadits ke-778 bab berjalan untuk melakukan shalat)

Dari hadits di atas dapat diambil pelajaran bahwa, Rasulallah saw. mengajar- kan kepada kita bagaimana kita berdo’a untuk menghapus dosa kita dengan menyebut diri (dzat) para peminta do’a dari para manusia sholeh dengan ungkapan ‘Bi haqqi Saailiin ‘alaika‘ (demi para pemohon kepada-Mu), Rasulallah SAW disitu tidak menggunakan kata ‘Bi haqqi du’a Saailiin ‘alaika’ (demi do’a para pemohon kepada-Mu), tetapi langsung menggunakan ‘diri pelaku perbuatan’ (menggunakan isim fa’il). Dengan begitu berarti Rasulallah SAW membolehkan (bahkan mengajarkan) bagaimana kita bertawassul kepada diri dan kedudukan para manusia sholeh kekasih Ilahi (Wali Allah), yang selalu memohon kepada Allah SWT, untuk menjadikan mereka sebagai sarana penghubung antara kita dengan Allah SWT dalam masalah permintaan syafa’at, permohonan ampun, meminta hajat dan sebagainya.

Tawasul Rasulullah dengan diri Rasulullah dan Para Nabi sebelumnya

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia mengatakan; ketika Fathimah binti Asad meninggal dunia, Rasulullah SAW datang dan duduk di sisi kepalanya sembari bersabda:

‘Rahimakillah ya ummi ba’da ummi ‘ (Allah merahmatimu wahai ibuku setelah ibu [kandung]-ku). Kemudian beliau SAW menyebutkan pujian terhadapnya, lantas mengkafaninya dengan jubah beliau. Kemudian Rasulallah memanggil Usamah bin Zaid, Abu Ayyub al-Anshari, Umar bin Khattab dan seorang budak hitam untuk menggali kuburnya. Kemudian mereka menggali liang kuburnya. Sesampai di liang lahat, Rasulallah saw. sendiri yang menggalinya dan mengeluarkan tanah lahat dengan meng- gunakan tangan beliau SAW. Setelah selesai (menggali lahat), kemudian Rasulallah SAW berbaring disitu sembari berkata: ‘Allah Yang Menghidupkan dan Mematikan. Dan Dia Yang selalu hidup, tiada pernah mati. Ampunilah ibuku Fathimah binti Asad. Perluaskanlah jalan masuknya, demi Nabi-Mu dan para Nabi sebelumku ”. (Kitab al-Wafa’ al-Wafa’)

Hadits yang serupa diatas yang diketengahkan oleh At-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath. Rasulallah SAW bertawassul pada dirinya sendiri dan para Nabi sebelum beliau SAW sebagaimana yang diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik, ketika Fathimah binti Asad (isteri Abu Thalib, bunda Imam ‘Ali bin Abi Thalib KW) wafat, Rasulallah SAW. sendirilah yang menggali liang-lahat. Setelah itu (sebelum jenazah dimasukkan ke lahad) beliau masuk kedalam lahat, kemudian berbaring seraya bersabda:

“Allah yang menghidupkan dan mematikan, Dialah Allah yang Maha Hidup. Ya Allah, limpahkanlah ampunan-Mu kepada ibuku (panggilan ibu, karena Rasulallah SAW ketika masih kanak-kanak hidup dibawah asuhannya), lapangkanlah kuburnya dengan demi Nabi-Mu (yakni beliau SAW sendiri) dan demi Para Nabi sebelumku. Engkaulah, ya Allah Maha Pengasih dan Penyayang”. Beliau SAW kemudian mengucapkan takbir empat kali. Setelah itu beliau SAW bersama-sama Al-‘Abbas dan Abu Bakar (radhiyallahu ‘anhumaa) memasukkan jenazah Fathimah binti Asad kedalam lahat. ( At-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath.)

Pada hadits itu Rasulallah SAW bertawassul disamping pada diri beliau sendiri juga kepada para Nabi sebelum beliau SAW. Dalam hadits itu jelas beliau SAW berdo’a kepada Allah SWT sambil menyebutkan dalam do’anya demi diri beliau sendiri dan demi Para Nabi sebelum beliau SAW. Kalau ini bukan dikatakan sebagai tawassul, mengapa beliau saw. didalam do’anya menyertakan kata-kata demi Para Nabi ? Mengapa beliau SAW. tidak berdo’a saja tanpa menyebutkan “demi para Nabi lainnya” ?

Dalam kitab Majma’uz-Zawaid jilid 9/257 disebut nama-nama perawi hadits tersebut, yaitu Ruh bin Shalah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Ada perawi yang dinilai lemah, tetapi pada umumnya adalah perawi hadit-hadits shohih. Sedangkan para perawi yang disebut oleh At-Thabrani didalam Al-Kabir dan Al-Ausath semuanya baik (jayyid) yaitu Ibnu Hiban, Al-Hakim dan lain-lain yang membenarkan hadits tersebut dari Anas bin Malik.

Selain mereka terdapat juga nama Ibnu Abi Syaibah yang meriwayatkan hadits itu secara berangkai dari Jabir. Ibnu ‘Abdul Birr meriwayatkan hadits tersebut dari Ibnu ‘Abbas dan Ad-Dailami meriwayatkannya dari Abu Nu’aim. Jadi hadits diatas ini diriwayatkan dari sumber-sumber yang saling memperkuat kebenarannya.

Hadits di atas jelas sekali bagaimana Rasulallah bersumpah demi kedudukan (jah) yang beliau SAW miliki, yaitu kenabian, dan kenabian para pendahulunya yang telah wafat, untuk dijadikan sarana (wasilah) pengampunan kesalahan ibu (angkat) beliau, Fathimah binti Asad. Dan dari hadits di atas juga dapat kita ambil pelajaran, bagaimana Rasulallah saw. memberi ‘berkah’ (tabarruk) liang lahat itu untuk ibu angkatnya dengan merebahkan diri di sana, ditambah mengkafani ibunya tersebut dengan jubah beliau atas izin Allah SWT.

Wallahu ‘Alam Bisshowab

Sumber:  http://mushollarapi.blogspot.com/2010/09/tawassul-dalam-hadist-nabi.html

Manaqib Zaid Bin Tsabit, Sang Sekretaris Rasul SAW



Zaid lahir dari pasangan Tsabit bin Zaid dan Nawwar binti Malik bin Sharmah bin ‘Ady. Dia tidak lama merasakan kebersamaan dan kasih sayang keluarganya. Menginjak usia 5 tahun, ayah Zaid tewas dalam perang Bu'ats, perang antara suku Aus dan suku Khazraj yang terjadi sebelum hijrah.

Tak lama setelah itu, ibu Zaid menikah dengan Umarah bin Hazm dari bani Najjar. Umarah syahid dalam perang Yamamah pada tahun ke-11 H. Di bawah asuhan ayah tirinya inilah, Zaid masuk Islam dan menjadi Muslim yang teguh dan gagah berani.

Menurut riwayat Ibnu Sa‘ud, Zaid bisa menulis berkat didikan seorang tawanan perang Badar. Tawanan yang tidak bisa membayar uang tebusan oleh Nabi diberi despensasi dengan mengajarkan baca-tulis pada generasi-generasi Islam yang masih kecil. Tapi menurut riwayat lain, bakat menulis sudah dimiliki Zaid sejak kecil, sebelum Nabi hijrah.

Setelah Nabi hijrah, Zaid dibawa oleh ayah tirinya menemui Nabi Muhammad SAW, lalu memberitahukan bahwa Zaid sudah hafal beberapa surat al-Quran (sekitar 17 surat). Didepan Nabi Muhammad SAW, Zaid langsung membacakan al-Quran yang dihafalnya. Nabi Muhammad SAW kagum pada kecerdasan dan kefasihan bacaan Zaid, dan menyuruhnya untuk mempelajari bahasa Suryani dan Persia. Dalam suatu riwayat, Zaid hanya butuh waktu sekitar setengah bulan untuk menguasai kedua bahasa asing itu.

Di masa Nabi Muhammad SAW, Zaid termasuk salah satu penulis aktif al-Quran, alias sekretaris wahyu. Penulisan al-Quran pun sempurna pada masa Nabi Muhammad SAW, tapi belum terkumpul dalam satu mushaf. Al-Quran yang rampung terkumpul pada masa pemerintahan Abu Bakar baru satu mushaf. Zaid juga menjadi penulis surat yang dikirimkan kepada beberapa raja di luar kawasan Islam.

Dalam perang Yamamah, sahabat penghafal al-Quran banyak yang gugur. Melihat fenomena itu, Abu Bakar khawatir atas kelangsungan nasib al-Quran. Setelah berunding dengan beberapa sahabat dan atas usulan Umar bin Khattab, barulah disepakati untuk mengumpulkan al-Quran. Segera Abu Bakar menugaskan Zaid sebagai pimpinan pengumpul al-Quran.

Dalam Sahîh al-Bukhârî disebutkan bahwa Zaid dipilih antara lain karena pada masa mudanya, Zaid memiliki peran vital dalam penulisan al Quran. Zaid termasuk sahabat yang paling banyak menulis al-Quran. Selain itu, Zaid adalah sahabat yang mendengar langsung bacaan al-Quran Malaikat Jibril bersama Nabi Muhammad SAW di bulan Ramadhan.

Mulanya, Zaid menolak tugas itu, karena pengumpulan al-Quran tidak pernah dikerjakan Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya. Zaid merasa ini adalah tugas yang super-berat, hingga beliau menganggapnya lebih berat dibanding memikul gunung. Namun atas motivasi Abu Bakar, akhirnya Zaid bersedia mengerjakannya.

Beberapa saat sebelum perang Badar berkecamuk, Zaid yang masih berusia .15 tahun, namun sangat berambisi untuk menjadi pejuang di jalan Allah Akan tetapi Nabi Muhammad SAW tidak mengizinkannya. Nabi Muhammad SAW menilai Zaid masih terlalu muda.

Pada waktu perang Uhud, Zaid kembali meminta restu kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjadi mujahid, tapi sayang, Zaid masih belum diperbolehkan. Zaid baru mendapat restu menjadi mujahid dalam perang Khandak. Setelah itu, Zaid terlibat dalam beberapa peperangan penting pada masa Nabi Muhammad SAW. Dalam perang Tabuk, Zaid mendapat kehormatan dari Nabi Muhammad SAW untuk memegang bendera perang. Perang terakhir yang diikuti Zaid adalah menghadapi orang-orang murtad.

Di samping mahir baca-tulis, pengumpul al-Quran, dan bisa berbahasa asing, Zaid termasuk perawi Hadis. Menurut suatu riwayat, Zaid meriwayatkan Hadis Nabi sebanyak 92. Zaid juga pakar fikih. Dari berbagai riwayat disepakati bahwa Zaid termasuk satu dari enam pakar fikih periode sahabat (Umar bin al-Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Mu'adz bin Jabal, Ubai bin Ka'ab, dan Zaid bin Tsabit). Beliau juga ahli ilmu Faraid dan Hisab. Di samping itu, Zaid juga piawai dalam mendendangkan syair. Menurut Sa‘id bin Sulaiman (cucu Zaid), Zaid pernah mendendangkan 90 kasidah milik Ka‘ab bin Malik.

Selain menjalankan tugas kesekretarisan, keilmuan serta dakwah Islam, Zaid sangat aktif dalam berbagai bidang yang lain, yang beliau laksakanan dengan kesungguhan dan ketulusan. Pada perang Khaibar, Zaid mendapat tugas dari Nabi Muhammad SAW untuk menghitung pasukan kaum muslimin beserta harta rampasan perang. Dari kalkulasi Zaid, terdapat 1400 prajurit dan 200 kuda.

Demikian pula juga dalam perang Ji‘ranah, Zaid bertugas menghitung prajurit serta membagikan harta rampasan dengan adil, yaitu 4 unta dan 40 kambing pada pejuang pejalan kaki, 12 unta dan 100 kambing untuk pejuang berkuda. Sedang bagi tentara yang mempunyai lebih dari satu kuda hanya dihitung satu kuda.

Pada masa khalifah Abu Bakar, Zaid tetap menjadi sekertaris dan penasihat pemerintahan. Sedang pada masa khalifah Umar, Zaid banyak mambantu khalifah Umar. Jika suatu ketika terdapat masalah pribadi yang tak terselesaikan, Umar tak segan-segan bertanya kepada Zaid. Zaid juga menjabat sebagai dewan muhtasyar yang mengepalai dewan syuro, hakim dan pembagi harta warisan.

Di samping itu, Zaid juga menjadi seorang penerjemah khalifah Umar. Konon, khalifah pernah berdialog dengan Hurmuzan, seorang tawanan panglima perang dari Persia. Khalifah Umar yang tak mengerti bahasa Persia dan Hurmuzan yang tak tahu bahasa Arab bisa lancar berdialog berkat bantuan terjemahan Zaid bin Tsabit.

Zaid juga sering mengganti posisi khalifah Umar di Madinah, jika ketepatan sang khalifah punya kepentingan di luar Madinah. Khalifah Umar juga memasrahkan pembagian harta rampasan (setelah perang Yarmuk) pada Zaid. Zaid juga membantu khalifah Umar menyusun undang-undang negara dan menuliskan nama-nama calon kabinet pemerintahan. Sedang Zaid sendiri menjabat menteri an-nafaqât, yaitu menteri keuangan yang membinyai beberapa peperangan dan perlengkapan perang.

Pada masa Khalifah Utsman, Zaid menjabat sebagai penanggung-jawab Baitul-Mal yang dibantu langsung oleh budaknya sendiri (Wahib) yang menjadi staf sekertaris Baitul-Mal. Khalifah Utsman juga mempercayakan pada Zaid menulis al-Qur’an ke dalam satu bahasa, yakni bahasa Arab Quraisy, guna menghindari persetruan di kemudian hari.

Pada masa pemerintahan Ali, Zaid tidak punya keterkaitan untuk masuk ke kancah politik, dan bahkan tidak terlibat dalam konflik internal Islam. Namun meski demikian, Zaid tetap menaruh hormat kepada Khalifah Ali. Zaid tetap melestarikan aktivitas-aktivitas keilmuannya, serta terus eksis dalam meriwayatkan dan mengajarkan Hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.

Zaid tutup usia pada umur 46 tahun (tahun 45 H). Menurut riwayat lain pada tahun 50 H. Penyebab kematian Zaid adalah penyakit beser yang tidak sembuh sampai ajal menjemputnya. Ibnu Abbas berkata pada saat wafatnya Zaid, “Barangsiapa yang ingin tahu bagaimana ilmu itu hilang, maka seperti inilah ilmu itu menghilang". Murid-murid Zaid sangat banyak. Banyak sahabat dan tabi'in yang meriwayatkan Hadis dari Zaid, seperti Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu Said al-Khudri, Anas bin Malik, Sahal bin Abdullah bin Sahl, Said bin Musayyab, dan lain-lain.


Penulis Berasal Dari Pesantren Sidogiri

Sumber:  http://mushollarapi.blogspot.com/2011/01/manaqib-zaid-bin-tsabit-sang-sekretaris.html

Dan Binatangpun Mencintai Rasulullah SAW


Sebagaimana Al Imam Abdurrahman Ad Dibaa’i menjelaskan riwayat hamba-hamba yang cinta kepada Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka ketika onta-onta mendekati Madinah Al Munawwarah, berkatalah Al Imam Abdurrahman Ad Dibaa’i,“ Jangan kau pegangi onta yang sedang mengarah ke Madinah karena onta itu bergegas dengan kencang, dan jangan tahan kekencangannya karena yang mengendalikannya adalah rindunya kepada Sayyidina Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ”.

Ketika memasuki Kota Madinah Al Munawwarah, onta-onta itu pun mengalirkan air mata hingga saat ini. Mengapa? karena mengetahui bahwa itu adalah kota Sayyidina Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Apakah binatang-binatang mengenal Beliau SAW ?

Jawabannya adalah ya , karena memang hewan mengenal beliau , tumbuhan mengenal beliau, bebatuan mengenal beliau , langit dan bumi, semuanya mengenal beliau SAW , sebagaimana sabda nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari :

‏ ‏إِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا ‏جِبْرِيْلَ ‏فَقَالَ إِنِّيْ أُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيْلُ ‏‏ثُمَّ يُنَادِيْ فِي السَّمَاءِ فَيَقُوْلُ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ فُلّانًا فَأَحِبُّوْهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ
“Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan memanggil Jibril dan berkata: Sesungguhnya Aku mencintai fulan maka cintailah dia! maka Jibril pun mencintainya. Kemudian dia menyeru para penghuni langit: Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah dia! maka Para penghuni langitpun mencintainya”

Maka orang yang paling dicintai Allah adalah sayyidina Muhammad SAW.

Diriwayatkan dalam sirah (sejarah) Nabi SAW, bahwa ada seekor onta besar yang mengamuk di Kota Madinah Al Munawarah. Tentunya jika binatang mengamuk maka ia akan beringas. Mulut onta itu berbusa karena marah, dan onta itu pun dijerat di dalam suatu kandang. Akhirnya dilaporkan bahwa ada onta besar di Madinah mengamuk yang kabarnya sampai kepada Rasulullah SAW.

“ Tunjukkan aku pada onta itu ”, perintah Rasulullah SAW.

Maka sahabat berkata, “ onta itu dijerat dalam kandang ini wahai Rasulullah” .

Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat kembali , “Bukalah pintunya”.

Maka sahabat pun berkata, “ wahai Rasulullah , onta itu sedang mengamuk dan beringas , nanti ia akan melukaimu”.

Seketika itu Rasulullah SAW berkata dengan tegas, “ bukakan pintunya!!. Semua hewan, tumbuhan dan semua makhluk Allah mengenal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam".

Ketika pintu kandang itu dibukakan , onta yang tadinya berada jauh dari pintu itu kelihatan sedang beringas , merah matanya dan berbusa mulutnya, ketika melihat wajah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam , ia pun tertunduk-tunduk dan lari mendekat serta mencium kaki Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ia telah  melihat wajah Sayyidina Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam , wajah makhluk yang paling indah dari semua makhluk ciptaan Allah , orang yang paling ramah dan tenang, dan onta itu pun tahu bahwa inilah pimpinan seluruh manusia , orang yang paling dicintai Allah .

Kita bisa bayangkan seekor binatang yang sedang mengamuk, mungkin disini kita jarang melihat onta , jika kita melihat kuda atau kerbau yang mengamuk saja tentunya kita akan risau , padahal onta jika berdiri tingginya dua kali lebih tinggi dari kerbau. Bayangkan saja jika mengamuk maka seperti apa buasnya.

Dalam keadaan seperti itu ia berlari tertunduk-tunduk mendekat lalu menciumi kaki Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, hilang marahnya ketika memandang wajah Sayyidina Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.


Habib Munzir Al Musawwa

Sumber:
http://mushollarapi.blogspot.com/2011/02/dan-binatangpun-mencintai-rasulullah.html

9 Pedang Pusaka Nabi Muhammad SAW Yang Sungguh Menakjubkan



1. Al Ma’thur
Pedang yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW sebelum menerima wahyu yang pertama di Mekah. Pedang ini diberi oleh ayahanda beliau (peninggalan bapak beliau), dan dibawa waktu hijrah dari Mekah ke Medinah sampai akhirnya diberikan bersama-sama dengan peralatan perang lain kepada Ali bin Abi Thalib.


Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 99 cm. Pegangannya terbuat dari emas dengan bentuk berupa 2 ular dengan berlapiskan emeralds dan pirus. Dekat dengan pegangan itu terdapat Kufic ukiran tulisan Arab berbunyi: ‘Abdallah bin Abd al-Mutalib’.

2. Al Adb
Al-’Adb, nama pedang ini, berarti ‘memotong’ atau ‘tajam.’ Pedang ini dikirim ke para sahabat Nabi Muhammad SAW sesaat sebelum Perang Badar. Beliau menggunakan pedang ini di Perang Uhud dan pengikut-pengikutnnya menggunakan pedang ini untuk menunjukkan kesetiaan kepada Nabi Muhammad SAW. Sekarang pedang ini berada di masjid Husain di Kairo Mesir.

3. Dhu Al Faqar
Sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan pada waktu perang Badr. Dan dilaporkan bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan pedang ini kepada Ali bin Abi Thalib, yang kemudian Ali mengembalikannya ketika Perang Uhud dengan bersimbah darah dari tangan dan bahunya, dengan membawa Dhu Al Faqar di tangannya. Banyak sumber mengatakan bahwa pedang ini milik Ali Bin Abi Thalib dan keluarga. Berbentuk blade dengan dua mata.

4. Al Battar
Battar adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari Banu Qaynaqa. Pedang ini disebut sebagai ‘Pedangnya para nabi‘, dan di dalam pedang ini terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi : ‘Nabi Daud AS, Nabi Sulaiman AS, Nabi Musa AS, Nabi Harun AS, Nabi Yusuf AS, Nabi Zakaria AS, Nabi Yahya AS, Nabi Isa AS, Nabi Muhammad SAW’. Di dalamnya juga terdapat gambar Nabi Daud AS ketika memotong kepala dari Goliath, orang yang memiliki pedang ini pada awalnya.

Di pedang ini juga terdapat tulisan yang diidentifikasi sebagai tulisan Nabataean. Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 101 cm. Dikabarkan bahwa ini adalah pedang yang akan digunakan Nabi Isa AS kelak ketika beliau turun ke bumi kembali untuk mengalahkan Dajjal.

5. Hatf

Sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari Banu Qaynaqa. Dikisahkan bahwa Nabi Daud AS mengambil pedang ‘Al Battar’ dari Goliath sebagai rampasan ketika beliau mengalahkan Goliath tersebut pada saat umurnya 20 tahun. Allah SWT memberi kemampuan kepada Nabi Daud AS untuk ‘bekerja’ dengan besi, membuat baju baja, senjata dan alat perang, dan beliau juga membuat senjatanya sendiri.

Dan Hatf adalah salah satu buatannya, menyerupai Al Battar tetapi lebih besar dari itu. Beliau menggunakan pedang ini yang kemudian disimpan oleh suku Levita (suku yang menyimpan senjata-senjata barang Israel) dan akhirnya sampai ke tangan Nabi Muhammad SAW. Sekarang pedang ini berada di Musemum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade, dengan panjang 112 cm dan lebar 8 cm.

6. Al Mikhdham

bahwa pedang ini berasal dari Nabi Muhammad SAW yang kemudian diberikan kepada Ali bin Abi Thalib dan diteruskan ke anak-anaknya Ali. Tapi ada kabar lain bahwa pedang ini berasal dari Ali bin Abi Thalib sebagai hasil rampasan pada serangan yang beliau pimpin di Syria. Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 97 cm, dan mempunyai ukiran tulisan Arab yang berbunyi: ‘Zayn al-Din al-Abidin’.

7. Al Rasub

pedang ini dijaga di rumah Nabi Muhammad SAW oleh keluarga dan sanak saudaranya seperti layaknya bahtera (Ark) yang disimpan oleh bangsa Israel.

Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 140 cm, mempunyai bulatan emas yang didalamnya terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi: ‘Ja’far al-Sadiq’.


8. Al Qadib:

Al-Qadib berbentuk blade tipis sehingga bisa dikatakan mirip dengan tongkat. Ini adalah pedang untuk pertahanan ketika bepergian, tetapi tidak digunakan untuk peperangan. Ditulis di samping pedang berupa ukiran perak yang berbunyi syahadat: “Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad Rasul Allah – Muhammad bin Abdallah bin Abd al-Mutalib.” Tidak ada indikasi dalam sumber sejarah bahwa pedang ini telah digunakan dalam peperangan. Pedang ini berada di rumah Nabi Muhammad SAW dan kemudian hanya digunakan oleh khalifah Fatimid.

Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Panjangnya adalah 100 cm dan memiliki sarung berupa kulit hewan yang dicelup.

9. Qal’a:

Pedang ini dikenal sebagai “Qal’i” atau “Qul’ay.” Nama yang mungkin berhubungan dengan tempat di Syria atau tempat di dekat India Cina. Ulama negara lain bahwa kata “qal’i” merujuk kepada “timah” atau “timah putih” yang di tambang berbagai lokasi. Pedang ini adalah salah satu dari tiga pedang Nabi Muhammad SAW yang diperoleh sebagai rampasan dari Bani Qaynaqa. Ada juga yang melaporkan bahwa kakek Nabi Muhammad SAW menemukan pedang ini ketika beliau menemukan air Zamzam di Mekah.

Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 100 cm. Didalamnya terdapat ukiran bahasa Arab berbunyi: “Ini adalah pedang mulia dari rumah Nabi Muhammad SAW, Rasul Allah.” Pedang ini berbeda dari yang lain karena pedang ini mempunyai desain berbentuk gelombang.

Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).

Awliya' di Pulau Dewata Bali

SAB’ATUL AULIYA’ - WALI PITU DI BALI

Ada beberapa informasi yang menyatakan bahwa Islam sudah masuk di Bali pada abad 15 M. Ini dibuktikan, pada saat Dalem Ketut Ngelesir menjabat sebagai raja Gelgel ke I (1380-1460 M) pernah mengadakan kunjungan ke kraton Majapahit, saat itu Raja Hayam Wuruk mengadakan konfrensi kerajaan seluruh Nusantara. Setelah acara tersebut selesai, Dalem Ketut Ngelesir pulang kenegerinya (Bali) dengan diantar oleh empat puluh orang dari Majapahit sebagai pengiring, yang konon diantara mereka terdapat Raden Modin dan Kyai Abdul Jalil. Peristiwa ini dijadikan sebagai patokan masuknya Islam di Bali yang berpusat di kerajaan Gelgel. Sejak itu Agama Islam mulai berkembang di Bali, dan terus demikian hingga saat ini, banyak terdapat makam-makam Islam di sana . Demikian juga terdapat makam para Da’i, ulama dan pemuka Islam yang pada masa hidupnya dikaruniai Allah Swt Karomah, sehingga makam-makam mereka juga dihormati, oleh ummat Islam khususnya maupun juga orang-orang Bali yang mayoritas beragama Hindu. Dari sekian banyak makam auliya’ di Bali, ada tujuh makam yang sangat menonjol yang terkenal dengan Sab’atul Auliya’ (wali pitu). Diantara wali pitu tersebut adalah :


I - KERAMAT PANTAI SESEH (Pangeran Mas Sepuh) Pangeran Mas Sepuh merupakan gelar, nama sebenarnya adalah ,Raden Amangkuningrat yang lebih terkenal dengan Keramat Pantai Seseh. Ia merupakan Putra Raja Mengwi I yang beragama Hindu dan Ibunya berasal dari Blambangan (Jatim) yang beragama Islam. Sewaktu kecil beliau sudah berpisah dengan ayahandanya dan diasuh oleh ibundanya di Blambangan. Setelah dewasa Pangeran Mas Sepuh menanyakan kepada ibunya mengenai siapa ayahandanya itu. Setelah Pangeran Mas Sepuh mengetahui jati dirinya, maka ia memohon izin pada ibunya untuk mencari ayah kandungnya, dengan niat akan mengabdikan diri. Semula sang ibu keberatan, namun akhirnya diizinkan juga Pangeran Mas Sepuh untuk berangkat ke Bali dengan diiringi oleh beberapa Punggawa Kerajaan sebagai pengawal dan dibekali sebilah keris pusaka yang berasal dari Kerajaan Mengwi. Namun, setelah bertemu dengan ayahnya, terjadilah kesalahpahaman, karena baru sekali ini mereka berdua bertemu. Akhirnya Pangeran Mas Sepuh beranjak pulang ke Blambangan untuk memberitahu ibunya tentang peristiwa yang telah terjadi. Namun dalam perjalanan pulang, sesampainya di Pantai Seseh, Pangeran Mas Sepuh diserang sekelompok orang bersenjata yang tak dikenal, sehingga pertempuran tak dapat dihindari lagi. Melihat korban berjatuhan yang tidak sedikit dari kedua belah pihak, keris pusaka milik Pangeran Mas Sepuh dicabut dan diacungkan ke atas, seketika itu ujung keris mengeluarkan sinar dan terjadilah keajaiban, kelompok bersenjata yang menyerang tersebut mendadak lumpuh, bersimpuh diam seribu bahasa. Pangeran Mas Sepuh setelah mengetahui hal tersebut berkata : "Hai Ki sanak mengapa kalian menyerang kami dan apa kesalahan kami ? Mereka diam tak menjawab, akhirnya diketahui kalau penyerang itu masih ada hubungan kekeluargaan, hal ini dilihat dari pakaian dan juga dari pandangan bathiniyah Pangeran Mas Sepuh. Akhirnya keris pusaka dimasukkan kembali dalam karangkanya, dan kelompok penyerang tersebut dapat bergerak dan kemudian memberi hormat kepada Pangeran Mas Sepuh. Tidak lama setelah kejadian tersebut, Pangeran Mas Sepuh meninggal dunia dan di makamkan di tempat itu juga. Dan sampai sekarang makamnya terpelihara dengan baik dan selalu diziarahi umat Islam dari berbagai wilayah di nusantara. Perlu diketahui bahwa proses ditemukannya Makam Keramat Pantai Seseh dimulai sejak pertama jamaah manaqib yang ada di Bali mendapat petunjuk, yaitu pada Bulan Muharam 1413 H atau 1992 M yang kemudian ditemukan juga makam keramat yang lain :

II -.Makam Keramat Pamecutan bernama Dewi Khodijah atau Ratu Ayu Anak Agung Rai berada di Jalan Batu Karu Pamecutan.
III- Makam Pangeran Sosrodiningrat Senopati dari Mataram berada di Ubung dekat terminal bus Denpasar.
Adapun sejarah Makam keramat Pamecutan Dewi Khodijah dapat diuraikan sebagai berikut; Dewi Khodijah adalah nama setelah berikrar masuk Islam. Nama aslinya adalah Ratu Ayu Anak Agung Rai, beliau adalah adik perempuan Raja Pamecutan Cokorda III yang bergelar Batara Sakti yang memerintah sekitar Tahun 1653 Masehi. Diceritakan pada waktu Raja Pamecutan berperang, salah seorang prajurit dapat menahan seorang berkelana di Daerah Tuban Kecamatan Kuta Kabupaten Badung Bali . Orang yang ditahan tersebut diduga menjadi telik sandi atau mata-mata musuh. Ia lalu dihadapkan pada Raja untuk diusut, akhirnya diketahui bahwa dia adalah Senopati dari Mataram yang sedang berlayar menuju Ampenan Lombok. Namun perahu yang ditumpanginya diserang badai dahsyat yang membuat Senopati Mataram terdampar di Pantai Selatan Desa Tuban. Beliau bernama Pangeran Mas Raden Ngabei Sosrodiningrat, sedangkan para pengiring atau punggawanya sebanyak 11 orang tiada kabar beritanya. Setelah diketahui bahwa tawanan tersebut adalah seorang Senopati dari Mataram, maka Raja Pamecutan meminta kesediaannya untuk memimpin prajurit yang sedang berperang. Raja Pamecutan menjanjikan, apabila perang telah usai dan kemenangan diraihnya, maka Pangeran Sosrodiningrat akan diambil menantu oleh raja. Akhirnya Pangeran Sosrodiningrat bersedia membantu untuk memperkuat pasukan yang ada di medan perang tanpa memikirkan janji Raja, bahkan yang dipikirkan apakah mungkin dapat menikah dengan Putri Raja yang beragama Hindu sedangkan dirinya beragama Islam.

Setelah perang tersebut dimenangkan Pasukan Kerajaan Pamecutan, maka Pangeran Sosrodiningrat menikah dengan Dewi Khodijah. Dewi Khodijah setelah dipersunting oleh Senopati Mataram mulai memeluk Islam dan bersungguh-sungguh menekuni dan melaksanakan Ajarannya. Namun, setelah beberapa tahun musibah datang menimpanya. Pada suatu malam yang gelap, sewaktu Dewi Khodijah mengerjakan Sholat Malam dikamar yang pintunya terbuka, secara tidak sengaja terlihat oleh punggawa raja yang sedang berjaga dan terdengar suara Allahu Akbar. Namun yang di dengar Punggawa adalah Makeber, bahasa Bali berarti ; terbang. Setelah sang Punggawa memperhatikan mengenai semua gerakan sholat yang dilakukan oleh Dewi Khodijah yang dinilai oleh punggawa sebagai pekerjaan Leak (orang jadi-jadian yang berbuat jahat), maka dia langsung menghadap Raja untuk melaporkan keberadaan Leak di Kamar Keputren. Raja akhirnya memerintahkan beberapa Punggawa untuk mendatanginya. Saat melihat Dewi Khodijah sedang Sujud, tanpa memikirkan resiko para punggawa menyerbu dengan senjata terhunus dan dihujamkan ke punggung Dewi Khodijah. Darah segar tersembur keatas dari punggung Dewi Khodijah yang terkena ujung tombak. Bersamaan dengan itu, terjadi keanehan yang luar biasa, darah segar Dewi Khodijiah yang keluar dari punggungnya mengeluarkan cahaya terang kebiru-biruan dan dapat menembus dinding atap atas hingga keluar memenuhi udara memancarkan sinar yang menerangi Istana Pamecutan. Bahkan seluruh kota Denpasar menjadi terang-benderang seperti siang hari, semua penduduk terutama keluarga istana, sangat terkejut, termasuk Raja Pamecutan. Setelah diteliti sumber cahaya dan bersamaan dengan itu para Punggawa melaporkan bahwa yang dibunuh bukan Leak tapi orang biasa dan mengeluarkan darah. Saat itu terdengar jeritan dengan ucapan ; makebar makebar, makebar hingga tiga kali, asli ucapan adalah ALLAHU AKBAR hingga tiga kali. Jenazah Dewi Khodijah yang tertelungkup dengan tombak terhujam dipunggungnya sulit diangkat dan dibujurkan, tubuhnya bermandikan darah yang sudah membeku. Keluarga Kerajaan yang ingin menolong mengangkatnya tidak dapat berbuat apa-apa. Jenazahnya tetap sujud tidak berubah, baginda mencari bantuan kepada umat Islam yang ada disana agar mau merawat jenazah putrinya menurut cara Islam. Kemudian umat Islam tersebut segera membantu merawat jenazah, mulai dari memandikan, mengkafani, mensholati sampai memakamkannya dan semuanya berjalan lancar. Namun satu hal yang tak dapat diatasi yaitu batang tombak yang menghujam dipunggungnya tidak dapat dicabut, akhirnya atas keputusan semua pihak jenazah dimakamkan bersama tombak yang masih berada dipunggungnya. Dan anehnya batang tombak yang terbuat dari kayu itu bersemi dan hidup sampai sekarang. Hal tersebut dapat dibuktikan apabila berkunjung dimakam Dewi Khodijah.

IV - Keramat di Bukit Bedugul (Habib Umar bin Yusuf al Maghribi)
Makam ini letaknya di kabupaten Tabanan Bali. Makam ini hanya berwujud empat batu nisan untuk dua makam yaitu makamnya Habib Umar dan pengikutnya yang luasnya 4x4 M.

V - Keramat Kusumba, Kelungkung (Habib Ali bin Abu Bakar Al Hamid)
Makam ini terletak di tepi pantai Desa Kusamba Kec. Dawah Kab Kelungkung Bali. Makam ini sangat dikeramatkan oleh penduduk setempat, baik Umat Islam maupun Hindu. Habib Ali Bin Abu Bakar Al Hamid, sewaktu hidupnya bekerja sebagai guru besar Raja Kelungkung pada masa Pemerintahan Dhalem I Dewa Agung Jambe. Waktu itu beliau diberi seekor kuda untuk kendaraan pulang pergi antara Kusamba dan Kelungkung. Pada suatu hari sewaktu Habib Ali pulang dari Kelungkung sesampainya di pantai Desa Kusamba, beliau diserang oleh sekelompok orang yang tidak dikenal dengan senjata tajam secara bertubi-tubi. Habib Ali yang masih berada di atas kudanya tewas tersungkur di tanah bermandikan darah. Akhirnya jenazah Habib Ali dimakamkan ditempat itu juga. Pada malam hari setelah pembunuhan tersebut, terjadi peristiwa yang sangat menggemparkan. Di atas makam Habib Ali Al Hamid, mengeluarkan api yang berkobar-kobar membumbung ke angkasa, semburan api tersebut bergulung-gulung bagaikan bola api terbang untuk mengejar sang pembunuh. Dimana mereka bersembunyi kobaran api terus mengejarnya, sampai dapat membakar mereka satu persatu, tak satu orangpun dari pembunuhnya yang tersisa. Adapun silsilah dari Habib Ali adalah : Habib Ali bin Abu Bakar bin Umar bin Abu Bakar bin Salim bin Hamid bin Aqil bin Muthohar bin Umar bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman As saqof bin Ali bin Alwi bin Kholaq Qosam bin Muhammad Shohibil Mirbath bin Ali bin Muhammad Faqih Al Muqodam bin Abdullah bin Ahmad bin Isa al Bashori bin Muhammad al Muhajir bin Muhammad Naqib bin Ali Al Aridlhi bin Ja’far Shodiq bin M. Bakir bin Ali Zaenal Abidin bin Husain bin Ali Kwj suami Fatimah Az-Zahro’ binti Rasulullah Saw.


VI - Keramat Kembar Karang Asem (Maulana Yusuf Al Baghdi Al Maghribi dan Ali bin Zaenal Abidin Al Idrus)
Makam Keramat Kembar Karang Asem terletak di desa Bungaya, Kec. Bebandem kab. Karangasem Bali. Adapun tentang Karomahnya Syeh Maulana Yusuf , yaitu pada tahun 1963 M, sewaktu Gunung Agung meletus mengeluarkan lahar panas menyemburkan batu besar dan kecil serta abu yang menyembur ke atas menjulang tinggi diangkasa menyebar diseluruh Pulau Bali, bahkan sampai di Jawa Timur. Cuaca menjadi gelap gulita, siang hari berubah menjadi malam pekat, lampu sorot mobil yang terang biasa digunakan memandang jarak jauh tidak dapat menembus turunnya hujan abu. Padahal Gunung Agung letaknya di Daerah Karangasem ujung paling timur Pulau Bali. Ini menunjukkan betapa hebat dan dahsyatnya letusan dan semburan yang dimuntahkan oleh Gunung Agung. Sebagian desa porak poranda, banyak rumah roboh, pohon-pohon besar banyak yang tumbang, hujan pasir dan batu kerikil telah menggenangi pulau Bali . Namun, ada yang unik, Makam Syeh Maluana Yusuf Al Baghdi yang di atasnya tertumpuk susunan batu merah yang ditata begitu saja tidak diperkuat dengan semen pasir dan kapur tidak berubah sedikitpun, bahkan tidak sebutir pasirpun yang mampu menyentuhnya.


VII - Keramat Karang Rupit (syeikh Abdul Qodir Muhammad)
Makam Keramat Karang Rupit letaknya di desa Temukus (Labuan Aji) kec.Banjar Kab. Bulelang, Singa Raja Bali . Nama yang dimakamkan adalah syeikh Abdul Qodir Muhammad. Ini sebenarnya hanya gelar, adapun nama aslinya adalah The Kwan Lie, singkatan dari The Kwan Pao Lie, kemudian masyhur dengan gelar syeikh Abdul Qodir Muhammad karena kesalehan dan kebaikan perilaku beliau ra. Demikianlah sejarah Sab’atul Auliya’ di Bali yang diharapkan membawa manfa’at buat kita semua. Keterangan ini disarikan dari buku sejarah wujudnya Makam Saba’tul Auliya’ karangan Toyib Zein Arifin.

SHOLAWAT BURDAH


Burdah Indonesia Version


Burdah Manca

Burdah artinya mantel, dapat juga diartikan shifa (kesembuhan). Imam Busyiri adalah seorang penyair yang suka memuji raja-raja untuk mendapatkan uang. Kemudian beliau tertimpa sakit faalij (setengah lumpuh) yang tak kunjung sembuh walaupun sudah berobat ke dokter manapun.

Tak lama kemudian beliau mimpi bertemu Rasulullah S.A.W. yang memerintahkannya untuk menyusun syair ang berisi pujian kepada Rasulullah. Maka beliau mengarang Burdah dalam 10 pasal pada tahun 6-7 H. Seusai menyusun Burdah, beliau kembali mimpi bertemu Rasulullah yang menyelimutinya dengan Burdah (mantel). Ketika bangun, sembuhlah beliau dari sakit lumpuh yang dideritanya.

Qoshidah Burdah ini.....
tersebar ke seluruh penjuru bumi dari timur sampai barat. Bahkan disyarahkan oleh sekitar 20 ulama, diantaranya yang terkenal adalah Imam Syaburkhiti dan Imam Baijuri.
Habib Husein bin Mohammad Alhabsyi (saudara Habib Ali Alhabsyi sohibul maulid Simtud Duror) biasa memimpin Dalail Khoiroot di Mekkah. Kemudian beliau mimpi bertemu Rasulullah yang memerintahkannya untuk membaca Burdah di majlis tersebut. Dalam mimpi tersebut, Rasulullah berkata bahwa membaca Burdah sekali lebih afdol daripada membaca Dalail Khoiroot 70 kali.

Ketika Hadramaut tertimpa paceklik hingga banyak binatang buas berkeliaran di jalan, Habib Abdulrahman Al Masyhur memerintahkan setiap rumah untuk membaca Burdah. Alhamdulillah, rumah-rumah mereka aman dari gangguan binatang buas.
Beberapa Syu’araa (penyair) di zaman itu sempat mengkritik bahwa tidaklah pantas pujian kepada Rasulullah dalam bait-bait Burdah tersebut diakhiri dengan kasroh/khofadz. Padahal Rasulullah agung dan tinggi (rofa’). Kemudian Imam Busyiri menyusun qoshidah yang bernama Humaziyyah yang bait-baitnya berakhir dengan dhommah (marfu’).

Imam Busyiri juga menyusun Qoshidah Mudhooriyah. Pada qoshidah tersebut terdapat bait yang artinya,

“Aku bersholawat kepada Rasulullah sebanyak jumlah hewan dan tumbuhan yang diciptakan Allah." Kemudian dalam mimpinya, beliau melihat Rasulullah berkata bahwa sesungguhnya malaikat tak mampu menulis pahala sholawat yang dibaca tersebut.

Habib Salim juga bercerita tentang seseorang yang telah berjanji kepada dirinya untuk menyusun syair hanya untuk memuji Allah dan Rasulullah. Suatu ketika ia tidak mempunyai uang dan terpaksa menyusun syair untuk memuji raja-raja agar mendapat uang. Ia pun bermimpi dan Rasulullah berkata, ”Bukankah engkau telah berjanji hanya memuji Allah dan Rasul-Nya?! Aku akan memotong tanganmu.”

Kemudian datanglah Sayidina Abu Bakar r.a meminta syafaat untuknya dan dikabulkan oleh Rasulullah. Ketika ia terbangun dari tidurnya, ia pun langsung bertobat. Kemudian ia melihat di tangannya terdapat tanda bekas potongan dan keluar cahaya dari situ.

Habib Salim mengatakan bahwa Burdah ini sangat mujarab untuk mengabulkan hajat-hajat kita dengan izin Allah. Namun terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi. Yaitu mempunyai sanad ke Imam Busyiri, mengulangi bait ” maula ya solli wa sallim “, berwudhu, menghadap kiblat, memahami makna bait-bait, dibaca dengan himmah yang besar, beradab, dan memakai wewangian.


(Disampaikan di Majlis Burdah Hb Syekh Alaydrus Jl. Ketapang Kecil Surabaya).